Alt Title

Berulangnya Penistaan Agama Akibat Sanksi yang Tak Membuat Jera

Berulangnya Penistaan Agama Akibat Sanksi yang Tak Membuat Jera

Di dalam negeri yang menjunjung tinggi kebebasan menjadi hal wajar seseorang melakukan kebebasan dalam hal apapun. Kebebasan dianggap sebagai hak asasi manusia yang tidak boleh diusik. Bagaimana tidak, bagi mereka agama merupakan urusan pribadi antara diri dan Tuhannya

Selain itu, akibat pendidikan agama yang minim mempengaruhi pemahaman umat terhadap agamanya sendiri. Lihat saja, dalam kurikulum pendidikan saat ini, agama hanya diajarkan 1 sampai 2 jam pelajaran dalam satu pekan. Ditambah lagi, hukuman bagi penista/penyimpangan agama dinilai tidak memberi efek jera sehingga kasus demi kasus terus berulang

_______________________


Penulis Sumiati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Viral, media sosial digegerkan berita seorang pria asal Lampung menembaki kantor pusat MUI Jakarta. Seperti yang dilansir situs Beritasatu (2/5/2023) bahwa Mustopa NR, sudah beberapa kali datang ke gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia mengaku dirinya sebagai nabi. Dari keterangan salah satu saksi mata yang merupakan staf di kantor MUI yang terletak di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat. Staf yang bernama Nugrahadi Bambal mengatakan bahwa ia mengaku dari Lampung dan sudah beberapa kali datang. Pelaku datang untuk bertemu dengan ketua dan pimpinan MUI. Dia datang ke sana untuk difasilitasi MUI karena dirinya mengaku sebagai nabi. Karena mengaku nabi, dia minta bertemu Ketua MUI beberapa kali dan minta difasilitasi. "Bahkan ada surat dan ancaman," ujar staf.


Kasus penembakan yang dilakukan Mustofa ini menambah deretan panjang kasus penyimpangan agama. Sungguh miris, di negeri mayoritas Muslim tapi penyimpangan ajaran Islam kerap terjadi. Hal ini bukan merupakan kasus penyimpangan agama pertama yang terjadi. Pada tahun 2006, viral penyimpangan agama yang dibawa oleh Lia Eden. Ia mengeklaim dirinya telah mendapat wahyu dari malaikat Jibril sehingga ia mempelajari aliran paranealis atau lintas agama. 


Kasus lain yaitu kasus Arswendo Atmowiloto, penulis yang dijebloskan ke dalam penjara karena survei tabloid Monitor, 1990. Kasusnya membakar amarah kaum Muslim akibat hasil survey orang yang berpengaruh menempatkan Nabi Muhammad di urutan ke-11.


Banyak lagi kasus penyimpangan dan penistaan lainnya. Di dalam negeri yang menjunjung tinggi kebebasan menjadi hal wajar seseorang melakukan kebebasan dalam hal apapun. Kebebasan dianggap sebagai hak asasi manusia yang tidak boleh diusik. Bagaimana tidak, bagi mereka agama merupakan urusan pribadi antara diri dan Tuhannya.


Selain itu, akibat pendidikan agama yang minim mempengaruhi pemahaman umat terhadap agamanya sendiri. Lihat saja, dalam kurikulum pendidikan saat ini, agama hanya diajarkan 1 sampai 2 jam pelajaran dalam satu pekan. Ditambah lagi, hukuman bagi penista/penyimpangan agama dinilai tidak memberi efek jera sehingga kasus demi kasus terus berulang.


Seharusnya, Islam menjadi akidah setiap orang dalam menjalani kehidupannya di dunia. Ia menjadi tolok ukur dalam perbuatannya sebagai wujud adanya naluri beragama dalam dirinya. Jika, pemahaman agamanya benar, ia akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya. Karena meyakini apa yang ia perbuat akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat.


Dalam sistem Islam setiap umat diberikan pemahaman Islam. Umat dibina sehingga membentuk pola pikir dan pola sikap Islam. Akhirnya, secara alami dalam diri umat terbentuk syakhshiyah Islamiyyah. Jika dalam diri umat terhujam akidah Islam maka penyimpangan agama tidak akan mudah terjadi.


Berkaitan dengan penerapan sanksi, Islam tidak tebang pilih. Siapapun yang bersalah maka akan dikenai sanksi sesuai hukuman yang berlaku. Kasus-kasus kejahatan tidak mudah terjadi karena hukum Islam bersifat zawajir (penebus dosa) dan jawabir (berefek jera).


Seseorang yang melakukan tindak kejahatan jika hukumannya sudah dilakukan di dunia maka di akhirat tidak akan dimintai pertanggungjawaban lagi. Tentu, hal ini harus dilakukan oleh negara yang mempunyai asas Islam sebagai sumber hukumnya. Karena tegasnya sanksi Islam, tentu orang lain akan berpikir beribu-ribu kali untuk melakukannya.


Maka, jika hukum Islam diterapkan maka ketentraman akan dirasakan oleh setiap manusia baik Muslim maupun nonmuslim. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-A'raf ayat 96: “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." Wallahualam bissawab. []