Alt Title

Job Hugging: Kerasnya Bertahan Hidup dalam Kapitalisme

Job Hugging: Kerasnya Bertahan Hidup dalam Kapitalisme



Dalam khazanah Islam aturan yang diterapkan bukan dari akal manusia melainkan dari wahyu

Bahkan pada masa Daulah Islam, pemimpin/khalifah menjadi pengurus rakyat bukan justru dilayani oleh rakyat

______________________________


Penulis Rahmatul Aini S.Sos 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengemban Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena job hugging terus mencuat di beberapa negara, tak terkecuali di Indonesia. Bahkan sudah menjadi tren di kalangan kawula muda, yakni bertahan bekerja meski pada dasarnya tidak bahagia di tempat kerja. 


Biaya hidup yang tinggi dan sulitnya lapangan pekerjaan, akhirnya memilih bertahan ketimbang menjadi pengangguran. Alhasil, mereka harus menanggung risiko tidak nyaman daripada mencari peluang baru yang tentu belum pasti. 


Bahkan guru besar Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, M.A. menyebutkan fenomena job hugging disebabkan karena sulitnya pasar kerja, dan ini juga menjadi faktor masyarakat lebih memilih bertahan pada pekerjaannya. Bahkan mencari pekerjaan yang baru pun memiliki konsekuensi yang sangat tinggi tambahan beliau. (ugm.ac.id, 17-09-2025)


Sebelumnya para millenial dan Gen Z ramai melakukan job hopping di mana mereka bebas berpindah tempat kerja demi meraih gaji besar. Namun, fenomena tersebut bergeser menjadi job hugging bertahan walau tidak nyaman bahkan dengan gaji yang sedikit. 


Tantangan Hidup Lebih Besar 


Hidup dalam kubangan kemiskinan memang sangat sulit. Apalagi kondisi ekonomi yang makin melemah dan kalang kabut, ditambah dengan situasi ekonomi global yang terus-menerus mengalami inflansi dan resesi. 


Sementara itu, kebutuhan hidup serba mahal mulai dari kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Di saat yang sama PHK massal dan pengangguran terjadi di semua kalangan, fenomena job fair yang membludak kita saksikan setiap tahun di setiap daerah. 


Fresh graduate pun banyak yang nganggur, tidak mampu terserap di dunia industri. Mereka tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Alhasil, banyak dari mereka yang menganggur atau bekerja tidak sesuai bidangnya, misal lulusan teknik pertanian jadi gojek, pendidikan guru jadi OB, dan masih banyak lagi. 


Sebab Kapitalisme 


Gagalnya kapitalisme terbukti dengan sempitnya lapangan pekerjaan bagi pribumi padahal sumber daya alam Indonesia sangat banyak. Namun, tidak satu pun dinikmati oleh rakyat, justru yang ada pekerja asing berbondong-bondong masuk dan mirisnya rakyat justru mengadu nasib di negeri orang.


Sungguh sangat memprihatinkan, di saat negeri ini memperkaya orang luar namun rakyat terlunta mencari pekerjaan. Negara telah melegalkan sumber daya alam dikelola oleh segelintir korporasi sehingga kesenjangan terhadap rakyat pun makin nampak, yang kaya makin kaya dan miskin tambah melarat.


Bayangkan saja kesenjangan yang terjadi bukan karena negara tidak punya uang, tetapi uang tidak sampai kepada rakyat. Distribusi yang buruk acapkali yang mendapatkan bantuan justru orang kaya raya, dan aktor dari kesenjangan ini semua adalah negara yang bertanggung jawab atas penderitaan rakyat hari ini. 


Di sisi lain, ada orang yang mampu punya penghasilan besar mencapai miliaran perbulan bahkan triliunan dari hasil tambang mereka. Sementara rakyat kecil harus berjuang untuk menyambung hidup dengan kerja serabutan ada yang jadi pemulung, pengemis, bahkan menjadi maling.


Negara hanya berperan sebagai regulator, berlepas tangan tidak mau mengurus aspek kehidupan masyarakat, dan tidak menyediakan lapangan pekerjaan. Akhirnya, rakyat berjuang sendiri dan pihak swasta mengambil alih kewajiban negara dalam menyediakan lowongan kerja.


Sementara itu, negara membuat regulasi yang memberikan keuntungan besar bagi korporasi dan segelintir para kapitalis untuk menguasai sumber daya. Prinsip liberalisasi perdagangan termasuk perdagangan jasa, menjadi sebab lepas tangan negara dalam memastikan rakyat untuk bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat.    


Islam Menjadi Solusi 


Dalam khazanah Islam aturan yang diterapkan bukan dari akal manusia, melainkan dari wahyu. Bahkan pada masa Daulah Islam, pemimpin/khalifah menjadi pengurus rakyat bukan justru dilayani oleh rakyat. Bahkan tidak menyiksa rakyat dengan pajak, kebutuhan hidup yang serba mahal, bukan seperti dalam kapitalisme hari ini. 


Khil4fah akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Dalam hal ini, rakyat bisa diberdayakan dengan mengelola sumber daya alam, memberikan tanah produktif atau tanah terlantar serta memberikan bantuan modal usaha. Tidak hanya itu, sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan akan disediakan.


Rasulullah saw. bersabda, “Imam atau kepala negara adalah pengurus bagi rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis di atas menjelaskan penyediaan lapangan kerja oleh negara bukanlah pilihan, tetapi kewajiban syar’i yang ditunaikan oleh negara kepada rakyatnya. 


Output pendidikan dalam Islam akan selaras dengan lapangan pekerjaan dan yang terpenting dibingkai dengan ruh serta keimanan sehingga kesadaran rakyat melakukannya dengan dorongan ibadah dan mengaitkan dengan sikap standar halal-haram, mampu menimbang dari kacamata syariat. 


Tidak hanya itu, negara pun melayani rakyat dengan dorongan ibadah, urusan rakyat harus menjadi yang paling prioritas dan utama dalam hal keadilan, kesejahteraan akan mampu terealisasikan di kehidupan umat secara menyeluruh, tidak membedakan ras, warna kulit, suku, agama dan lain-lain.


Oleh karena itu, fenomena job hugging akan mampu diberantas dengan kebijakan yang sesuai syariat Islam, Islam akan mampu memfasilitasi agar mampu tetap produktif sesuai potensinya. Negara akan mengelola kekayaan umum sebab sejatinya kekayaan alam adalah milik rakyat serta amanah dari Allah Swt.. Wallahualam bissawab.