Alt Title

Anak Perempuan Bisa Menjadi Pelaku Bullying!

Anak Perempuan Bisa Menjadi Pelaku Bullying!

 


Karena itu, muncullah generasi-generasi kurang kasih sayang dan perhatian

Mereka akan bertindak tanpa arahan dan tujuan. Bahkan ketika mengekspresikan amarah dan nafsunya tanpa memikirkan dampak negatifnya

______________________________


Penulis Rosmili

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kekerasan terjadi saat ini bukan rahasia lagi bagi masyarakat. Akan tetapi, sudah hal biasa di lakukan oleh pemuda termaksuk siswa ataupun siswi. Semestinya ini menjadi masalah yang sangat urgen dan serius yang harus segera diselesaikan, agar tidak berkepanjangan.


Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan bertajuk indikator tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia 2022, mayoritas siswa yang mengalami perundungan alias bullying di tanah air adalah laki-laki.


Dari laporan Badan Pusat Statistik tercatat bahwa peserta didik berjenis laki-laki sebagai korban bullying yang terjadi di Indonesia pada tingkat kelas V SD, kelas VIII SMP, dan kelas XI SMA dan SMK per tahunnya terakhir pada tahun 2021.


Sedangan hasil dari persentase bahwa kasus bullying di tingkat kelas V SD berjenis laki-laki sebanyak 31,6%, kemudian peserta didik perempuan mencapai 21,64%, tingkat nasional sebanyak 26,8%. 


Adapun persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 8 SMP pada siswa laki-laki mencapai 32,22% atau tertinggi di antara kategori kelas maupun lainnya. Tak hanya itu, terdapat siswa perempuan sebanyak 19,97%, seluruh Indonesia mencapai 26,32%.


Sementara tingkat siswa kelas XI SMA dan SMK, siswa laki-laki sebanyak 19,68%, serta perempuan sebanyak 11,26%, dan secara skala nasional  mencapai 15,54%. Dari hasil beberapa persentase dinyatakan bahwa siswa laki-laki yang mengalami perundungan lebih tinggi daripada siswa perempuan.


Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah mengalami darurat kekerasan terhadap anak, khususnya di dunia pendidikan. Hal ini disebabkan oleh lantaran maraknya aksi bullying di tanah air yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.


Dunia pendidikan kita saat ini sedang mengalami darurat kekerasan. Hal itu dibuktikan dengan maraknya aksi bullying dan perundungan, serta bentuk kekerasan terdapat dalam lingkungan satuan pendidikan di beberapa daerah. (Kompas, 6/10/2023)


Pada faktanya kekerasan fisik yang menjadi tersangka bukan hanya dari siswa atau remaja laki-laki bahkan perempuan juga termasuk sebagai tersangka dalam perundungan. Misalnya kasus  bullying yang viral di media sosial dalam sebuah video yang menunjukkan aksi perundungan alias bullying.


Terdapat dua orang remaja perempuan dan yang menjadi korban adalah SR umur 17 tahun dan ER berumur 14 tahun. Di bagian kepala mereka ditendang dan rambutnya dijambak. Kejadian bullying terjadi di ruko belakang kawasan Lucky Plaza, Kota Batam, Kepulauan Riau. Akibat perundungan tersebut, korban mengalami luka di bagian wajah, leher, kepala, tangan, dan punggung. (Kumparan, 02/03/2024)


Mirisnya ternyata pelaku perundungan tersebut adalah remaja perempuan dan merupakan teman korban. Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp. Kemudian pelaku menuduh korban mencuri barang pelaku. (Antara, 03/03/2024)


Pada umumnya anak-anak identik dengan sosok polos tanpa dosa yang lucu dan menyenangkan. Namun pada faktanya, kini banyak anak menjadi pelaku kekerasan. Mereka tega melakukannya.


Jika pada umumnya yang melakukan bullying adalah anak laki-laki, kini seorang perempuan termasuk melakukan perbuatan yang sama. Bukan hanya melakukan perundungan atau bullying secara verbal, akan tetapi anak perempuan juga melakukan kekerasan fisik.


Fenomena saat ini, maraknya anak menjadi pelaku kekerasan, menggambarkan bahwa lemahnya pengasuhan terhadap anak. Seharusnya keluarga sebagai pendidik anak-anak dengan baik agar anak tahu halal dan haram, baik dan buruk.


Sehingga melahirkan pemahaman bahwa perundungan merupakan perbuatan yang haram, sehingga anak tidak boleh melakukan perbuatan tersebut. Namun, fungsi keluarga sebagai pendidik untuk anak-anaknya makin runtuh, lupa dengan kewajibannya.


Karena para orang tua hari ini sibuk dengan mencari pekerjaan atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari. Hal ini disebabkan tingginya biaya hidup akan memaksakan para orang tua lebih fokus pada pekerjaan, sehingga melalaikan tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi saleh salihah.


Karena itu, muncullah generasi-generasi kurang kasih sayang dan perhatian. Mereka akan bertindak tanpa arahan dan tujuan. Bahkan ketika mengekspresikan amarah dan nafsunya tanpa memikirkan dampak negatifnya.


Munculnya berbagai kasus hari ini, salah satunya bullying menggambarkan bahwa gagalnya sistem pendidikan yang mencetak anak didik yang berkepribadian baik. Pendidkan sekolah seharusnya menjadi tempat yang baik dan nyaman bagi anak-anak, malah sebaliknya yakni dipenuhi dengan aksi kekerasan fisik.


Asas pendidikan saat ini yang menggunakan prinsip sekularisme dengan menjauhkan agama dari kehidupan, mengakibatkan seorang anak hanya menerima informasi tentang pelajaran dari gurunya. Akan tetapi tidak mendapatkan ilmu yang baik.


Siswa siswi hari ini hanya sekadar pemberian berbagai materi pelajaran, akan tetapi sangat miris, karena mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Swt.. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Apalagi sanksi yang ada tidak mampu menjerakan.


Begitulah jika sistem kehidupan diatur oleh sistem kapitalisme sekularisme yang memberikan kebebasan berperilaku. Dengan kebebasan itu, seseorang akan merasa bebas untuk berbuat sesuatu. Jika ia suka dengan perbuatan, pasti dia akan lakukan. Tidak akan memandang apakah merugikan orang lain atau tidak. Tanpa ada rasa takut terhadap dosa dan azab neraka Allah Swt.. 


Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam Islam perbuatan semacam ini tidak akan terjadi. Karena di dalam Islam mempunyai sistem atau seperangkat aturan yang baik untuk mencegah perundungan alias bullying. Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat mewajibkan kedua orang tua untuk mengajari anak-anaknya supaya menjadi orang yang saleh salihah. 


Apabila orang tuanya tidak memberikan pendidikan, maka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.. Sebagaimana Allah Swt.. memerintahkan di dalam firmanNya:


Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)


Begitu juga halnya penerapan sistem ekonomi Islam akan melahirkan kesejahteraan, keharmonisan keluarga. Sehingga ekonomi tidak lagi menjadi beban sepenuhnya orang tua. Tidak ada istilah “kerja keras bagai kuda”, dengan begitu maka tidak akan melalaikan pendidikan anak yang baik.


Orang tua akan menjalankan tanggung jawab sebagai pendidik dengan optimal. Maka tidak akan ada lagi anak yang kurang didikan ataupun diabaikan. Setiap orang tua pasti memiliki pengetahuan bahwa anak adalah tanggung jawab mereka yang harus dirawat dengan sangat baik.


Selain itu, sistem pemerintahan Islam akan menerapkan aturan Islam secara keseluruhan, termasuk sistem sanksi. Para pelaku kekerasan dari segi apa pun dan akan dihukum dengan hukuman yang sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Sebagaimana Allah berfirman: 


Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).” (QS. Al-Maidah: 45)


Dalam Islam, hukum diterapkan dengan seadil-adilnya. Karena itu, setiap pelaku kejahatan atau kekerasan fisik yang sudah balig ataupun belum maka harus dihukum dengan saksi yang tegas sesuai kejahatan yang dia perbuat. 


Selain itu, sistem pemerintahan Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam. Sehingga akan menghasilkan peserta didik yang berkepribadian Islam. Bukan hanya sebatas pengetahuan saja, akan tetapi sampai pada pola sikapnya.


Oleh karena itu, untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang ada saat ini yaitu hanya dengan penerapan sistem Islam. Hanya sistem Islam yang menghasilkan anak-anak saleh salihah dan bertakwa kepada Allah Swt. dan akan bersikap baik serta penuh kasih sayang antarsesama.


Sudah saatnya kaum muslim untuk mengabaikan aturan selain Islam yang jelas memberikan kerusakan. Wallahualam bissawab. [SJ]