Alt Title

Negara Wajib Lindungi Jaminan Halal Bukan Dikomersialisasi

Negara Wajib Lindungi Jaminan Halal Bukan Dikomersialisasi



Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat. Karena, peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan merupakan kewajiban agama. 


Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialisasi. Hal ini begitu erat kaitannya dengan peran negara yang saat ini hanya menjadi regulator atau fasilitator


________________________________


Penulis Siti Aisyah Ummu Luqman, S. Pd. I

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Guru RA di Rancaekek


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Islam adalah ajaran yang paripurna, soal kehalalan suatu barang harus dipastikan juga hati - hati. Karena, setiap orang ketika mau memakai barang ia akan memastikan halal atau haram. Sehingga, mengetahui kehalalan suatu barang adalah perkara yang penting bagi seorang muslim dan harus diketahui. Hal tersebut akan memengaruhi dipakai atau tidaknya suatu barang.  


Muhammad Aqil Irham, Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, menyatakan semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024. Dia menegaskan bahwa semua pedagang, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), wajib mengurus sertifikasi halal. Pelanggaran terhadap persyaratan ini akan dikenai sanksi, seperti peringatan tertulis, denda administratif, bahkan penarikan barang dari peredaran, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.


Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), ada tiga kategori produk yang harus memiliki sertifikasi halal saat penyelesaian tahap pertama pada Oktober mendatang. Pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, tambahan pangan, dan bahan pendukung untuk makanan dan minuman. Ketiga, produk dari pemotongan hewan dan layanan pemotongan.


Aqil juga menjelaskan aturan sertifikasi halal berlaku untuk semua pelaku usaha, termasuk pedagang kaki lima di pinggir jalan. Dia menyatakan bahwa BPJPH kembali menyediakan kuota Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) melalui jalur sertifikasi halal self declare sebagai kemudahan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) di seluruh Indonesia untuk memenuhi kewajiban sertifikasi halal. Dia menekankan pentingnya memanfaatkan fasilitas ini, dan mengajak pelaku UMK untuk segera mengajukan sertifikasi halal selama kuota masih tersedia. (tirto.id, 3/2/24)


Memastikan kehalalan suatu makanan adalah penting. Namun, untuk mendapatkan label halal ternyata membutuhkan mekanisme yang lumayan tidak mudah dan bisa jadi memerlukan pengeluaran uang yang tidak sedikit. Dengan gambaran diatas beberapa pihak melakukan upaya, salah satunya yang dilakukan Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI). Asosiasi ini akan melakukan pendataan kembali seluruh pedagang kaki lima yang ada di Indonesia untuk mempermudah koordinasi di antara para pelaku usaha tersebut. 


“Perkiraan secara kasar jumlah PKL di Indonesia 22 juta orang tetapi kami akan memulai pendataan kembali meski kemungkinan jumlahnya tidak jauh dari angka itu. Pendataan dilakukan supaya PKL dapat terkoordinasi dengan baik,” ungkap Ketua Umum APKLI Heru Juwono dalam Munaslub APKLI, Minggu (5/5). 


Ia mengakui bahwa ketidakadanya database resmi anggota APKLI menjadi kendala utama dalam melakukan koordinasi dan kerjasama antara pelaku usaha. Namun, dengan melakukan penyatuan, DPP APKLI akan lebih mudah dalam mengelola dan mengkoordinasikan pedagang kaki lima yang tersebar di seluruh Indonesia.


Kewajiban untuk mendapatkan sertifikasi halal mulai diberlakukan, termasuk untuk pedagang kaki lima, dengan batas waktu hingga 17 Oktober 2024. Proses pengurusan sertifikat halal ini memiliki biaya. Meski pemerintah telah menyediakan 1 juta layanan sertifikasi halal gratis sejak Januari 2023, jumlah tersebut terbatas jika dibandingkan dengan jumlah pedagang kaki lima yang mencapai sekitar 22 juta di seluruh Indonesia.


Apalagi sertifikasi ini ada masa berlakunya, sehingga perlu sertifikasi ulang secara berkala. Seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanann negara kepada rakyat. Karena, peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan merupakan kewajiban agama. Namun dalam sistem kapitalisme, semua bisa dikomersialisasi. Hal ini begitu erat kaitannya dengan peran negara yang saat ini hanya menjadi regulator atau fasilitator.


Agama Islam menetapkan bahwa negara memiliki tanggung jawab sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Termasuk dalam menjaga dan melindungi agama serta keyakinan mereka. Oleh karena itu, negara diharapkan untuk turut serta dalam memberikan jaminan terkait kehalalan produk. Apalagi kehalalan produk memiliki hubungan yang erat dengan kondisi manusia baik di dunia maupun di akhirat, baik secara fisik maupun spiritual.


Negara memberikan layanan ini secara gratis. Sistem Islam akan mengedukasi pedagang dan setiap individu rakyat terkait pentingnya kehalalan suatu barang. Negara akan menjamin biaya sertifikasi halal juga melayani dengan kemudahan birokrasi secara cepat dan mudah. 


Sehingga dari gambaran diatas akan terwujud makanan halal yang memudahkan setiap orang, pihak yang mengkonsumsi, serta pedagang. Begitupun negara menjadi pihak yang sama - sama memiliki kepentingan untuk memastikan halalnya suatu barang sehingga ridha allah diraih oleh setiap pihak. Hal itu akan terwujud ketika penerapan hukum Islam ditegakan secara kaffah. Wallahualam bisssawab. [Dara]