Alt Title

Vasektomi Syarat untuk Bansos, Nyata Suatu Kezaliman!

Vasektomi Syarat untuk Bansos, Nyata Suatu Kezaliman!


Ketua Komnas HAM Atnika Nova Sigito mengatakan bahwa menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial adalah bentuk pelanggaran hak otonomi tubuh

_______________________________


Penulis Tinah Asri 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gubernur Jawa Barat yang satu ini memang beda. Dia senang sekali membuat sensasi dengan mengeluarkan kebijakan yang mengundang kontroversi. Kang Dedi Mulyadi (KDM) begitulah orang-orang memanggilnya, dia mengusulkan Vasektomi menjadi syarat untuk mendapatkan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat pra sejahtera di wilayahnya, Jawa Barat. Gagasan tersebut dia sampaikan dalam rapat Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan tajuk "Gawe Rancage Pak Kades Jeung Pak Lurah" di Pusdai, Jawa Barat, Senin 28 April 2025. 


Dedi Mulyadi juga mengatakan, bagi laki-laki yang bersedia melakukan vasektomi akan diberi uang intensif sebesar lima ratus ribu rupiah sebagai imbalan karena telah mendukung kebijakan pemerintah. Melalui program Keluarga Berencana (KB) pria vasektomi ini diharapkan bantuan sosial bisa terdistribusikan secara merata, jadi tidak hanya bertumpu pada keluarga yang itu-itu saja. Baginya, vasektomi merupakan bentuk tanggung jawab pria terhadap dirinya sendiri dan keluarga. Suami mengambil alih peran dalam membatasi angka kelahiran, yang selama ini dibebankan kepada perempuan. 

"Jangan membebani reproduksi hanya pada perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab anu beukian mah salakina," ujarnya. (CNNIndonesia.com, 09-05-2025)


Tak urung usulan ini pun langsung mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, termasuk  Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat. Ketua MUI Jawa Barat, K.H. Rahmat Syafei mengatakan tindakan vasektomi tanpa alasan syar'i jelas hukumnya haram menurut Islam.  Meskipun dalam kondisi-kondisi tertentu vasektomi boleh dilakukan apabila berhubungan dengan kesehatan reproduksi pada seorang pria. Mengenai keharaman asektomi ini telah ditetapkan pula dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 2012 lalu di Cipinang Tasikmalaya.


Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnika Nova Sigito yang mengatakan bahwa menjadikan vasektomi sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial adalah bentuk pelanggaran hak otonomi tubuh.Tubuh termasuk bagian privasi, jadi tidak boleh dikompromikan dengan sebuah kebijakan, karena bisa disebut sebagai bentuk pemaksaan.


Vasektomi Upaya Memandulkan Rakyat Miskin 


Sebenarnya vasektomi sudah sejak lama ditawarkan kepada masyarakat Indonesia. Vasektomi adalah salah satu program keluarga berencana (KB) untuk pria yang dilakukan dengan metode operasi atau pembedahan untuk menyumbat atau memutus saluran sperma (vas deferens). Sebagian besar vasektomi bersifat permanen, artinya, seorang pria yang telah menjalani vasektomi kecil kemungkinan untuk bisa lagi mempunyai keturunan. Meskipun ada beberapa kasus orang yang telah menjalani vasektomi masih bisa mempunyai anak, tapi itu jarang sekali terjadi.


Di sinilah letak ketidakadilan khususnya bagi masyarakat miskin. Orang miskin dianggap sebagai sumber masalah. Orang miskin tidak boleh punya anak, harus dimandulkan secara paksa. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sama sekali tidak peduli terhadap nasib rakyat, kalaupun ada yang peduli hanya sebatas pencitraan demi kekuasaan tetap dalam genggaman.


Padahal seharusnya, pemerintahlah yang bertanggung jawab memberikan jaminan hidup layak bagi masyarakat, menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat baik itu menyangkut pangan, sandang, dan papan. Bahkan, tidak hanya itu, pemerintah pun harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan juga keamanan bagi seluruh rakyat. Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja untuk para suami. Agar mereka bisa melaksanakan kewajibannya, menafkahi dirinya sendiri dan keluarganya, dengan jerih payahnya bukan mengandalkan bantuan dari pemerintah.


Sayang, dalam negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis pemerintah hadir bukan untuk mengurusi rakyat. Dengan mengatasnamakan rakyat, sejatinya para pemimpin bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, juga partai pengusungnya. Itu sebabnya kemakmuran dan kesejahteraan hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang, yakni para penguasa, wakil rakyat, elite partai dan pemilik modal. 


Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin terasa. Pejabatnya kaya raya, bergelimang harta, bisa naik jet pribadi, sementara rakyatnya tetap dibiarkan sengsara dan menderita. Maka wajar jika timbul kecemburuan sosial, akibatnya terjadi berbagai tindak kejahatan dan ujung-ujungnya rakyat kecil yang menjadi korban.


Fungsi Pemerintah dalam Islam 


Fungsi pemerintahan dalam Islam berbeda jauh dengan fungsi pemerintahan dalam sistem demokrasi. Pemerintah dalam Islam hadir untuk mengurusi urusan rakyat, mensejahterakannya, menjaga akidahnya dan keselamatan seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:

"Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengatur urusan mereka dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari)


Mengenai kebutuhan pokok terutama pangan, papan ,dan sandang, negara Islam akan memastikan seluruh individu rakyat terpenuhi semua kebutuhannya. Caranya, negara akan mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja, menjalankan kewajibannya menafkahi keluarga. Jika tidak mampu maka kewajiban itu dilimpahkan kepada ahli warisnya. Jika tidak ada, maka tanggung jawab diambil oleh kaum muslimin dan negara melalui baitulmal, dan yang pasti tanpa syarat apapun. Maka, dapat dipastikan tidak ada orang yang terlantar karena tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya.


Begitu pun dalam hal kepemimpinan, pemimpin dalam sistem Islam berbeda dengan pemimpin dalam sistem demokrasi. Seorang pemimpin dalam negara yang menerapkan Islam secara kafah hadir untuk melayani rakyat. Seorang khalifah dipilih karena kemampuannya dalam mengurus rakyat, karena keimanannya serta rasa takutnya kepada Allah Swt. Dengan keimanannya, seorang pemimpin akan berusaha menjalankan amanah kepemimpinan dengan sebaik-baiknya, yakni hadir sebagai pengurus rakyat, pelayan, sekaligus pelindung bagi rakyat.


Sebaliknya orang fasik tidak boleh diangkat menjadi pemimpin, sebab tanpa iman di dadanya seorang pemimpin akan mudah tergelincir ke dalam perbuatan maksiat, menggunakan kekuasaan nya untuk melakukan kezaliman dan kejahatan, seperti apa yang kita rasakan hari ini. Untuk itu, mengharapkan hadirnya seorang pemimpin yang benar-benar tulus melayani rakyat, bekerja untuk rakyat, dalam sistem demokrasi mustahil akan terwujud. Sekuat apapun iman seseorang jika berada di dalam sistem yang rusak maka akan terbawa rusak. Adanya pemimpin yang bekerja tulus melayani rakyat hanya akan terwujud jika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab. [GSM-MKC]