Tak Cukup Sekolah Lima Hari Pendidikan Masalah Sistematis
Surat PembacaMelihat bagaimana pendidikan sekuler hari ini sangat menghancurkan generasi muslim
Menjadikan belajar hanya sekadar rutinitas bukan kebutuhan
_______________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan mulai menerapkan kebijakan sekolah lima hari pada tahun ajaran baru 2025 yang dimulai Senin (14-07-2025).
Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Alexander Sinulingga mengatakan kebijakan sekolah Senin-Jumat dan Sabtu-Minggu libur itu diberlakukan secara serentak. Termasuk sekolah swasta. “Jadi swasta harus menyesuaikan dengan itu,” kata Alex di kantornya Selasa (08-07-2025) malam.
Penerapan kebijakan ini berlaku untuk jenjang Sekolah Menengah (SMA), Sekolah menengah Kejuruan ( SMK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB). Alexander menambahkan, surat keputusan dari keputusan dari Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution sudah disiapkan dan ditandatangani (KOMPAS.com)
Selayang Pandang Sekolah Lima Hari
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menerapkan kebijakan sekolah SMA atau SMK hanya lima hari saja pada tahun 2025. Pemerintah mengharapkan agar anak-anak dan orang tua memiliki banyak waktu bersama, seperti berlibur bersama dan banyak berkomunikasi kepada anak.
Banyaknya kasus generasi remaja saat ini dari kasus narkoba, geng motor, tawuran yang dianggap pemerintah disebabkan kurangnya kebersamaan anak dan orang tua sehingga pemerintah meliburkan sekolah Sabtu dan Minggu.
Pemerintah juga berharap dengan adanya libur dua hari akan memberikan waktu bersama anak dan orang tua untuk berlibur di tempat wisata dan banyak berbelanja sehingga membuat UMKM sejahtera. Selain itu, ekonomi Indonesia makin maju dan mengurangi kemiskinan padahal ketika di telusuri, liburnya anak-anak sekolah SMA atau SMK akan menghabiskan waktunya di depan ponsel, baik scroll media sosial atau bermain games.
Lembaga riset Childwise mengungkapkan bahwa anak masa kini rata-rata menghabiskan waktu 6,5 jam per hari untuk beraktivitas dengan gadget. Namun, pada puncak kategori tertentu bahkan bisa sampai 10 jam per hari. Maka dari itu, aturan yang diterapkan pemerintah ini bukan memberikan solusi, tetapi merusak generasi.
Kita juga melihat bagaimana pendidikan sekuler hari ini sangat menghancurkan generasi muslim. Menjadikan belajar hanya sekadar rutinitas, bukan kebutuhan. Kemudian mendapatkan ijazah tanpa membentuk kepribadian yang baik.
Islam Solusinya
Seharusnya pemerintah sebagai pelayan masyarakat yang akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemerintah memberikan lapangan pekerjaan kepada ayah dengan gaji yang cukup sehingga seorang ayah mempu memenuhi kebutuah rumah tangga. Ketika kebutuhan rumah tangga sudah terpenuhi di satu sisi istri tidak perlu lagi bekerja di luar rumah.
Si ibu akan fokus menjadi ibu rumah tangga. Menjalankan kewajiban sebagai ummu warabatul bait dan pengurus anak sehingga seorang ibu dapat mengasuh anak-anak dan sebagai pengelola rumah tangga. Anak akan mendapatkan pendidikan agama dari orang tua serta anak juga mendapatkan pengawasan dari orang tua secara langsung.
Dalam Islam, pendidikan sangat penting dan dianggap sebagai kewajiban. Rasulullah saw. bersabda: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan.” (HR. Ibnu Majah). Di mana, ilmu mereka kelak bermanfaat untuk dunia dan akhirat.
Negara sebagai pengayom bagi massyarakat yang akan memberikan kebutuhan penuh bagi masyarakatnya sehingga negara akan memberikan pendidikan yang gratis dan aturan serta kurikulum yang diberikan juga berasal dari Islam. Dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan.
Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib di lurus negara. Rasulullah saw. bersabda: “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara juga harus memberikan kurikulum Islam. Dalam dunia pendidikan, Islam harus memastikan bagaimana anak benar-benar memiliki kepribadian Islam dengan mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangannya sehingga tercermin ketakwaan individu dalam setiap anak. Alhasil, generasi yang terlahir adalah generasi pejuang Islam yang jauh dari perbuatan maksiat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]
Tini Sitorus, S.Pd