Integrasi Ilmu Kunci Mewujudkan Peradaban Islam, Benarkah?
OpiniPesantren dalam Islam hanya menjadi salah satu komponen yang berperan
untuk mewujudkan kembali peradaban Islam
_________________________
Penulis Reka Putri Aslama
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pembukaan Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional dan Internasional, Nasaruddin Umar selaku Menteri Agama RI mengajak seluruh komponen pondok pesantren di Indonesia untuk menjadikan Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) ini sebagai “anak tangga pertama” menuju kembalinya “The Golden Age of Islamic Civilization" (Zaman Keemasan Peradaban Islam).
Ia dengan tegas mengatakan bahwa lingkungan pesantren harus menjadi pelopor kembalinya kebangkitan emas Islam tersebut. Ia menjelaskan bahwa zaman keemasan peradaban Islam, seperti yang pernah terjadi pada masa kebangkitan Islam. Itu bisa tercapai karena adanya integrasi ilmu. Pada masa itu, para ulama tidak hanya mahir dalam kitab kuning (ilmu agama) saja, tetapi mahir dalam kitab putih (ilmu umum).
Ia menilai bahwa runtuhnya peradaban Islam pada masa itu karena adanya dualisme ilmu. Pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum sehingga menjadi pembatas keilmuan cendekiawan hingga masa kini. Padahal menurutnya perpaduan dua jenis keilmuan ini adalah kunci lahirnya insan kamil. Maka dari itu, ia meminta pondok pesantren untuk tidak membatasi diri pada satu jenis keilmuan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa selama pesantren dapat mempertahankan lima unsur sejatinya, yakni masjid, kiai, santri, kuat membaca kitab turats (kitab kuning), dan memelihara pesantren ia optimis untuk menuju The Golden Age of Islamic Civilization dapat dimulai dari Indonesia. (kemenag.go.id, 02-10-2025)
Sebagai upaya serius menag RI dalam mewujudkan The Golden Age of Islamic Civilization, menag mengambil tema besar hari Santri 2025 "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia". Sepintas memang bagus penetapan tema tersebut, bahkan seolah memberikan harapan. Namun, apakah hal tersebut akan terwujud?
Sekularisasi Pesantren
Kehidupan saat ini, khususnya Indonesia masih dalam cengkeraman sekularisme. Di lingkungan pesantren, tidak lepas dari upaya sekularisasi. Fungsi pesantren yang notabene sebagai pusat pencetak ulama dan calon warasatul anbiya' hari ini justru ternoda dengan kebijakan pemerintah yang mendistraksi fokus santri dengan memosisikannya sebagai duta budaya dan motor kemandirian ekonomi.
Sebagai motor kemandirian ekonomi, pemerintah memberlakukan kebijakan melalui berbagai inisiatif yang mencakup pengembangan wirausaha berbasis syariah, pemberdayaan masyarakat melalui produk lokal, dan keterlibatan dalam ekonomi digital. Santri juga berperan sebagai agen edukasi keuangan dan terlibat dalam membangun ekosistem ekonomi pesantren, seperti melalui program One Pesantren One Product (OPOP).
Hal tersebut tentu akan memecah fokus santri dalam mendalami ilmu Islam. Padahal seharusnya santri bisa menjadi motor penggerak perubahan, bukan penggerak ekonomi. Namun, memang ketika berharap hal tersebut pada kapitalisme sekularisme hal itu mustahil terwujud.
Mewujudkan Peradaban Islam
Dalam pandangan Islam, upaya mewujudkan kembalinya peradaban Islam adalah kewajiban bagi setiap muslim. Artinya, ini adalah kewajiban yang dibebankan pada seluruh pundak kaum muslim. Oleh karena itu, hal ini tidak akan hanya menjadi sekadar narasi dan seruan semata yang seruan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan tata aturan.
Penting untuk menelusuri bagaimana Islam membangun peradabannya. Tidak hanya mengintegrasikan ilmu saja. Lebih dari itu, Islam menjadikan akidahnya sebagai asas bagi kehidupan. Aturan Islam dijadikan sebagai tuntunan dalam beramal. Makna kebahagiaannya adalah ketika mampu meraih rida Allah. Ini sangat berbeda dengan kapitalisme yang hanya memandang kebahagiaan dari faktor ekonomi.
Pesantren dalam Islam hanya menjadi salah satu komponen yang berperan untuk mewujudkan kembali peradaban Islam. Hal ini membutuhkan perjuangan dakwah politik Islam yang akan mengarah pada hadirnya peradaban Islam yang hakiki. Peradaban itu akan terwujud dalam sistem Islam. Marilah kita menjadi bagian yang berpartisipasi dalam upaya mewujudkannya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


