Jaminan Kesejahteraan dalam Islam
OpiniSejatinya kebijakan vasektomi ini berangkat dari pemikiran ideologi kapitalisme.
Ideologi ini memandang bahwa banyaknya anak akan menjadi beban, bahkan menyebabkan kemiskinan
__________________________
Penulis Ummi Qyu
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Komunitas Rindu Surga
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkapkan rencananya menjadikan vasektomi atau Keluarga Berencana (KB) pria sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial atau bansos. Ia menyampaikan rencana kebijakannya itu setelah rapat koordinasi di Gedung Balai Kota Depok pada Selasa, 29 April 2025. Dengan tujuan membantu mengurangi angka kemiskinan warga Jawa Barat.
Akan tetapi, rencana itu langsung mendapat penentangan dan kritikan dari berbagai pihak, seperti Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) dan MUI (Mejelis Ulama Indonesia). Oleh karena itu, Gubernur Jawa Barat memberikan klarifikasi bahwasanya program KB, khususnya vasektomi tidak akan dijadikan syarat masyarakat miskin untuk mendapatkan bansos. Namun, hal ini merupakan bentuk seruan dan anjuran saja. Menurutnya, program KB bagi pria tidak harus dengan vasektomi saja. Bisa dengan pengaman ataupun pencegah kehamilan lainnya yang bisa digunakan oleh laki-laki. (Tempo.id, 8-5-2025)
Vasektomi dan Perencanaan Kelahiran
Dalam dunia medis, ada 2 prosedur penghentian kemampuan reproduksi pria, yaitu kebiri dan vasektomi. Artinya, sama-sama memandulkan seorang laki-laki sehingga tidak bisa membuahi sel telur. Hanya saja perbedaannya, kebiri melibatkan pengangkatan testis sedangkan vasektomi hanya memutuskan jalur sperma dengan mengganggu vas deferens, yaitu yang menghubungkan epididimis dengan saluran kemih (uretra) sehingga sama-sama tidak bisa membuahi sel telur.
Meski metode vasektomi sudah ada operasi untuk dapat menyambungkannya kembali, akan tetapi tidak akan langsung pulih dan kembali sempurna. Kecil peluang untuk dapat menghamili istrinya kembali.
Maka dari itu, program vasektomi dan tubektomi (pemutusan saluran pada wanita) ataupun kebiri, yang menjadi bagian dari kebijakan pembatasan kelahiran (tahdîd an-nasl) hukumnya haram. Apalagi jika dijadikan sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat memaksa kepada rakyat, itu sudah termasuk bentuk kezaliman.
Selain itu, rencana kebijakan pemerintah itu bertentangan dengan syariat Islam. Karena Islam memerintahkan umatnya untuk menikah dan menganjurkan untuk mendapatkan banyak keturunan. Mengenai perencanaan kelahiran, syariat Islam mengizinkan kepada pasangan suami-istri untuk melakukan pengendalian atau pengaturan kelahiran (tanzhîm an-nasl).
Misalnya, agar seorang ibu mendapatkan waktu yang cukup untuk masa pemulihan dirinya. Sehingga ia dapat maksimal dalam memberikan perhatian dan pemeliharaan pada anak-anaknya. Oleh karena itu, Islam membolehkan kepada para suami melakukan ‘azl (coitus interruptus [senggama terputus]) atau bisa dikatakan mengeluarkan sperma di luar kemaluan saat berhubungan intim dengan istrinya.
Atas dasar itu, hukum memakai alat-alat kontrasepsi lain, seperti kondom, spiral/IUD, atau kontrasepsi hormonal seperti pil KB atau suntikan adalah boleh dan legal secara syariat selama tidak menimbulkan mudarat (bahaya) bagi pengguna. Jika itu terjadi, harus segera dihentikan. Meskipun demikian, ketentuan penggunaan alat tersebut harus datang dari kedua belah pihak bukan sebagai kebijakan yang sifatnya memaksa demi mendapatkan pelayanan dari negara.
Jika kita teliti lebih dalam, sejatinya kebijakan vasektomi ini berangkat dari pemikiran ideologi yang diemban negeri ini, yakni kapitalisme. Ideologi ini memandang bahwa banyaknya anak akan menjadi beban bahkan menyebabkan kemiskinan. Padahal tidak ada hubungannya antara populasi dengan kemiskinan. Karena sejatinya, negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Hanya saja, sistem kapitalisme ini justru berlepas tangan menyerahkan urusan hidupnya kepada masing-masing individu.
Di sisi lain, ideologi ini mengizinkan kekayaan alam dikuasai oleh swasta, baik swasta lokal maupun asing sehingga penguasaan kekayaan negara dipegang oleh segelintir orang saja hanya berputar pada kalangan mereka. Sehingga roda ekonomi tidak berputar menyeluruh dan muncul kesenjangan sosial yang lebar dan dalam.
Jelas sudah, bahwa banyaknya anak bukan penyebab kemiskinan. Melainkan sistem batil kapitalisme yang menjadikan rakyat miskin.
Sistem Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Sebagai agama yang sempurna, Islam mempunyai solusi di setiap permasalahan termasuk masalah kemiskinan. Di mana sistem Islam akan mengurus rakyatnya dengan menyediakan lapangan kerja yang luas untuk para kepala keluarga, agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain itu, Islam juga mengatur kepemilikan sumber daya alam (SDA) yang dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat. Tidak hanya itu, menerapkan sistem Islam dan aturan Allah Swt. juga akan ada keberkahan di dalamnya.
Kita juga harus meyakini bahwa setiap makhluk hidup sudah ada jaminan rezeki dari Allah Swt. sehingga tidak perlu khawatir akan kekurangan. Sebagaimana zaman dahulu, orang-orang Arab jahiliah takut akan menjadi miskin jika mereka memiliki anak, lalu Allah Swt. mengingatkan:
“Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan kepada kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (TQS. Al-Isra’ (17): 31)
Selain itu, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, Islam juga akan menyediakan fasilitas-fasilitas dengan bebas biaya, seperti sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya. Karena, pemerintahan Islam mempunyai pemasukan yang besar dari pengelolaan SDA di wilayahnya untuk kesejahteraan seluruh umat.
Demikian, sistem kehidupan Islam yang akan memberikan solusi terbaik untuk seluruh umat manusia. Dengan menerapkan sistem Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan manusia, maka akan datang keberkahan dan rida Allah Swt.. Wallahuallam bissawaab. [Dara/MKC]