Alt Title

Ketahanan Keluarga Hanya Akan Terwujud dalam Sistem Islam

Ketahanan Keluarga Hanya Akan Terwujud dalam Sistem Islam

 


Negara yang menerapkan aturan Allah Swt.

sangat mampu mewujudkan ketahanan keluarga


_________________________


Penulis Rosita

Tim Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dalam sebuah acara Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga di Desa Ciheulang Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung, Komisi 3 DPRD Provinsi Jawa Barat Tia Fitriani menegaskan akan pentingnya penguatan institusi keluarga dalam pembangunan, yang disebutnya telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.


Tia juga mengungkapkan tentang dua urusan wajib di luar pelayanan daerah, yaitu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak juga hal-hal yang berhubungan dengan masalah keluarga berencana. Program ini adalah fondasi awal dari ketahanan sosial secara menyeluruh. Menurutnya, ketika unit terkecil dalam masyarakat kuat dan sehat, maka bangsa pun akan lebih mudah berkembang dengan baik. Ia berharap masyarakat tidak hanya mengetahui adanya Perda, tetapi harus mampu memahami, menghayati, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. (Tribun Jabar.id, 16-04-2025)


Aturan Tidak Solutif dalam Kapitalisme 


Ketahanan keluarga penting untuk diwujudkan. Tercukupi secara ekonomi, keluarga yang minim konflik, anggota keluarga yang minim masalah, serta berpendidikan. Namun faktanya begitu miris, angka perceraian tinggi, perselingkuhan, PHK di mana-mana, banyak anak putus sekolah, pergaulan bebas, bahkan kematian pelajar yang diakibatkan oleh tawuran, overdosis, aborsi, pemerkosaan, dan lainnya.


Hal ini menunjukan bahwa Perda dibuat tidak untuk menjawab kebutuhan serta menyelesaikan permasalahan keluarga, tetapi hanya sebatas aturan yang dibuat oleh mereka yang mengaku mewakili rakyat. Apalagi baru disosialisasikan 10 tahun dari pembuatannya. Dari sisi pakemnya pun diarahkan kepada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, juga KB yaitu agar seorang wanita bisa berdaya secara materi dan mengurangi jumlah keturunan. 


Hal di atas jelas baru berupa asumsi bahwa jika perempuan berdaya secara ekonomi dan sedikitnya anggota keluarga, ketahanan keluarga akan terwujud. Tanpa menelisik dan memperhatikan penyebab mendasar dari rapuhnya bangunan keluarga. Jika kita mau berpikir mengapa ketahanan keluarga dibebankan penyelesaiannya kepada perempuan? Bagaimana peran penguasa? 


Ketahanan Keluarga Akan Terwujud Dikala Perempuan Bekerja, Benarkah?


Bukankah jika wanita berdaya secara materi terus dikampanyekan, tidak menutup kemungkinan akan muncul permasalahan baru? Seharusnya pemerintah sendiri bersungguh-sungguh menciptakan lapangan kerja yang luas bagi para penanggung jawab nafkah, bukan malah membebani perempuan dengan peran gandanya, yaitu mengurus keluarga sekaligus mencari nafkah. Tingginya gugat cerai dari para istri yang bekerja ataupun berkarir telah membuktikannya. 


Masalah perlindungan anak juga tidak bisa disangkal, minimnya keamanan yang didapat. Lagi-lagi menjadi pertanyaan bila kedua orang tua bekerja siapa yang akan membersamai anak-anak mereka? 


Penerapan sistem kapitalis sekuler adalah biang masalah rapuhnya ketahanan keluarga. Kapitalisme yang memuja materi dan kesenangan jasadi telah menjerumuskan generasi dalam pergaulan bebas, narkoba, tawuran, bahkan pembunuhan. 


Sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan telah membentuk kehidupan berumah tangga lepas kendali. Keluarga Berencana (KB) bukanlah solusi terbentuknya ketahanan keluarga. Saat ini kemiskinan mendera masyarakat secara umum. Tidak ada bedanya kondisi keluarga yang memiliki lebih dari dua anak dengan yang belum memiliki anak, keduanya sama menderita akibat kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. 


Penguasa yang ada hanya berperan sebagai pembuat aturan, bukan sebagai periayah atau pengurus yang memperhatikan kebutuhan rakyatnya individu per individu. Rakyat dibiarkan memenuhi kebutuhan hidup dan menyelesaikan permasalahannya seolah tidak memiliki pemimpin. Kekayaan melimpah hanya dinikmati oleh para kapital dan bancakan para koruptor. 


Ketahanan Keluarga dalam Sistem Islam


Kapitalisme sekuler bertolak belakang dengan aturan Islam. Di mana perempuan tidak dilarang untuk bekerja, tetapi tidak boleh melalaikan tugas utamanya sebagai seorang istri dan sebagai ibu. Islam tidak mengharuskan perempuan bekerja atas nama pemberdayaan perempuan. Islam hanya menekankan kewajiban bekerja kepada laki-laki atau penanggung nafkah. 


Dalam Islam, keluarga adalah tempat yang menyenangkan dan menenangkan, terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Setiap anggota akan saling mendukung, memahami, mencintai dan juga membutuhkan satu sama lain. Peran bapak adalah sebagai imam yang akan melindungi dan menjaga keluarganya, memberikan kebutuhan batin maupun lahir, seperti rumah, makanan, pendidikan, keamanan, kenyamanan, dan juga perhatian. Seorang kepala keluarga wajib bekerja mencari nafkah halal demi menghidupi keluarganya. 


Sedangkan peran seorang ibu selain taat dan patuh terhadap suami selama aturannya tidak bertentangan dengan Allah Swt. dan Rasul-Nya adalah sebagai penjaga rumah tangga sekaligus sebagai sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Peran seorang ibu dapat menentukan karakter anak dan kenyamanan, ketenangan dalam rumah sehingga bisa menjadi dasar pembentukan identitas bangsa. Adapun tanggung jawab anak-anak adalah taat dan hormat kepada kedua orang tuanya.


Selain itu, negara yang menerapkan aturan Allah Swt. sangat mampu mewujudkan ketahanan keluarga. Selain menciptakan lapangan kerja yang memadai, juga melalui lembaga pendidikan yang berbasis akidah Islam. Negara pun tidak akan pernah membiarkan tayangan yang merusak generasi. Berbagai tayangan atau tontonan akan diawasi dengan ketat agar tidak merusak pola pikir dan pola sikap generasi dan umat pada umumnya. 


Sepanjang sejarah pemerintahan lslam, tidak pernah ditemukan masalah jumlah keturunan. Karena yakin setiap yang dilahirkan pasti telah ditentukan rezekinya. Tugas manusia hanyalah menjalankan perintah Allah Swt. dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk mengelola SDA sesuai syariat. Syariat tidak mengizinkan dilimpahkan pengelolaannya kepada swasta, tetapi harus dikelola negara untuk kesejahteraan masyarakatnya. Terbukti sistem Islam mampu menggratiskan biaya pendidikan, kesehatan, juga keamanan. 


Oleh karena itu, hanya sistem Islam satu-satunya solusi mewujudkan ketahanan keluarga secara paripurna tanpa harus melibatkan perempuan juga mengurangi keturunan. Nabi saw. pun kelak akan berbangga di hadapan para Nabi dengan keturunan yang banyak dari umatnya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]