Alt Title

Korupsi Tumbuh Subur Petanda Buruknya Kualitas Demokrasi

Korupsi Tumbuh Subur Petanda Buruknya Kualitas Demokrasi



Menjamurnya kasus korupsi diakibatkan oleh diterapkannya sistem sekulerisme.

Sebuah sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan

__________________________

 

KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menampilkan gaya dengan pose dua jari usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Tak tanggung-tanggung jumlah yang dikorupsi cukup besar hingga merugikan negara senilai Rp444 juta rupiah. Wanita berinisial ANL itu mengumbar senyuman ketika dibawa ke mobil tahanan. (detikSulsel.com, Kamis, 17-04-25)


Tak tahu malu, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pejabat-pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi. Seolah urat malunya telah putus akibat memakan uang haram hasil mencuri dari rakyat. Sungguh miris, kasus korupsi terus saja mengagetkan tanah air. Para pemangku kebijakan tak bisa lagi dipercaya, mereka sejak awal tak punya integritas dan kredibilitas. 


Dari tahun ke tahun kasus korupsi di Indonesia kian meningkat, bahkan tak terlihat tanda-tanda kasus korupsi akan menurun. Laporan ICW (Indonesia Corruption Watch) mencatat peningkatan kasus korupsi ada 731 kasus sepanjang tahun 2023, dengan jumlah tersangka mencapai 1.695 orang. Selain itu, menurut ICW rata-rata hukuman penjara pelaku korupsi hanya 3 tahun 4 bulan penjara. 


Tak bisa dimungkiri, salah satu sebab maraknya kasus korupsi karena lemahnya hukum di Indonesia. Para koruptor dipenjara hanya dalam waktu singkat dan denda yang rendah. Ditambah lagi, sudah menjadi rahasia umum bagaimana fasilitas elit yang koruptor dapatkan di penjara, membuat para pejabat merasa tidak takut jika harus ketahuan korupsi.


Selain itu, menjamurnya kasus korupsi diakibatkan oleh diterapkannya sistem sekularisme. Sebuah sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan. Manusia yang hidup dalam negara yang menerapkan sistem ini sering kali mencampakkan agama sebagai aturan. 


Bukan halal dan haram yang menjadi standar perbuatan manusia, melainkan benefit (manfaat) dan materi belaka. Sekularisme telah menghasilkan masyarakat yang meniadakan self control untuk menjaga dirinya dari perbuatan yang merusak diri sendiri dan orang lain. Juga menghilangkan social control yang membuat masyarakat menjadi individualis. Mereka hanya fokus pada urusan pribadinya dan tidak peduli dengan urusan orang lain. Hubungan yang terjalin antar manusia hanya berlandaskan manfaat semata. Budaya tutup mulut pun lebih menjadi pilihan dibandingkan saling melapor.


Oleh sebab itu, tidak ada harapan korupsi akan musnah melihat buruknya kualitas demokrasi. Malah korupsi terus meningkat, dampak diterapkannya sistem yang lemah layaknya sistem politik demokrasi yang sekuler yang jauh dari pondasi agama. Dalam landscape politik seperti ini, para pejabat tidak pernah berpikir bagaimana mengurus urusan rakyat. Selama pondasi, standar, dan cara pandang politik masih dibangun berdasarkan sekularisme, selama itu pula korupsi akan terus hidup dan tumbuh subur. 


Untuk melenyapkan kasus korupsi, harus membutuhkan perubahan mendasar. Akidah sekularisme harus dibuang dan diganti dengan Islam. Praktik yang menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan harus dihilangkan dan diganti dengan keterikatan terhadap Syariah Islam. Akidah Islam yang berlandaskan aturan Allah akan membentuk ketakwaan dan kesadaran spiritual baik secara individual maupun kolektif.


Kesadaran ini yang akan membentuk kedisiplinan masyarakat dalam hal penegakkan hukum. Sebab seringan atau seberat apapun pelanggarannya, tetap saja hal demikian adalah sebuah kemaksiatan yang menimbulkan dosa.


Selain itu, Islam juga akan menutup semua celah yang bisa menghantarkan pada tindakan korupsi. Amar makruf nahi mungkar akan ditegakkan. Hal ini sekaligus menjadi kontrol di tengah-tengah masyarakat. 


Islam akan memberikan efek jera bagi para koruptor. Sebab korupsi adalah perbuatan haram berapa pun jumlahnya.


Rasulullah saw. bersabda, "Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR. Abu Dawud)


Islam tidak ragu-ragu memberi hukuman pada tindakan kejahatan sekalipun dia seorang pejabat. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Tindakan korupsi masuk dalam kategori takzir, yaitu uqubat (sanksi-sanksi) yang dijatuhkan atas pelanggaran syariat yang tidak ada had dan kafarat di dalamnya. Kadar sanksi takzir berada di tangan khalifah. Sanksi takzir bisa ditetapkan berupa hukuman mati jika khalifah menetapkan demikian. Koruptor juga mendapatkan sanksi sosial (tasyhir) dan sanksi ekonomi seperti dimiskinkan.


Inilah realitas hukum dalam aturan Islam. Tidak ada toleransi sedikit pun terhadap tindakan korupsi. Para pelaku akan mendapatkan sanksi yang sangat tegas. Keadilan pun akan terwujud sehingga menghadirkan rasa aman dan nyaman di tengah-tengah masyarakat. Wallahuallam bissawaab.[Dara/MKC]


Penulis Wa Ode Sukmawati, S.E.

Kontributor Media Kuntum Cahaya