"Pembiaran" terhadap Al-Zayun Menegaskan Sikap Berat Sebelah
OpiniPembiaran terhadap Al-Zaitun justru menunjukkan sikap penguasa yang tampak nyata memusuhi Islam. Berbagai kriminalisasi, persekusi dan intimidasi forum pengajian dengan dalih pemberantasan radikalisme masih juga belum berhenti
Islamofobia ibarat arus yang sengaja dideraskan, simbol berbagai ajaran Islam dinarasikan negatif dan dituding intoleran. Pemikiran moderasi beragama terutama pendidikan Islam justru dijejalkan di sistem pendidikan agar tampil "lebih ramah" untuk mengaburkan makna islam kafah, padahal untuk upaya sistemis
_____________________________
Penulis Siti Mukaromah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kontroversi viral Ponpes (Pondok Pesantren) Al-Zaytun di media sosial menjadi sorotan. Beragam kriminalisasi dan monsterisasi penguasa terhadap ajaran Islam tampak sebagai sikap memusuhi Islam terus berlangsung. Pada saat yang sama sikap berat sebelah penguasa memantik daya kritis masyarakat terhadap realitas Al-Zaitun yang mengesankan pembiaran terhadap mereka. Tampak jelas penguasa berat sebelah dalam menjaga akidah umat Islam.
Dikutip dari republika[dot]com (10/6/2023), Athian Ali: "FPI dibubarkan, Al-Zaitun punya pemerintahan sendiri malah dibiarkan." Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), K.H. Athian Ali, mempertanyakan sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma'had Al-Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW 9. Pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran. Tetapi, menurut dia pemerintah harus secepatnya mengambil tindakan membubarkan. Kiai Athian melihat adanya saling lempar dan menunggu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan aparat dalam menyelesaikan persoalan Al-Zaytun. Hal tersebut makin menimbulkan banyak pertanyaan dan kecurigaan di tengah masyarakat.
Athian mengatakan selama 22 tahun, Al-Zaytun dengan leluasa menyesatkan umat. FUUI mencatat ada sebanyak 151 ribu masyarakat dari berbagai daerah pernah bergabung dengan NII KW 9 yang berbasis di Al-Zaytun. Kebanyakan dari mereka adalah buruh, karyawan dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Bahkan menurutnya banyak mahasiswa yang pernah masuk menjadi anggota NII KW 9 tak bisa melanjutkan studinya lantaran biaya kuliah justru disetorkan sebagai iuran wajib kepada Al-Zaytun. Hasil investigasi MUI dan FUUI pada 2001 juga telah menemukan bahwa adanya penyetoran dana bulanan dari anggota yang mengalir kepada struktural NII KW 9 dari Rp800 ribu hingga Rp2 juta. Untuk memenuhi tuntutan itu anggota NII pun dihalalkan mencuri, menipu dan merampok tak terkecuali harta milik orang tuanya sendiri.
FUUI sudah menyerahkan bukti-bukti berisi berbagai temuan yang berisi dokumen dan penyimpangan ajaran Al-Zaytun serta hubungan kuat dengan NII KW 9. Dokumen itu telah diserahkan sejak 2021 kepada Polri, TNI hingga BIN. Namun menurut Athian hingga sampai saat ini belum ada tindakan apapun terhadap Al-Zaytun.
Sebelumnya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan, akan berkordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), terkait ajaran sesat di ponpes Al-Zaytun. Menurut dia, idealnya yang harus turun tangan adalah kementerian Agama (Kemenag) melalui Kanwil Kemenag. Pihaknya akan segera membahas masalah tersebut dengan semua pihak.
Menyoal adanya pembiaran munculnya "negara dalam negara" Al-Zaytun, bahkan nyata-nyata memiliki struktur pemerintahan. Tidak pelak, membuat Kiai Athian membandingkan Al-Zaytun dengan HTI yang mendakwahkan pemikiran tentang Khilafah. HTI telah dicabut BHP-nya dan FPI juga sudah dibubarkan, padahal bahwa jelas Khilafah yang didakwahkan HTI adalah ajaran Islam dan masih sebatas pemikiran.
Adanya sikap berat sebelah penguasa menegaskan antara ide Khilafah yang didakwahkan HTI dan Al-Zaytun selama ini. Lebih dari itu, penyimpangan berbagai ajaran Al-Zaytun serta kaitannya dengan NII KW 9, pemerintah semestinya tidak dengan cukup hanya memberikan teguran saja. Melainkan harusnya mengambil tindakan dan membubarkan secepatnya.
Pembiaran terhadap Al-Zaytun justru menunjukkan sikap penguasa yang tampak nyata memusuhi Islam. Berbagai kriminalisasi, persekusi dan intimidasi forum pengajian dengan dalih pemberantasan radikalisme masih juga belum berhenti. Islamofobia ibarat arus yang sengaja dideraskan, simbol berbagai ajaran Islam dinarasikan negatif dan dituding intoleran. Islam dan ajarannya dijadikan lelucon di panggung-panggung komedian. Pemikiran moderasi beragama terutama pendidikan Islam justru dijejalkan di sistem pendidikan agar tampil "lebih ramah" untuk mengaburkan makna islam kafah, padahal untuk upaya sistemis.
Ditambah lagi ide-ide sesat marak meracuni kaum sesama yang makin meracuni generasi muda melalui gawai-gawai hingga ke ranah privat. Badai liberalisasi pergaulan dan seks bebas antar lawan jenis tidak kalah berbahaya dalam pergaulannya. Semua itu jelas bertentangan dengan Islam dan ajarannya, mengapa tidak dihadang atau dihentikan?
Generasi Muslim yang berprestasi, selanjutnya penguasa memberikan ruang yang begitu luas bagi mereka yang berhasil menyandingkan simbol Islam dengan ide-ide Barat. Misalnya, baru-baru ini seorang muslimah yang mendapatkan Golden Buzzer di Amerika dari ajang pencarian bakat. Padahal dirinya berpotensi juga menjadi qariah. Mengapa bakat yang mereka miliki tidak diberdayakan untuk kejayaan Islam melainkan seolah wajib nilai-nilai liberal dipoles terlebih dahulu untuk layak diviralkan?
Melihat semua realitas ini umat Islam tidak boleh lengah akan adanya permusuhan terselubung dan sistematis dari penguasa liberal yang menjauhkan Islam dari kehidupan. Pantas saja jika mereka enggan menjaga akidah umat.
Islam menjadikan individu sebagai benteng penjagaan utama akidah adalah wujud ketidakadilan. Karena Islam telah memerintahkan penerapan syariat Islam secara kafah, tentu saja membutuhkan naungan sistematis yakni melalui tegaknya Khilafah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah [2]: Ayat 208)
Allah Swt. juga berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-ahzab ayat 48, Allah melarang bahwa janganlah umat Islam menuruti orang kafir dan orang-orang munafik. Dan janganlah menghiraukan gangguan mereka dan bertawakal kepada Allah cukup sebagai Pelindung.
Islam dalam sistem Khilafah adalah politik agung warisan Rasulullah saw. sepeninggal beliau dipraktikkan oleh para sahabat yang mulia dan khalifah setelahnya. Terbukti dalam peradaban emasnya mampu mewujudkan peradaban agung dalam mengatur umat selama 13 abad lamanya.
Islam dalam naungan Khilafah segala bidang sangat diperhatikan seperti kesehatan, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Sehingga melahirkan dan mencetak orang-orang cerdas yang tidak hanya menguasai satu bidang melainkan berbagai bidang. Masyarakat dalam Khilafah aman dan damai tidak ada kesengsaraan apalagi penyimpangan dan penyesatan akidah.
Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna, tidak ada kecacatan di dalamnya. Saatnya umat Islam sadar untuk mengkaji Islam secara kafah agar terhindar dari pemahaman selain Islam yang menyesatkan. Allah akan melimpahkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa.
Karenanya, Khilafah berkepentingan membina dan mengedukasi perihal aturan Islam. Sebab Khilafah merupakan satu-satunya sistem yang mampu berperan penuh untuk menjaga keputusan akidah warga negaranya. Para pemeluk Islam kehidupanya menjadi lapang dan tenang, karena sesuai fitrah manusia. Kehidupan yang berlandaskan Islam bukanlah kehidupan yang sempit layaknya kehidupan sekuler.
Khilafah tidak akan memberikan sedikitpun celah berkembangnya ide-ide sesat sebagaimana Al-Zaytun dan produk-produknya. Khilafah menjadikan dakwah sebagai visi-misi negara dan jihad untuk terus menjaga kejayaan Islam. Sudah semestinya umat dijaga dari beragam penyesatan akidah selain Islam, tidak boleh menghentikan amal mulia kecuali kematian yang di muliakan Allah dan Rasul-Nya. Wallahualam bissawab. []