Alt Title

Penyerangan KKB Papua, Islam Punya Mekanisme Menangani Separatis

Penyerangan KKB Papua, Islam Punya Mekanisme Menangani Separatis

Dalam pandangan Islam jatuhnya korban jiwa dari kalangan militer berarti melanggar wibawa negara, sama saja dengan menghina Islam dan ideologi negara

Penyelesaiannya mutlak memerlukan peran negara untuk mengembalikan stabilitas kesejahteraan dan keamanan secara menyeluruh

_________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah 




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) selalu berulah. Teror dan konflik kasus kekerasan bahkan pembunuhan kerap terjadi di bumi Papua. Surga kecil ini seolah sulit lepas dari KKB. 


Dikutip dari sindonews[dot]com (1/5/2023) deretan penyerangan KKB Papua sejak awal 2023, telah menewaskan 11 prajurit TNI Polri dan tiga warga sipil.


KKB Papua sebenarnya juga dikenal dengan nama Organisasi Papua Merdaka (OPM). Kelompok ini menginginkan Papua lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadi negara merdeka. KKB Papua kerap melancarkan aksi teror yang mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia.


Aksi brutal ini kemudian ditetapkan pemerintah dalam Daftar Terduga Teroris (DTTOT). Penetapan status KKB ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, pada Kamis, 29 April 2021. Pemerintah meminta TNI dan Polri untuk menindak KKB di Papua yang semakin meresahkan. Hal itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme.


Teror yang dilakukan KKB bukan yang pertama kali terjadi. Sulitnya Papua lepas dari KKB tidak hanya masalah disintegrasi isu diskriminasi, tetapi juga tidak optimalnya pembangunan infrastruktur khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya ketertiban pelaku ekonomi asli Papua. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) juga belum bisa diselesaikan. Hal ini menggambarkan betapa kompleksnya isu-isu konflik kasus yang terjadi di tanah Papua. Dinamika wilayah Papua sangat lekat dengan isu kepentingan politik. Konflik ini menciptakan kecurigaan, bahkan rasa tidak percaya semakin tinggi antara pemerintah dengan masyarakat Papua.


Sumber daya alam (SDA) Papua yang kaya, terutama Freeport, menjadi primadona kehadiran para investor kapitalis. Hak-hak masyarakat atas kekayaan negeri mutiara terampas menjadikan wilayah ini tereksploitasi. Potret ketidak-adilan di tanah Papua menjadi pemicu kuat isu disintegrasi, apalagi isu konflik Papua adalah isu sensitif dunia internasional.


Maka dari itu dalam menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi mutlak memerlukan peran negara untuk mengembalikan stabilitas kesejahteraan dan keamanan secara menyeluruh. Negara memiliki kewajiban menumpas kelompok separatis untuk menjalankan keamanan dan ketenteraman rakyatnya.


Oleh sebab itu, sudah semestinya negara memiliki pencegahan dan penanganan kelompok separatis. Negara harus mencegah munculnya benih-benih separatisme di Papua.


Separatisme muncul akibat ketimpangan sosial, diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi pada suatu wilayah. Papua memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, penduduknya bukanlah penikmat kekayaan tersebut. Rakyat Papua justru hidup dalam kemiskinan, kekurangan asupan gizi, rendahnya sarana pendidikan dan kesehatan yang rendah, serta akses publik yang sangat terbatas. Maka, sudah seharusnya negara wajib memenuhi kebutuhan publik untuk menyejahterakan rakyat Papua.


Negara tidak hanya sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Negara juga berkewajiban menegakkan keadilan bagi pelaku penganiayaan dan pembunuhan terhadap seluruh warga tanpa membedakan statusnya dalam masyarakat. Sebab, sering terjadi ketidak-adilan penanganan hukum terhadap rakyat Papua. Kala pelaku pelanggaran hukum adalah seorang aparat atau dari kalangan militer, penanganan hukum bersifat tumpul. Berbeda jika pelaku dari kalangan rakyat sipil, penanganan hukum bersifat tegas.


Papua adalah daerah rawan konflik, tidak hanya soal KKB. Kubangan korupsi para pejabat, kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, liberalisasi seksual hingga menjadi penyebab HIV/AIDS. Isu bahwa konflik KKB yang setiap saat terjadi, seolah kesannya sengaja digulirkan demi mengamankan kepentingan para kapitalis Freeport makin jelas adanya. Sedangkan demi Freeport negeri ini terancam disintegrasi. Korban jiwa sudah jatuh dari kalangan militer. Artinya kasus Papua tidak bisa dipandang sebelah mata, jika tidak menghendaki kedaulatan negara kalah di bawah injakan hina kaki para kapitalis.


Islam memiliki mekanisme yang khas perihal disintegrasi wilayah. Pemberontakan yang setiap saat timbul memicu disintegrasi wilayah sebagaimana konflik dengan KKB. Ini adalah kasus serius yang tidak bisa diabaikan. Terlebih telah jatuh korban jiwa dari kalangan militer maka harus ditangani oleh struktur negara urusan jihad dan politik luar negeri, karena sudah terkategori melanggar wibawa negara.


Dalam pandangan Daulah Islam (Khilafah), melanggar wibawa negara sama saja dengan menghina Islam dan ideologi negara. Sebelum perang Mu'tah Rasulullah saw. mengirimkan sejumlah utusan ke beberapa negeri di luar Madinah, Bashra pada saat itu dikuasai Romawi. Harits bin Umair al-Azdi, salah satunya, Rasulullah utus kepada penguasa Bashra yakni  Syarhabil bin Amru al-Ghasami. Sharhabil menahan Harits bin Umair al-Azdi, mengikat, lalu membunuhnya. Jelas tindakan Syarhabil merupakan bentuk pelecehan terhadap Daulah Islam yang tidak bisa dibiarkan. Maka dari itu Rasulullah kemudian mengirimkan pasukan Mu'tah.


Ancaman disintegrasi juga terjadi di masa Khalifah Abu Bakar ra. Musailamah al-Kadzdzab, nabi palsu ini membentuk markas pertahanan dengan basis militer di daerah Yamamah. Khalifah Abu Bakar ra. tidak tinggal diam dan mengutus pasukan terjun dalam perang Yamamah dalam rangka memerangi Musailamah dan pasukannya. Akhirnya Yamamah kembali aman dan kembali ke pangkuan Daulah Islam.


Dalam Islam, memisahkan diri dari negara merupakan keharaman. Pelaku bughat (makar) diberi sanksi dengan diperangi. Arti diperangi maksudnya adalah memberikan pelajaran (men-ta'dib) agar mereka bersatu dalam negara tanpa membunuh nyawa. Mekanisme pencegahan dan penanggulangan kelompok separatis tidak akan berjalan jika tidak ada nyali dan keberanian oleh negara dengan basis ideologi yang mampu memberikan kekuatan sentuhan ideologi dan ketegasan menghadapi kaum bughat. Negara yang bersikap kesatria mampu melawan praktik-praktik kapitalisasi SDA, serta kebijakan neoliberal dengan diterapkannya sistem Islam dalam kehidupan dengan berbasis ideologi sahih (benar).


Kedaulatan negara dalam Islam adalah dengan jihad sebagai puncak keagungan negara Islam. Kaum Muslim akan terjaga dan tidak mudah tunduk oleh kepentingan apapun. Termasuk kepentingan kapitalisme yang menyebabkan suatu daerah menjadi rawan konflik disintegrasi. Wallahualam bissawab. []