Alt Title

Korban Pinjol Mengenaskan, Mengapa Sulit Diberantas?

Korban Pinjol Mengenaskan, Mengapa Sulit Diberantas?

 


Maka berharap sistem kapitalisme sekuler mampu menyelesaikan problem ekonomi termasuk di dalamnya pinjol dan kasus ribawi lainnya, bisa dikatakan mustahil 

Yang ada malah lebih subur mengerikan bagi orang-orang yang meyakini adanya kehidupan akhirat. Di dunia terjerat, akhirat belum tentu selamat

______________________________


Penulis Rosita

Tim Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Keberadaan bank emok, rentenir, dan pinjol (pinjaman online) akhir-akhir ini telah meresahkan sebagian masyarakat. Terkait hal tersebut, Wakapolresta Bandung, Maruli Pardede, menyatakan bahwa bank emok dan pinjol sering menjadi sumber keluhan yang diterima kepolisian, terutama dari kalangan ibu-ibu.


Namun, pihaknya memiliki kendala dalam upaya pemberantasannya dan masih melakukan kajian lebih mendalam. Karena urusan pinjam meminjam adalah masalah perdata yang jarang ditangani oleh instansinya. (AyoBandung.com, 24 Februari 2024)


Keberadaan pinjol telah banyak memakan korban, bahkan hingga bunuh diri. Berbagai alasan seseorang terjerat pinjol, disebabkan karena kesulitan ekonomi sampai untuk memenuhi gaya hidup.


Meskipun para peminjam mengetahui ada konsekuensi bunga yang tinggi, tetapi karena terdesak oleh kebutuhan terutama ibu-ibu, akhirnya terjerumus kepada riba. Sementara untuk memenuhi gaya hidup, karena berpikir instan, akhirnya mereka pun ikut terjerembap.


Pinjol, rentenir, bank emok, masih dianggap sebagai jalan pintas memenuhi kebutuhan. Bisnis haram tersebut terus berkembang dan sulit diberantas. Jaringannya meluas, masuk dalam ranah perguruan tinggi dan dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal).


Tindakan pemerintah menyolusikan hal di atas, baru sebatas menutup sebagian pinjol, ketika ada aduan dari masyarakat juga dengan alasan ilegal. Sedangkan yang dinyatakan legal, masih terus beroperasi menyasar berbagai kalangan.


Hal inilah yang terjadi saat negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme sekuler. Di mana keuntungan materi lebih diutamakan daripada keamanan rakyatnya, sementara standar halal haram sudah tidak menjadi prioritas. Maka wajar akan sulit diberantas, sebab sistem ekonomi yang dianut pun adalah sistem ekonomi liberal. Bebas melakukan bisnis apa pun selama ada pelanggannya.


Kapitalisme sangat berbanding terbalik dengan sistem Islam. Negara hadir untuk mengurusi urusan rakyatnya. Jika ada permasalahan tidak akan dibiarkan berlarut-larut apalagi sampai memakan korban. 


Negara tidak akan membiarkan praktik ribawi berkembang subur di tengah masyarakat. Karena sudah jelas riba diharamkan dan termasuk dosa besar. 


Penerapan sistem ekonomi Islam dan sistem lainnya seperti sistem sanksi, pendidikan, keamanan, negara akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya juga keselamatannya.


Negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya agar para penanggung nafkah mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.


Masyarakat dalam siserm Islam adalah masyarakat yang terbina oleh aturan Allah Swt.. Melalui pembinaan tersebut, masyarakat akan dijauhkan dari aktivitas yang sia-sia, seperti hedonis. Setiap individu akan lebih paham mana itu kebutuhan (need) dan kemauan (want). Maka akan lahir masyarakat yang memperhatikan halal haram bukan liberal.


Sejarah Islam membuktikan, kemampuan sistem Islam menyejahterakan rakyatnya. Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan satu orang pun yang berhak menerima zakat. Penerimaan zakat menjadi ukuran terpenuhinya kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.


Dalam sistem Islam, perhatian negara bukan hanya menyediakan, tetapi memastikan individu per individu bisa mengakses segala kebutuhan pokoknya. Sedangkan untuk kebutuhan sekunder dan tersiernya, negara menciptakan suasana kondusif bagi berkembangnya bisnis yang dibolehkan sesuai syariat.


Maka berharap sistem kapitalisme sekuler mampu menyelesaikan problem ekonomi termasuk di dalamnya pinjol dan kasus ribawi lainnya, bisa dikatakan mustahil. Yang ada malah lebih subur mengerikan bagi orang-orang yang meyakini adanya kehidupan akhirat. Di dunia terjerat, akhirat belum tentu selamat. 


Negara yang menerapkan kapitalisme, walaupun terkategori negara maju, tidak ada dan tidak akan mampu menyejahterakan seluruh rakyat individu per individu. Fakta semakin menunjukkan yang kaya makin kaya yang miskin makin sekarat.


Begitulah sempurnanya Islam dan rusaknya kapitalisme. Negara penuh dengan keberkahan sebagai hasil dari ketaatan. Kembali kepada sistem Islam adalah kebutuhan mendesak yang mesti diperjuangkan. Wallahualam bissawab. [SJ]