Alt Title

Haruskah Ada Sekolah Rakyat?

Haruskah Ada Sekolah Rakyat?



Adanya pembangunan Sekolah Rakyat yang direncanakan pemerintah

tak lantas persoalan pendidikan selesai


_______________________


Penulis Latifah Mubarokah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bupati Bandung Dadang Supriatna beraudensi dengan Menteri Sosial Saifullah Yusuf di Gedung Kemensos Jakarta terkait penentuan lokasi definitif pembangunan gedung permanen Sekolah Rakyat (SR) Kabupaten Bandung.


Kementerian Sosial siap menggelontorkan anggaran sebesar Rp200 milliar untuk pembangunan gedung tersebut di Desa Lebakmuncang Kecamatan Ciwidey. 


Dikabarkan Pemkab Bandung sudah menyiapkan lahan di Ciwidey seluas 7,6 hektare untuk membangun gedung Sekolah Rakyat jenjang SD, SMP, SMA. Pembangunan sekolah ini  dikhususkan untuk anak dari keluarga tidak mampu dan tergolong masyarakat miskin ekstrem yang akan berada di bawah kementerian sosial. (Detik.com, 16-9-2025)


Adanya pembangunan Sekolah Rakyat yang direncanakan pemerintah tak lantas persoalan pendidikan selesai. Karut marut dunia pendidikan dari mulai penerimaan siswa baru, zonasi, jual beli kursi, penetapan uang bangunan serta sejumlah pungutan tak jelas masih terjadi di beberapa sekolah negeri. Program SR ini justru menunjukkan bahwa negara gagal mewujudkan pendidikan yang selama ini telah berjalan semisal 'wajib belajar 9 tahun.' 


Faktor utamanya adalah kemiskinan sehingga banyak anak putus sekolah dan tidak mampu melanjutkan ke jenjang berikutnya padahal pendidikan merupakan hak dasar rakyat yang wajib dipenuhi pemerintah. Sebelum memproklamirkan SR baiknya pemerintah membenahi polemik di lembaga pendidikan yang ada, baik negeri atau swasta.


Sekolah negeri maupun sekolah swasta sama-sama didorong memajukan pendidikan nasional bukan semata mencari keuntungan dengan beragam pungutan dan mengabaikan kualitas pendidikan serta outputnya. Masalah kualitas pendidikan sekolah negeri yang jauh dari sekolah swasta, ini menggambarkan gagalnya negara mewujudkan pendidikan berkualitas bagi generasi.


Fakta menunjukkan masih banyak sekolah negeri yang rusak. Alangkah lebih baiknya jika dana yang dipersiapkan sebesar Rp200 milliar itu dialokasikan untuk merenovasi sekolah-sekolah yang sudah rusak, membantu siswa miskin agar tidak putus sekolah (beasiswa) dan bisa digunakan untuk menggaji guru honorer secara layak.


Persoalan-persoalan di atas bermuara pada sistem yang diterapkan, yakni kapitalisme. Kapitalisasi pendidikan membuat biaya sekolah mahal dan berkasta, tidak semua rakyat bisa mengakses pendidikan berkualitas. Ini merupakan dampak dari kepemimpinan sekuler kapitalis yang memposisikan negara sebagai regulator dan menjadikan layanan publik sebagai ajang bisnis.


Kapitalisme telah melegalkan pihak swasta membangun sekolah untuk kepentingan bisnis, bahkan negara menganggap pihak swasta yang berkontribusi membangun institusi pendidikan adalah kerjasama yang baik bagi rakyat. Realita ini kian menegaskan jauhnya peran negara sebagai pengurus rakyat. Negara hanya sebagai mediator antara masyarakat, swasta, dan seolah menyerahkan pendidikan pada mekanisme pasar.


Rakyat yang mampu dan kaya dipersilakan memilih sekolah swasta sedangkan rakyat yang hidupnya pas-pasan harus sekolah di negeri dengan kualitas seadanya. Pemerintah mulai merencanakan pembangunan Sekolah Rakyat. Namun, timbul pertanyaan apakah betul untuk kepentingan rakyat? Mungkinkah ada jaminan pendidikan berkualitas yang didapatkan? Pasalnya, selama ini perhatian pemerintah terhadap pendidikan warganya sangat minim bahkan bisa dikatakan negara abai terhadap tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan berkualitas seluruh rakyatnya.


Sikap demikian timbul dikarenakan sistem kapitalisme yang sesungguhnya menjadi akar permasalahan dalam mengarahkan penyelenggaraan pendidikan di negeri ini. Alih-alih mengambil solusi untuk rakyat nyatanya hanya melakukan tambal sulam yang tidak solutif yang bahkan mencederai rasa keadilan masyarakat. Bahkan menempatkan masyarakat miskin sebagai beban yang diberi layanan minimal.


Kondisi berbeda akan kita dapatkan pada penyelenggaraan pendidikan yang diatur oleh sistem Islam. Dalam Islam pendidikan dipandang hak semua orang yang wajib dipenuhi oleh negara dengan layanan yang maksimal. Hadirnya pendidikan Islam akan mencetak generasi yang siap merealisasikan ilmu dalam kehidupan untuk membangun peradaban yang mulia sebab pendidikan Islam pada dasarnya merupakan pilar peradaban. Pendidikan Islam wajib diwujudkan oleh negara yang berperan sebagai pengurus.


Rasulullah saw. bersabda: "Imam (Khil4fah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Berdasarkan hadis tersebut negara tidak boleh berperan sebagai regulator yang menyerahkan penyelenggaraan pendidikan kepada pihak swasta. Namun, negara wajib menyediakan pendidikan berkualitas dan gratis untuk setiap warga negaranya, tanpa terkecuali baik kaya atau miskin, muslim ataupun non muslim, baik pintar atau biasa saja.


Karena, kedudukan menuntut ilmu dalam Islam adalah sebuah kewajiban dan Allah mengangkat derajat orang-orang berilmu. Dengan ilmu seseorang dapat mempelajari manusia, alam semesta, dan kehidupan hingga menjadikannya memahami hakikat pencipta. Orang berilmu akan dapat memanfaatkan ilmunya secara efektif untuk memberikan kemaslahatan bagi umat manusia di berbagai bidang.


Oleh karena itu, penyediaan infrastruktur pendidikan serta sarana prasarana pendidikan menjadi sangat urgen dilakukan oleh negara sebagai bagian dari layanan pendidikan. Islam mewajibkan negara menyediakan secara gratis dan tidak memungut pendanaan dari rakyat dalam bentuk apapun. Negara bersama aturan yang bersumber dari syariat akan bisa menjamin pelaksanaan pendidikan. 


Apalagi, sistem ekonomi dan APBN yang sesuai Islam akan membuat negara memiliki modal yang berlimpah untuk memenuhi hak-hak pendidikan seluruh rakyatnya. Pembiayaan pendidikan ditanggung Baitulmal dari pendapatan pemanfaatan sumber daya alam kepemilikan umum. Sungguh penyelenggaraan pendidikan yang memadai dan berkualitas hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]