Alt Title

Kenaikan Gaji Hakim Akankah Menjamin Hukum yang Adil?

Kenaikan Gaji Hakim Akankah Menjamin Hukum yang Adil?



Kapitalis sekuler menjadi akar permasalahan setiap lini kehidupan kita 

salah satunya termasuk korupsi para hakim


________________________


Penulis Harnita Sari lubis,S.Pd.I
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah

KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Presiden Prabowo Subianto berencana menaikkan gaji hakim hingga sebesar 280 persen. Janji itu ia sampaikan ketika menghadiri acara pengukuhan hakim pengadilan tingkat pertama pada peradilan seluruh Indonesia di Balairung Mahkamah Agung (MA) Jakarta 12 Juni 2025. (Tempo.co, 13-06-2025)


Rencana Prabowo menaikkan gaji hakim agar para hakim di Indonesia tidak korupsi. Seperti yang kita ketahui, para hakim di Indonesia sudah sering tertangkap tangan melakukan transaksi terhadap para pelaku kejahatan sehingga para pelaku tersebut dengan mudah mendapatkan hukuman ringan bahkan terbebas dari segala tuduhan tindak kejahatan. 


Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kurun waktu 2010-2025, ada peringkat pertama yang diduduki oleh hakim sebanyak 31 orang yang terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK. Pengacara berada di peringkat kedua dengan jumlah 19 orang, kemudian jaksa peringkat ketiga sebanyak 13 orang, dan terakhir polisi 6 orang.


Data tersebut belum mencakup semuanya yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, yaitu ada delapan hakim yang dijadikan tersangka dan ditahan penyidik Kejagung dari tahun 2024 hingga April 2025. Mereka adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menerima suap untuk menjatuhkan vonis bebas bagi Gregorius Ronald Tannur, terdakwa penganiayaan yang menyebabkan kematian kekasihnya yang bernama Dini Sera Afrianti.


Penyidik juga menetapkan Ketua PN Surabaya sebagai tersangka karena turut menerima suap dan berperan menunjuk majelis hakim yang mengadili Ronald Tannur. Kemudian, ada pula Ketua PN Jakarta Selatan dan tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang ditahan karena dugaan suap dalam vonis lepas perkara korupsi korporasi. (Kompas.id, 04-05-2025)


Berdasarkan data ICW, ada sebanyak 29 hakim terlibat kasus dugaan suap untuk mengatur vonis para terdakwa sepanjang tahun 2011-2024. Adapun nilai suap yang diterima para hakim itu bila ditotal mencapai Rp107,9 miliar. Nilai suap mencapai Rp107.999.281.345, demikian dikutip dari keterangan resmi ICW, dikutip pada Senin (21-04).


Setiap tahun ada saja tertangkap tangan KPK masalah suap-menyuap para hakim. Sepertinya sudah menjadi rahasia umum kepada masyarakat bahwasanya para hakim ini sering tertangkap tangan menerima suap untuk memuluskan para pelaku agar hukumannya diringankan hingga terbebas dari hukuman. Belum lagi masyarakat disuguhkan dengan berita penjara yang mewah seperti hotel lengkap dengan fasilitas VIP seperti AC dan pernak pernik tempat tidur juga toilet yang luxury.


Semua itu bisa ditemukan di penjara Indonesia khusus untuk kelas mewah. Maraknya suap di kalangan hakim inilah sehingga Prabowo memutuskan untuk menaikkan gaji para hakim tersebut agar ke depannya enggan untuk menerima suap lagi dan bisa menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. 


Namun, para pengamat di Indonesia menganggap kenaikan gaji para hakim ini tidak dapat menjamin para hakim tersebut tidak menerima suap lagi. Para koruptor ini sudah begitu rakus dengan harta sehingga berapa pun harta yang ada tidak akan cukup untuk dirinya dikarenakan sudah mengawali kehidupannya dengan menerima suap tersebut. Maka dari itu, mereka sudah haus dan makin haus dengan harta.


Kapitalis sekuler menjadi akar permasalahan setiap lini kehidupan kita dan salah satunya korupsi para hakim. Pemisahan agama dari kehidupan setiap individu, negara, dan kehidupan dunia yang sudah dibiasakan dengan kemewahan harta yang telah ditanamkan dari orang tua kita sedari kecil. Negara juga menerapkan kehidupan yang hedonis dan kemewahan sehingga membuat para pejabat dan rakyat memilih untuk mengayakan dirinya agar dipandang manusia hebat juga berkelas.


Pemikiran manusia sekarang sudah diracuni dengan kesenangan dunia adalah tujuan utama dari kehidupan sehingga baik masyarakat dan para pejabatnya berlomba-lomba untuk mencari kesenangan duniawi dengan mempunyai materi yang sebanyak-banyaknya. Mereka tidak peduli lagi terhadap larangan agama untuk tidak berbuat curang dan serakah. Maka dari itu, manusia di zaman ini sikut-menyikut demi mendapatkan kesenangan duniawi. Menghalalkan segala cara demi segepok cuan. Karena uang adalah segala kesenangan di dalam kehidupan dunia. 


Islam Solusi Hakiki


Islam menentukan banyak persyaratan untuk menjadi seorang hakim karena Islam mengatur segala aspek kehidupan, termasuk dalam tindak pidana Allah telah memberikan hukuman-hukuman yang sudah termaktub didalam Al-Qur'an dan hadis. Salah satunya ketika manusia melakukan suatu kejahatan dengan menghilangkan nyawa orang tanpa sebab hukumnya adalah kisas, yaitu balasan terhadap si pembunuh adalah hukuman nyawa dibayar nyawa.


Sesuai di dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 178 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih."


Jadi, semua hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah di dalam Al-Qur'an dan hadis harus dapat dihafal oleh seorang hakim. Bukan main-main hakim dalam sistem Islam adalah seorang yang hafiz 30 juz dan hafal beribu hadits beserta menjadi seorang mujtahid mutlak sehingga pemimpin para hakim adalah faqih fiddin, yaitu paham ilmu agama secara mendalam dan ketakwaan individu tidak lepas dari seorang hakim sehingga hakim tidak sesuka hati dalam mengambil keputusan.


Seorang hakim yang takwa memikirkan ketika mengambil keputusan, dia akan betul-betul mengambil keputusan yang benar karena para hakim berpikir satu kakinya di neraka dan satu kakinya di surga. Maka, seorang hakim harus benar-benar berilmu dan bertakwa dalam memutuskan perkara pengadilan yang ditanganinya.


Hukum Islam yang diterapkan dari Al-Qur'an dan hadis menjadi zawajir yaitu efek jera dan jawabir yaitu penebus dosa di akhirat bagi si pelaku sehingga orang-orang berpikir dua kali untuk melakukan tindak kriminal karena hukumannya sangat berat. Namun sekarang, hukuman di zaman kapitalis ini hanya hukuman penjara dan hukuman tersebut bisa dikurangi atau diberi keringanan masa tahanan jika para penjahat berkelakuan baik selama di penjara. Maka dari itu, hukuman di zaman kapitalis ini tidak membuat efek jera kepada pelaku.


Terlebih lagi, kejahatan sekarang sudah seperti makanan sehari-haru masyarakat, tidak ada lagi keamanan baik itu di rumah, lingkungan, maupun negara. Saatnya kita kembali ke sistem Islam dalam naungan Daulah, yaitu sistem yang bersumber dari sang Khalik yang sudah pasti membawa kesejahteraan dan keamanan. Hukumnya bersumber dari Sang Pencipta ummat manusia yang sudah pasti mengetahui kebaikan dan keburukan manusia itu sendiri. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]