Alt Title

Memperjuangkan Islam Kafah Bukanlah Radikalisme Melainkan Kewajiban

Memperjuangkan Islam Kafah Bukanlah Radikalisme Melainkan Kewajiban

 


Istilah radikalisme dituduhkan kepada orang-orang yang taat beragama dan mengajak pada syariat

Sedangkan aktivitas para ulama atau tokoh Islam yang ingin Islam diterapkan secara keseluruhan atau kafah, dianggap intoleran dan teroris

_________________________


Penulis Oom Rohmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Member AMK


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Semangat ibadah kaum muslimin di bulan Ramadan senantiasa meningkat dan terjaga, termasuk di kalangan remaja. Banyak di antara mereka yang antusias mengikuti berbagai kajian keagamaan. Seperti kegiatan yang berlangsung di Angkringan Rumah Kayu Citarum, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Puluhan pemuda dari sejumlah komunitas dan mahasiswa hadir mengikuti kegiatan Ruang Obrolan Terbuka Asyik di Bulan Ramadan (Rotasi Ramadan).


Acara ini diinisiasi oleh Pemuda Sapu Bersih Hoaks yang mengusung tema Ngaso Bari Sila (Ngawangkong Soal Bahaya Radikalisme dan Situasi Wilayah). Ikrima Qolbiyah selaku ketua menyampaikan bahwa kegiatan tersebut diharapkan menjadi ajang untuk sama-sama menolak paham radikalisme dan memiliki waspada tersendiri dalam hal isu situasi wilayah. Digelarnya kegiatan ini sebagai wujud aktualisasi Pemuda Saber Hoaks menjaring potensi pemuda di Kabupaten Bandung sekaligus open recruitment anggota. Harapannya pemuda menjadi yang terdepan untuk menyaring potensi bentuk ancaman dan bahaya informasi radikalisme lewat media. Acara yang dibuat menarik ini dihadiri juga oleh narasumber dari Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Bandung yang diwakil Supriadi selaku Analis Kebijakan Muda, Iwan Nuryan sebagai Direktur Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (LKKPH) Neraca Bandung, dan Ketua Jabar Sapu Bersih Hoaks, Alfianto Yustinova, yang diwakili oleh Ganjar Darusalam. (Jabarekspres, Selasa 26 Maret 2024)


Isu radikalisme senantiasa  digaungkan di negeri ini. Berbagai forum dan kegiatan pun kerap dilakukan untuk menangkal bahaya radikalisme terutama bagi generasi.


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan sosial secara drastis dengan cara kekerasan dan ekstremis. Contohnya tindakan makar, revolusi demonstrasi dan protes sosial secara anarkis serta berbagai aksi yang merusak. Sedangkan istilah radikal mengacu pada hal-hal mendasar, prinsip-prinsip fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bisa bermakna “tidak biasanya.” Maka wajar jika radikalisme dianggap sangat membahayakan dan harus diwaspadai sebagaimana yang diungkapkan Ikrima Qolbiyah di atas. 


Sayangnya, saat ini istilah radikalisme dituduhkan kepada orang-orang yang taat dalam beragama dan mengajak pada syariat. Di Indonesia sendiri kriteria "radikal" adalah gerakan-gerakan keislaman, aktivitas para ulama atau tokoh Islam yang ingin Islam diterapkan secara keseluruhan atau kafah, mereka dianggap intoleran dan teroris. Sehingga terjadilah persekusi ulama dan pembubaran acara-acara dakwah ustaz-ustaz yang dianggap radikal. Meskipun dari masyarakat sendiri menyambutnya, tetapi tetap dibubarkan oleh kelompok-kelompok yang mengklaim dirinya moderat dan toleran.


Kemunculan istilah radikal, intoleran, dan teroris ataupun ekstremis dan garis keras, berawal dari peristiwa 11 September 2001. Tendensi kuat bahwa yang dimaksud dengan istilah-istilah tersebut terlihat dari pernyataan George W. Bush yang merupakan Presiden AS saat itu. Saat itulah dunia mengenal istilah perangi terus terorisme yang kemudian bergeser become a war on radicalism or extremism.


Untuk melanggengkan ideologi kapitalisme dan imperialismenya di dunia, khususnya di negeri-negeri Islam, mereka melakukan propaganda perang melawan siapapun yang melawan atau menolak pemikiran Barat dengan melakukan framing negatif dan memberikan stigma radikal tersebut kepada muslim yang menentang ideologi kapitalisme. Sebaliknya, mereka memuji muslim yang pro ideologi kapitalisme sebagai moderat, yaitu mereka yang cinta tanah air, toleransi tinggi, antikekerasan, dan akomodatif terhadap budaya lokal. Bahkan arti dari toleransi pun lebih dikerucutkan yaitu muslim yang tidak memberikan ucapan selamat Natal pada orang Kristen. 


Sementara kepada muslim yang meneladani Rasulullah saw. secara keseluruhan baik dalam bersikap, bermuamalah, berdakwah, berpolitik dan bernegara inilah yang sering kali dihadang dengan berbagai cara oleh musuh-musuh Islam, dan para sekutunya. Di antaranya melalui stigma-stigma negatif, pelabelan, ataupun berbagai rekayasa yang sesungguhnya memutarbalikkan fakta arti radikalisme. Perjuangan dakwah yang akan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil aalamiin justru dituduh mengancam dan membahayakan. Inilah hakikatnya yang terjadi. Artinya ada perang istilah dan pemikiran yang menjadi bagian dari pertarungan abadi antar Islam dan kekufuran. 


Ramadan sejatinya waktu yang tepat untuk meningkatan ketakwaan bagi umat muslim, juga para pemuda yang akan menjadi benteng pertahanan suatu negara, tetapi dengan informasi atau pemahaman yang moderat, apakah bisa terwujud? Sebab moderat lahir dari sistem kapitalisme yang melahirkan kebebasan, menjauhkan agama dari aturan hidup. Seperti acara yang digelar di atas jelas muatannya untuk menolak Islam kafah (menyeluruh), yang menyerukan persatuan umat, tapi menurut mereka radikal. Itu berarti mereka telah membajak potensi ketaatan yang benar pada para pemuda dan membawanya pada pemikiran yang dibawa oleh Barat. 


Mestinya umat muslim sadar tentang penyesatan opini ini dan apa yang mereka lakukan di balik perang melawan radikalisme. Umat yang telah memiliki pemahaman yang benar harus terus berupaya untuk menjelaskan ajaran Islam yang sesungguhnya, sampai masyarakat menjadi paham bahwa semua ajaran Islam  adalah rahmat dari Allah Swt., bukan keburukan sebagaimana yang dipropagandakan Barat. Dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 217 Allah Swt. berfirman;

"...Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, mereka itulah penghuni neraka, kekal di dalamnya." 


Dakwah Islam bersifat fikriyah (pemikiran) dan unfiyah ‘tanpa kekerasan’ sehingga tidak mungkin melahirkan terorisme. Perlu diketahui bahwa ancaman sesungguhnya bagi negeri-negeri muslim adalah sistem kapitalisme. Faktanya jelas kita bisa saksikan berbagai kerusakan di bidang ekonomi, hukum, sosial, dan politik yang terjadi di negeri-negeri muslim justru bersumber dari penerapan sistem kapitalisme ini.


Oleh karenanya sudah saatnya umat memiliki kesadaran dan kecerdasan akan situasi ini dan meningkatkan kewaspadaan agar tidak terjebak dan terbawa arus. Karena senyatanya yang harus dimusuhi adalah sistem dan ideologi  kapitalisme serta para pengusung utamanya. Karena ini merupakan wujud dari keimanan kita, untuk bertarung dan memperjuangkan yang hak dari kebatilan. Sebagai seorang muslim hendaknya optimis karena Allah telah berjanji dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 55 bahwa kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh dengan syariat-Nya, pada akhirnya akan dimenangkan. Wallahualam bissawab. [GSM]