Alt Title

Penipuan Marak Akibat Sistem yang Rusak

Penipuan Marak Akibat Sistem yang Rusak

 


Islam mampu menciptakan perlindungan bagi seluruh warga negaranya

Tidak ada ide kebebasan sebagaimana dalam kapitalisme. Mulai penguasa sampai rakyat diseru untuk menaati syariat

______________________________


Penulis Sujilah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Modus penipuan properti telah merugikan banyak warga. Saat ini bisa dilakukan lewat online maupun offline. Sedikitnya 36 warga diduga telah menjadi korban penipuan yang berkedok penjualan rumah kavling di Rancatungku Kabupaten Bandung. Kerugian yang dialami ditaksir sebesar Rp2,1 miliar, dan sudah dilaporkan ke Polda Jawa Barat. (Republika.co.id, 6/02/2024)


Salah seorang korban mengaku tertarik membeli rumah kavling yang berukuran 21×25 meter persegi tersebut, yang saat itu dihargai Rp50 juta, dengan ketentuan membayar secara bertahap. Awalnya pembeli percaya, karena saat melakukan survei telah berdiri bangunan lainnya, dan pengembang menjanjikan pembangunan akan selesai tiga bulan ke depan.


Pembangunan rumah ternyata tak kunjung terlaksana. Sertifikat tanah yang diberikan pun ternyata palsu. Hal inilah yang membuat para korban tidak berdaya secara hukum. Selain mereka kesulitan untuk memperoleh kejelasan legalitas izin kepemilikan tanah dari pengembang, mereka juga harus kehilangan puluhan juta rupiah. 


Jika ditelaah lebih mendalam, maraknya kasus penipuan sejatinya disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme yang meletakkan standar kebahagiaan pada materi, telah banyak membuat orang untuk berlomba mendapatkannya walaupun dengan jalan menipu.


Kapitalisme tidak mampu mewujudkan kesadaran kolektif di tengah masyarakat. Buktinya kasus penipuan terjadi hampir di banyak aspek, bukan hanya properti. Pelakunya pun beragam, laki-laki, perempuan, orang awam sampai terpelajar.


Sekularisme yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan, telah melahirkan kebiasaan bertindak tanpa mempertimbangkan halal haram, walaupun seorang muslim. Akibat sekularisme, pemahaman yang merebak di tengah umat adalah ide kebebasan, termasuk kebebasan kepemilikan dan kebebasan berbuat, cenderung mengikuti hawa nafsunya.


Sanksi yang ditetapkan bagi pelaku penipuan belum mampu memberi efek jera, sehingga kasus terus berulang. Inilah bukti kegagalan dan kerusakan sistem yang bersumber dari hasil pemikiran manusia, bukan berdasarkan wahyu.


Berbeda dengan Islam yang seluruh aturannya berasal dari Allah Swt.. Islam memandang penipuan adalah tindak kejahatan atau kriminal yang harus ditindak tegas sesuai syariat. Ancaman Rasulullah saw.:


Barang siapa yang menipu bukanlah dia dari golongan kami." (HR. Muslim)


Islam mampu menciptakan perlindungan bagi seluruh warga negaranya. Tidak ada ide kebebasan sebagaimana dalam kapitalisme. Mulai penguasa sampai rakyat diseru untuk menaati syariat.


Melalui kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam dan pembinaan di tengah masyarakat, maka akan terbentuk 3 hal:


Pertama, ketakwaan individu, menjadi alat kontrol yang sangat efektif. Karena orang bertakwa selalu merasa diawasi oleh Allah Swt..


Kedua, masyarakat yang kondusif memiliki peran besar dalam mewujudkan ketaatan yaitu melalui mekanisme amar makruf nahi mungkar yang akhirnya terwujud kontrol masyarakat. Setiap pelanggaran terhadap syariat akan diluruskan dengan kesadaran untuk saling mengingatkan satu dengan lainnya.


Ketiga, keberadaan negara sebagai pilar yang sangat penting dalam mewujudkan ketaatan, yaitu sebagai penyelenggara pelaksanaan hukum syariat secara teknis. Membuat berbagai ketentuan dan ketetapan berdasarkan Al-Qur'an dan Sunah, sekaligus menerapkan sistem sanksi yang akan memberikan efek jera bagi siapa pun yang melanggar syariat, sehingga kejahatan tidak meluas.


Kebijakan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana negara mampu mewujudkan kesejahteraan, untuk menutup pintu kejahatan. Sepanjang sejarah kejayaan Islam sungguh telah mengagumkan. Kesejahteraan tercapai, tindak kejahatan sangatlah minim.


Dalam Islam, perlindungan, keamanan dan pemenuhan hajat orang banyak seperti kebutuhan rumah, menjadi tanggung jawab penuh penguasa. Maka tidak akan diserahkan pada swasta (pengembang) yang berorientasi keuntungan, sebagaimana dalam kapitalisme. Rasulullah saw. bersabda,


"Imam adalah ra'in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya". (HR. Al-Bukhari)


Negara bisa saja menyediakan pembangunan rumah bagi warga yang membutuhkan, dengan harga terjangkau, bahkan bisa memberikan cuma-cuma bagi warga yang dipandang layak mendapatkan santunan.


Hanya dengan kembali kepada penerapan syariat Islam, dan mencampakkan sistem kapitalisme sekuler, maka kasus penipuan dapat diminimalisir. Kesejahteraan pun bisa terwujud. Wallahualam bissawab. [SJ]