Alt Title

Pendidikan Islam: Penyelamat Umat Membentuk Peradaban Islami

Pendidikan Islam: Penyelamat Umat Membentuk Peradaban Islami



Dalam Islam, negara harus berperan dalam penerapan sistem pendidikan Islam

yakni kurikulum harus wajib dilandaskan akidah Islam

________________________________


Penulis Aksarana Citra 

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di sore itu, sudah masuk waktu Asar. Waktu di mana aktivitas terjeda dari letih dan harap dunia. Waktu sebelum gelap menutup segala. Suara azan berkumandang seakan memanggil jiwa-jiwa untuk beristirahat dalam doa.


Tidak terpikirkan sebelumnya akan terjadinya kejadian yang memilukan di waktu Asar tersebut. Saat tubuh mulai bangkit dari sujud, tiba-tiba bangunan musala yang sedang tahap pembangunan itu bergetar dan roboh. Puluhan santri dan jemaah tertimpa reruntuhan bangunan. Sayup-sayup terdengar jeritan tangisan dan erangan meminta tolong.


Tanggal 29 September 2025 itu menjadi Senin kelabu. Bangunan yang diharapkan menjadi tempat beribadah dan suatu kebanggaan pondok pesantren Al Khoziny malahan ambruk dan menjadi musibah bagi ponpes tersebut.


Tercatat sementara 167 santri menjadi korban. Di antaranya 37 korban meninggal dunia, dan puluhan lainnya luka luka. Data ini bersifat dinamis dan sewaktu-waktu bisa berubah. Korban yang selamat sudah dievakuasi ke beberapa rumah sakit di Sidoarjo.


Penyebab robohnya musala tersebut belum pasti. Akan tetapi, dugaan sementara bangunan musala tidak kuat menahan beban kontruksi. Di mana rencananya musala yang sudah berlantai dua itu sedang proses renovasi dan dibangun menjadi lantai tiga. (ngopibareng.id, 30-09-2025)


Akibat Kapitalisme


Bukan rahasia umum, kebanyakan pesantren membuat para santrinya diperbantukan untuk membangun pesantren. Dari beberapa video yang beredar di Instagram, ada video sebelum kejadian ambruknya musala. Di mana para santri bergotong royong ikut serta dalam pembangunan musala. Video yang beredar menunjukkan pesantren tersebut mempunyai tradisi hukuman ngecor untuk santri yang melanggar aturan.


Hal  ini sepertinya lumrah terjadi. Mereka menjadi tenaga kerja gratis karena yakin setiap tetes keringatnya menjadi amal jariah. Kenyataannya, mereka bukan tenaga ahli di bidang bangunan. Hal seperti ini terjadi atas nama pengabdian.


Seharusnya para santri itu belajar menimba ilmu agama. Menjejali kegiatan dengan belajar. Bukan malah mengorbankan waktu belajar dan hak-hak sebagai santri untuk menuntut ilmu, tetapi dipakai menjadi tenaga kerja gratis. Pengabdian yang tidak diimbangi dengan kemampuan, penghargaan, tenaga kerja gratis serta tidak adanya keadilan dalam beban kerja bukankah bisa menjelma menjadi bentuk eksploitasi.


Pembangunan gedung pesantren yang makin megah menjadi prestise dan adu gengsi antara pesantren. Mereka saling beradu menjadi yang lebih megah dan mewah. Demi citra pesantren agar selalu harum dan menjadi daya tarik kepada calon santri berikutnya.


Seharusnya yang mereka lakukan itu adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan fasilitas untuk santri ke arah lebih baik, bukan bangunannya saja. Memang kualitas pendidikan santri di Indonesia saat ini sudah banyak kemajuan. Misalnya dari penggabungan ilmu agama dan ilmu umum.


Penguatan karakter, kedisiplinan dan kemandirian. Adanya pengakuan negara melalui UU pesantren tahun 2019. Selain itu, banyak yang mengusung pesantren teknologi, pesantren tahfiz internasional, hingga pesantren wirausahawan.


Akan tetapi, di balik semua itu terdapat sejumlah kelemahan. Banyak pesantren mengadopsi kurikulum nasional yang bercampur dengan paham sekularisme dan liberalisme. Akhirnya, penerapan syariat Islam tidak bisa terlaksana dan santri menjadi bebas berekspresi, berbuat dan, bergaul.


Tidak banyak pesantren yang menerapkan syariat Islam sebagai dasar pendidikan, tetapi lebih memilih ke ilmu duniawi yang di mana ilmu tersebut tidak ada kaitannya dengan akidah dan syariat.


Di pesantren, santri hanya dibina pada penguatan moral, akhlak pribadi seperti pembelajaran fikih, penguatan ibadah mahdah, mengamalkan kebiasaan hormat santun dan berakhlak baik. Sementara peran stategis Islam dalam ranah sosial politik dihilangkan. Alhasil, menjadikan santri sekarang ini memilah-milah hukum syarak sesuai kebutuhan, seperti halnya memilih  jamuan di prasmanan.


Adanya UU pesantren tahun 2019 yang mengarahkan pendidikan pesantren harus sesuai dengan kebijakan pemerintah, akhirnya pesantren tidak lagi independen dan syariat Islam pun dikerdilkan tidak diterapkan secara menyeluruh.


Inti dari semua itu karena moderasi pesantren. Moderasi yang mencakup konsep, sikap, dan pola pikir santri di pesantren dan pemikiran itu masuk ke dalam kurikulum pelajaran dan pendidikan yang sesuai dengan UU pesantren tahun 2019. Alhasil, membentuk pemikiran para santri menjadi jauh dari syariat Islam. Santri kini makin bebas berekspresi dan tidak menjadikan syariat Islam sebagai pedoman hidupnya.


Moderasi bisa ditafsirkan sebagai mengurangi, maksudnya hukum-hukum Islam diambil yang sesuai zaman now agar bisa diterima semua pihak tidak diterapkan seluruhnya. Seharusnya penerapan syariat Islam itu di semua lini kehidupan (kafah). Kalau tidak santri berpotensi menerima pluralisme dan tidak berpegang teguh pada hukum syariat.


Akhirnya, santri hasil dari moderasi pesantren memiliki paham sekuler liberalis dan melemahkan ajaran Islam. Islam tidak perlu dimoderasi karena syariat Islam itu sudah sempurna dan komprehensif.


Pandangan Islam


Dalam Islam, negara harus berperan dalam penerapan sistem pendidikan Islam, yakni kurikulum harus wajib dilandaskan akidah Islam. Islam diterapkan di semua materi pelajaran dan metode pengajaran pun harus sesuai dengan syariat Islam.


Selain itu, kurikulum telah diatur negara dan harus seragam. Semua sekolah menerapkan kurikulum yang sama dan berlandaskan hukum syarak. Agar terwujudnya pendidikan yang sejalan dengan tujuan pendidikan yang diterapkan oleh negara.


Negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan fitrah manusia. Di mana laki-laki dan perempuan diberikan kesetaraan dalam pendidikan dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pendidikan di Islam ada 2 jenjang yakni pendidikan dasar ibtidaiyah dan pendidikan menengah tsanawiah.


Negara wajib memberikan pendidikan gratis untuk seluruh masyarakatnya tanpa kecuali. Memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya secara gratis pula. Negara menyediakan sarana dan prasarana penunjang pendidikan, seperti perpustakaan laboratorium, gedung-gedung penunjang dan fasilitas untuk para murid agar fokus belajar.


Negara memberikan anggaran biaya untuk para murid yang mau melakukan penelitian berbagai cabang ilmu. Negara juga wajib menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya. Negara memberikan upah yang cukup untuk para guru dan pegawai pendidikan agar mereka fokus pada pekerjaannya dan tugasnya.


Bahkan di masa Khalifah Umar bin Khattab r.a. beliau pernah menggaji guru untuk mengajar  dengan diberi upah sebanyak 15 dinar. Jika diakumulasikan dengan 1gr emas seharga Rp2.237.000 berarti guru mendapatkan upah sebanyak Rp33.555.000/bulan. Upah untuk guru ini diambilnya dari Baitulmal. Semua itu bersumber dari Syekh Abu Yasin dalam kitab Usus At Ta’lim di Daulah Al-Khilafah hlm 9 (mmc.net, 5 Juni 2025)


Menurut Syaikh Taqiyuddin an Nabhani menjelaskan konsep pendidikan Islam. Prinsip utamanya adalah pendidikan dalam Islam bukan hanya sekadar transfer ilmu, tetapi harus terbentuk pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam agar terbentuk siswa-siswi yang memiliki syakhsiyah Islam atau kepribadian Islam.


Kurikulum pun harus berlandaskan akidah Islam. Ilmu agama seperti Al-Qur’an, Sunnah, fikih, hadis, tafsir wajib dipelajari. Selain itu, ilmu kehidupan seperti ilmu kedokteran, teknik, matematika, fisika, astronomi dipelajari, dan menjadi fardu kifayah untuk kemaslahatan umum. Ilmu yang bertentangan dengan Islam dan berpotensi merusak akidah tidak boleh diajarkan. Metodenya menanamkan pemikiran Islam secara menyeluruh sesuai dalil syarak dalam materi materi pelajaran. Khalifah menjadi penanggung jawab untuk berlangsungnya pendidikan di negara. 


Khatimah


Pendidikan dalam Islam adalah sebuah pilar terpenting dalam membangun suatu peradaban umat. Tujuan utamanya membentuk pribadi pribadi muslim yang taat pada syariat. Selain menguasai ilmu syar’i, mereka pun mengusai ilmu ilmu dunia, menerapakan syariat Islam di kehidupan, selain mencetak generasi cerdas secara intelektual Islam pun mencetak generasi yang memiliki syakhsiyah Islam.


Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)


Wallahualam bissawab.