Alt Title

Keseriusan Negara Menjaga Akidah Umat

Keseriusan Negara Menjaga Akidah Umat

Lambatnya penanganan kasus polemik Al-Zaytun ini tidak lain karena kita berada dalam sistem pemerintahan kapitalis

Kasus ini hanya sedikit bukti bobroknya praktik politik yang keberadaannya dibiarkan karena ada manfaat untuk melanggangkan kekuasaan

_____________________________


Penulis Siva Saskia

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi Bandung




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa bulan terakhir masyarakat dikisruhkan dengan kontroversi Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun yang menuai kritik dan hujatan dari masyarakat hingga tokoh agama.


Ponpes Al-Zaytun adalah lembaga pendidikan yang berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pondok pesantren Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang ini mengeklaim sebagai pusat pendidikan pengembangan budaya toleransi dan perdamaian Indonesia.


Pondok pesantren Al-Zaytun menggenggam visi berupa "perbaikan kualitas pendidikan umat." Ponpes ini mengaku memiliki tujuan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas selaras perkembangan dunia.


Majelis ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) hingga lembaga Bahtsul Masail PWNU Jabar ikut mengomentari polemik ponpes tersebut. Pondok pesantren Al-Zaytun memang penuh misteri dan kontroversi. Hanya saja tidak ada tindak lanjut yang dilakukan pemerintah terkait keberadaan dan siapa sosok dibalik ponpes Al-Zaytun yang seakan begitu kuat hingga sulit disentuh oleh hukum dan undang-undang. 


Pondok pesantren Al-Zaytun  disebut-sebut juga punya ikatan dekat dengan Negara Islam Indonesia (NII) besutan Kartosuwiryo, pimpinan DITII yang diproklamirkan pada tahun 1949. (Investigasi Megaproyek dalam Gerakan NII, Umar Abduh, Darul Falah, 2001)


Penyimpangan ajaran agama Islam atau polemik Al-Zaytun ini sebenarnya bukan lagi menjadi rahasia dengan viralnya berbagai video tentang bagaimana pembelajaran yang ada di Ponpes Al-Zaitun ini. Ditambah statement pimpinannya yang mengakui bahwa dirinya adalah seorang komunis dan mengaku bermazhab Soekarno. Apalagi ajaran sang pemimpin untuk menyanyikan salam Yahudi di kalangan jemaahnya yang beragama Islam.


Beberapa hal tersebut membuat masyarakat dan beberapa pihak serta tokoh agama mengingatkan soal penyimpangan paham ponpes Al-Zaytun. 


Sebenarnya sudah lama ponpes Al-Zaytun dilaporkan kepada kepolisian, melalui berbagai elemen masyarakat termasuk MUI dan Forum Ulama dan Umat Islam Indonesia (FUUI) terkait keanehan pesantren ini, termasuk dugaan Al-Zaytun sebagai mantel NII. Hanya saja tidak ada tindak lanjut yang dilakukan pemerintah. Kasusnya berulang dan akhirnya pudar kembali. Power Al-Zaytun seakan begitu kuat sehingga negara pun terkesan kalah dan tidak bisa bertindak tegas menangani kasus pondok pesantren Al-Zaytun ini.


Ada dugaan bahwa kasus yang terjadi di Al-Zaytun karena keberadaannya sengaja dipelihara oleh pemerintah sehingga terkesan kebal hukum dan undang-undang.


Disampaikan oleh pemerhati politik, Muhammad Rizal Fadilah dalam tulisan terbarunya berjudul tuntut dan bubarkan Al-Zaytun juga berkata, "Dari segi ideologi pesantren Al-Zaytun itu menjadi markas NII dengan sebutan NII KW 9."


Dengan lambatnya penanganan hukum kasus pondok pesantren Al-Zaytun ini menimbulkan keanehan dan kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah yang terkesan kalah dan tidak bisa berbuat apa-apa bahkan dengan hukum dan Undang-undang sekalipun.


Gagasan pendirian Negara Islam atau penegakan syariat Islam sangat sulit dihancurkan, karena menyangkut akidah dan pemahaman. Ponpes yang seharusnya bisa menjadi sebuah tempat penguatan Akidah generasi umat dengan mempelajari ajaran Islam atau akidah Islam lebih sempurna, ini malah sebaliknya, menjadi gudang pembentuk generasi komunis dengan berkedok pondok pesantren.


Selama ini memang banyak sekali pihak yang ingin menghancurkan Islam dengan berbagai stigma negatif yang diluncurkan terhadap masyarakat. Polemik ponpes Al-Zaytun ini sudah jelas bermasalah dan rusak, ajarannya berbahaya untuk keberlangsungan akidah generasi muda. Seharusnya pemerintah negara serius dan tegas dalam menangani kasus Al-Zaytun yang jelas merusak akidah umat dengan ajaran-ajarannya. 


Namun, bagaimana fakta yang kita lihat saat ini Ponpes Al-Zaytun tetap berdiri kuat di tengah isu yang sudah jelas kebenarannya. Berulang kali membuat onar dan kegaduhan dari segi pemahaman, menunjukkan bahwa negara terkesan melindungi Ponpes Al-Zaytun.


Lambatnya penanganan kasus polemik Al-Zaytun ini tidak lain karena kita berada dalam sistem pemerintahan kapitalis. Kasus ini hanya sedikit bukti bobroknya praktik politik yang keberadaannya dibiarkan karena ada manfaat untuk melanggangkan kekuasaan. 


Dari adanya kasus Pondok Pesantren Al-Zaytun ini, kita melihat bukti salah satu penampakkan bagaimana rusaknya sistem kapitalis atau sistem kufur ini. Dan dengan adanya polemik ini seharusnya bisa lebih menyadarkan umat untuk segera berhenti mempercayai sistem kapitalis ini dan bersegera kembali kepada sistem Islam untuk melanjutkan kehidupan yang sejahtera untuk seluruh umat.


Umat harus segera menyadari segala bentuk makar yang bertujuan menghambat perubahan ke arah Islam dan semangat memahamkan umat tentang akidah Islam yang betul-betul dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Wallahualam bissawab. []