Bansos Untuk Kesejahteraan Sosial Bukan Dipolitisasi
Surat PembacaIni bukanlah sesuatu yang baru, dan selalu terjadi setiap mendekati periode pemilihan demokratis.
Ada dua masalah utama terkait bantuan sosial ini, yaitu kebijakan dan distribusi
_________________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURATPEMBACA - Tak lama lagi, hari pemungutan suara pada tanggal 14 Februari akan digelar. Ini menyebabkan politisasi bantuan sosial (bansos) semakin tidak terhindarkan. Alhasil banyak pihak mendorong pemerintah untuk menunda pendistribusian bansos hingga setelah pemilihan usai.
Dilansir dari republika.co.id (9/2), sejak bulan Januari 2024, pemerintah telah memberikan bantuan pangan berupa 10 kilogram beras kepada puluhan juta keluarga penerima manfaat (KPM). Baru-baru ini, Presiden telah memerintahkan agar bantuan tersebut diperpanjang penyalurannya hingga bulan Juni 2024.
Selain itu, pemerintah juga telah mengumumkan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 200 ribu per bulan dari bulan Januari hingga Maret 2024 kepada 18 juta KPM. Bantuan ini, yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 11,2 triliun, direncanakan akan dikurangi pada bulan Februari 2024, menjelang hari pemungutan suara pemilu.
Beberapa analis berpendapat bahwa berbagai program bantuan sosial ini dirancang untuk meningkatkan elektabilitas salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Terutama karena pada saat yang sama, Presiden secara langsung turut membagikan bantuan sosial tersebut.
Salah satu analis setuju bahwa serangkaian program bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah memiliki nuansa kepentingan politik. Dia berpendapat bahwa politisi yang menjabat dalam pemerintahan sering kali menggunakan bantuan sosial sebagai alat untuk memperoleh dukungan politik saat pemilu.
Bantuan sosial (bansos) adalah upaya negara dalam melindungi individu yang berada dalam kondisi "miskin" atau "membutuhkan", dan merupakan bagian dari sistem perlindungan sosial. Dana untuk program ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena tujuan utamanya adalah memberikan dampak langsung kepada penerima manfaatnya, bansos menjadi sangat rentan terhadap politisasi.
Ini bukanlah sesuatu yang baru, dan selalu terjadi setiap mendekati periode pemilihan demokratis. Ada dua masalah utama terkait bantuan sosial ini, yaitu kebijakan dan distribusi.
Dalam suatu negeri yang menerapkan sistem kapitalisme, kekuasaan menjadi sasaran yang sangat diidamkan, bahkan sampai pada titik di mana segala cara akan digunakan untuk mencapainya. Sistem ini memberikan kebebasan perilaku yang luar biasa, bahkan dalam pengabaian terhadap aturan agama.
Kondisi ini semakin diperparah oleh rendahnya kesadaran politik, kurangnya pendidikan, dan tingginya tingkat kemiskinan yang melanda masyarakat.
Masyarakat yang terpinggirkan oleh kemiskinan cenderung berpikir pragmatis, mudah dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik. Kemiskinan bukanlah masalah sepele, melainkan problem kronis yang harus diselesaikan secara menyeluruh dan dari akar permasalahannya.
Dalam Islam, kekuasaan dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dengan tuntutan untuk mengurus rakyat sesuai dengan hukum syariah. Selain itu, Islam juga memberikan peran besar dalam memastikan kesejahteraan individu dengan berbagai mekanisme yang diberlakukan.
Negara yang berbasis pada nilai-nilai Islam akan mengedukasi rakyatnya dengan prinsip-prinsip agama, termasuk dalam memilih pemimpin. Dengan demikian, pemimpin yang dipilih akan memiliki kualitas yang jelas karena ketaatan dan kompetensinya, tanpa perlu melakukan pencitraan untuk mendapatkan dukungan rakyat. Wallahualam bissawab. [GSM]
Ummu Qianna
Sahabat Literasi