Paradoks Demokrasi: Represifitas Aparat Kawal Aksi, Kebebasan Berpendapat Hanya Ilusi
Opini
Tindakan represif terjadi sebab sistem demokrasi menempatkan kedaulatan hukum di tangan manusia
Sekalipun negara menjamin adanya kebebasan menyampaikan pendapat
___________________
Penulis Agnes Aljannah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Perayaan 79 tahun Indonesia merdeka ditutup dengan peringatan darurat demokrasi pada Kamis (22/08/2024). Cuitan dengan tagar peringatan darurat booming di berbagai platform media sosial hingga memantik aksi demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga komedian. Demonstrasi tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya mengingatkan pemerintah karena telah menyalahi konstitusi. Ironisnya, pemerintah justru mengerahkan aparat keamanan untuk mengamankan para pengunjuk rasa dengan menyemprotkan gas air mata serta tindakan represif lainnya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mencatat puluhan tindakan represif, intimidasi, hingga kekerasan terhadap massa aksi kawal Putusan MK di beberapa daerah, hal ini diungkapkan Muhammad Isnur selaku Ketua YLBHI. Selain itu, ia juga menyoroti kasus represif pihak kepolisian yang terjadi di Semarang, Makassar, Bandung, dan Jakarta. TEMPO.CO, Minggu (25/08/2024)
Represifnya aparat saat mengawal aksi menunjukkan hipokrit sistem demokrasi. Kebebasan berpendapat yang dijunjung tinggi sistem ini nyatanya tak membuat rakyat bebas menyampaikan aspirasi atau menilai pemerintah ketika melakukan pelanggaran. Masyarakat justru dibungkam dengan berbagai dalih karena dianggap merusak citra pemerintah, bahkan tak sedikit dari mereka yang dibungkam dengan tindak kekerasaan maupun nonkekerasan oleh aparat. Hal ini jelas menunjukkan bahwa penguasa dalam sistem demokrasi adalah penguasa yang anti kritik.
Terlebih lagi, kejadian ini menampakkan sejatinya demokrasi tidak memberi ruang agar adanya kritik dan koreksi dari rakyat. Sementara di sisi lain, demokrasi menjamin kebebasan ini. Bahkan sistem ini mengharuskan negara memberi ruang dialog, menerima utusan, dan tidak mengabaikan massa aksi. Hal ini jelas menunjukkan bahwa hak atas kebebasan berpendapat hanya ilusi dalan sisten demokrasi.
Tak pelak, tindakan represif terjadi sebab sistem demokrasi menempatkan kedaulatan hukum di tangan manusia. Sekalipun negara menjamin adanya kebebasan menyampaikan pendapat, hak itu hanya berlaku kepada mereka yang sejalan dengan kepentingan para penguasa. Sebab, orang-orang yang mengaku dirinya sebagai wakil rakyat justru menggunakan kekuasaannya untuk melindungi kepentingan pribadinya semata.
Sistem demokrasi ingin mematikan sikap menasehati penguasa. Padahal memberi nasehat kepada penguasa yang berbuat zalim mendapat kebaikan yang setara dengan jihad, sebagaimana sabda Rasulullah: "Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011)
Dalam Islam, mengoreksi atau menasehati penguasa adalah bagian dari syariat. Ini dilakukan untuk menjaga agar pemerintah tetap berada di jalan Allah. Sebaliknya, muhasabah dilakukan kepada penguasa yang berbuat zalim dan melanggar hukum-hukum Allah agar rakyat dapat mencegah dari kemaksiatan yang dilakukan oleh negara.
Selain itu, dalam sistem Islam terdapat lembaga seperti Majelis Ummah dan Qadhi Madzalim untuk menampung aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada khalifah, bahkan Qadhi Madzalim akan menghukum penguasa jika mereka terbukti melakukan pelanggaran syariat atau menzalimi rakyat. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu takut aspirasinya dibungkam, karena selain memenuhi kewajibannya, negara ikut menyediakan fasilitas aduan tersebut.
Islam menjadikan amar ma'ruf nahi munkar sebagai kewajiban bagi setiap individu, kelompok, dan masyarakat. Perintah ini wajib dilakukan agar masyarakat tetap memiliki perasaan, pemikiran, dan sistem yang sama yaitu sistem Islam. Dengan pemahaman ini, penguasa memahami tujuan muhasabah, yaitu tetap tegaknya aturan Allah di muka bumi, sehingga terwujud negara baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur. Wallahualam bissawab [Dara/MKC]