Petaka Judi Online Buah Rusaknya Sistem Kapitalisme
Opini
Terungkapnya berbagai kasus Judol yang terjadi tak terlepas dari penerapan paradigma hidup yang rusak dan menyesatkan yakni kapitalisme
_________________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Fenomena judol seolah-olah menjadi masalah yang tidak ada ujung penyelesaiannya. Di tengah perekonomian yang sulit, sebagai jalan pintas banyak masyarakat melakukannya. Tak hanya melibatkan remaja, anak-anak, dewasa bahkan wakil rakyat. Judi online terjadi selain faktor ekonomi juga coba-coba hingga ketagihan ingin mendapatkan hasil yang lebih besar. Akan tetapi, justru membawa diri mereka pada kekalahan.
Di lansir dalam CNNIndonesia.com (21-11-2024), Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan di Indonesia sepanjang tahun 2024 perputaran uang judi online mencapai Rp900 triliun dengan jumlah pemain mencapai 8,8 juta. Mayoritas di antaranya kalangan menengah ke bawah.
Selain itu, terdapat 97 ribu anggota TNI-Polri, 1,9 juta pegawai swasta, dan 80 ribu pemain judi online yang usianya di bawah 10 tahun. Jika tidak melakukan upaya-upaya masif, angka ini diprediksi akan terus bertambah.
Negara Tidak Mampu Memberantas Judol
Sungguh menyayat hati, sebagai negeri muslim terbesar di dunia, negeri ini justru marak perjudian. Pemberantasan judol seolah ilusi semata. Masyarakat untuk mendapatkan kekayaan menghalalkan berbagai cara sehingga makin jauh dari harapan. Terlebih para aparatur negara memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri.
Sebagai pihak yang berperan dalam menanggulangi penyalahgunaan teknologi seperti judol, para pejabat justru menjadi yang terdepan dalam menggunakan teknologi digital untuk kemaksiatan. Padahal untuk menutup segala situs judi online hingga pusatnya bagi negara mudah saja.
Adapun solusi yang dilakukan pemerintah tidak menyentuh akar persoalannya. Pemerintah dalam berperang melawan judol tidak berdaya. Terbukti dengan pemerintah menganggap para pemainnya sebagai “korban” sehingga langkah yang dilakukan bukan penangkapan, melainkan pemulihan.
Pelaku judol tidak akan dikenai hukuman. Jika pelakunya dianggap korban. Tak hanya itu, bagi korban judol diusulkan mendapat bansos pada keluarga yang terdampak imbas pelaku judol. Adapun yang mendapat bansos adalah kategori miskin. Dengan demikian, alih-alih memberikan efek jera, faktanya judol makin merajalela.
Kapitalisme Sumber Masalah Judol
Terungkapnya berbagai kasus Judol yang terjadi tak terlepas dari penerapan paradigma hidup yang rusak dan menyesatkan yakni kapitalisme. Pemisahan agama dari kehidupan atau sekuler sebagai asasnya. Menjadikan masyarakat semakin menjauh dari aturan Islam, lemah iman, dan tidak paham dengan syariat. Tolak ukurnya dalam melakukan perbuatan pun bukan lagi halal dan haram.
Terlebih dengan asasnya yang berlandaskan materi telah banyak menimbulkan berbagai kerusakan termasuk di bidang perekonomian. Sistem ekonomi kapitalis telah menyebabkan ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat. Kekayaan dan kesejahteraan hanya berputar pada segelintir golongan saja. Yang kaya semakin jaya, si miskin makin menderita. Karena itu, perbuatan haram tersebut semakin marak.
Padahal realitas judol memiliki dampak yang sangat berbahaya untuk generasi muda yang berperan sebagai pelaku atau penikmat judi. Karena judol mengakibatkan terjadinya permusuhan dan kemarahan yang cepat. Tidak jarang pula judol menimbulkan tindakan kriminal, bahkan pembunuhan.
Tak hanya itu, akibat judi bisa menghilangkan rasa persahabatan dan solidaritas sesama teman. Karena adanya rasa dendam untuk saling mengalahkan. Meski judol berbahaya, tetapi menjadi keniscayaan dalam sistem ini. Selama masih mendatangkan keuntungan, perbuatan tersebut merusak, bahkan haram, pasti akan tetap dipelihara.
Ditambah sistem sanksi yang diberlakukan tidak memberikan efek jera pada pelaku judol. Di antaranya hukuman penjara. Selama dalam penjara sesama napi belajar berbuat kriminal. Akibatnya, banyak mantan narapidana menjadi pelaku kejahatan yang lebih buruk saat mereka meninggalkan penjara. Begitu juga untuk pidana denda, bisa langsung selesai ketika denda sudah dibayar lunas.
Solusi Islam
Islam sebagai agama dan seperangkat aturan kehidupan mampu memecahkan problematika kehidupan manusia. Termaksuk masalah judi online. Dalam Islam segala bentuk judi diharamkan. Termaksuk harta yang haram untuk dimiliki hasil yang diperoleh dari judi. Karena itu, untuk menutup celah terjadinya judol negara melakukan melalui tiga pilar.
Pertama, taraf individu. Generasi Islam akan dididik atas dasar akidah Islam. Sehingga tumbuh individu yang fakih dalam beragama. Serta tidak akan akan melakukan kemaksiatan karena menjadi individu yang bertakwa, taat perintah Allah.
Kedua, taraf masyarakat yang bertakwa akan melakukan kontrol agar tidak marak perjudian dengan amar makruf nahi mungkar. Saat ada pihak yang melanggar hukum syarak akan langsung ditegur oleh masyarakat dan tidak dibiarkan begitu saja. Dengan mekanisme ini, kejahatan tidak akan menjamur dan merajalela. Hal ini dikarenakan kontrol masyarakat berjalan dengan baik.
Ketiga, taraf negara. Dalam Islam, negara adalah pelindung dan pengayom bagi rakyat dengan penerapan Islam secara kaffah. Negara berperan dalam menjamin urusan rakyatnya. Untuk memberantas judol, negara melalukan pemblokiran atau menetapkan peraturan parsial. Sistem ekonomi yang sahih diberlakukan agar mampu menghapus total pengembangan bisnis tidak syar'i yang mengambil keuntungan dari praktik haram.
Islam akan memberikan hukuman bagi para penjudi online. Dalam hukum Islam, perjudian termasuk dalam sistem sanksi takzir yang memiliki efek jera. Pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya dan orang lain terhalang untuk mengulangi kejahatannya, apabila masih ada pihak-pihak yang melanggar.
Agar tercipta masyarakat yang mapan, makmur, dan sejahtera, negara dalam Islam membuka lowongan pekerjaan kepada rakyat. Khususnya kepada laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan ibu rumah tangga (IRT) bertugas sebagai al-umm wa rabbatul bait (menjadi seorang ibu dan pengurus rumah tangga) serta madrasatul ula bagi anak-anaknya yang merupakan generasi bangsa kelak.
Allah Swt. berfirman yang artinya, "Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian, maka perlakukanlah dia sebagaimana adanya, karena setan tidak lain hanyalah mengajak kaumnya untuk menjadi penghuni api neraka yang menyala-nyala." (QS. Fathir: 6)
Wallahuallam bissawab.[Dara/MKC]