Alt Title

Ibu di Mana Hati Nuranimu?

Ibu di Mana Hati Nuranimu?



Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan kaum ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. 

Islam juga memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.

__________________________________


Penulis Mawaddah Sopie

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki, penuh darah penuh nanah
Seperti udara...Kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas. Ibu.....


Kita mungkin tak asing dengan lirik lagu tersebut. Yang dinyanyikan Iwan Fals pada tahun 1988. Yang menggambarkan bahwa perjuangan seorang ibu begitu luar biasanya untuk anak-anaknya. MashaAllah. Namun amat sangat disayangkan, gambaran sosok ibu dalam lagu tersebut jauh sekali dari kondisi ibu di akhir zaman saat ini. 


Banyak kasus sadis yang menimpa kaum ibu. Yang bikin hati kita miris dibuatnya. Seorang ibu yang seharusnya banyak berkorban untuk anaknya, tempat untuk berkasih sayang, tempat berlindung, tempat mengadu. Justru malah sebaliknya. 


Rohwana atau Wana (38 tahun) contohnya, seorang ibu di Bangka Belitung, dijadikan tersangka oleh pihak yang berwajib karena terlibat pembunuhan. Astagfirullah.. miris bukan? Wanita buruh itu tega membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Lalu buah hatinya dibuang ke kebun milik masyarakat sekitar rumahnya.


Kronologi terkuaknya kasus ini berawal saat warga sekitar menemukan mayat bayi laki-laki di kebun. Kemudian, pihak berwajib melakukan pemeriksaan dan menyimpulkan penemuan bahwa mayat bayi kecil mungil itu sengaja dihilangkan nyawanya dan ditelantarkan. 


Berdasarkan analisis pihak berwajib, pelaku melahirkan bayi tersebut pada Kamis 18 Januari 2024 kurang lebih pukul 21.00 WIB di kamar mandi rumahnya sendirian tanpa disaksikan oleh suami ataupun keluarganya. Wadah plastik itu pun jadi saksi betapa bayi mungil itu ditenggelamkan oleh ibu kandungnya sendiri sampai kehilangan napas. Kemudian meninggal dunia.


Kepada pihak berwajib, Rohwana mengungkapkan bahwa alasan dia membunuh karena tidak menginginkan kelahiran anaknya tersebut. Rasa khawatir tidak sanggup membiayai yang menghantui jiwa Rohwana. Sebab suaminya bekerja sebagai buruh saja. 


Akibat tindakan kriminalnya tersebut, Rohwana dijerat Pasal 338 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP. (Kumparan.com, 24/01/2024)


Kasus serupa sering kerap kali terjadi. Apalagi saat kemarin corona melanda dunia. Aktivitas kantor, sekolah dilakukan secara daring. Membuat kaum ibu bertambah beban di rumah. Belum lagi kondisi ekonomi merosot.


Cekcok antarpasangan suami istri menjamur juga. Tingkat stres meningkat. Hingga melampiaskan kekesalan pada anak yang berujung pada kematian. Naudzubillah summa naudzubillah. Dan stres itu pun berdampak di kehidupan saat ini pasca corona. 


Banyak faktor kenapa seorang ibu rela melakukan tindakan kriminal. Sehingga nurani mereka tergadai. Di antaranya adalah karena tingginya beban hidup terutama dalam bidang ekonomi, yang telah mematikan fitrah keibuannya, lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga.


Sehingga ibu terbebani dalam hal pemenuhan ekonomi, kurangnya kontrol masyarakat, serta abainya negara dalam hal kesejahteraan kepada rakyat. Dan semua ini adalah dampak diterapkannya sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan. 


Akar sumber masalahnya ada pada sistem. Sistem saat ini menggiring semua orang untuk tidak taat pada aturan Islam. Seorang manusia dengan mudahnya melakukan tindakan pembunuhan.


Selain karena kurangnya keimanan dan ketakwaan. Juga kurang adanya kontrol dari negara maupun masyarakat. Padahal melakukan pembunuhan itu adalah pelanggaran agama dan termasuk dosa.


"Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin, kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran." (QS. An-Nisa: 92).


Seorang muslim seyogyanya mengetahui tentang aturan agama. Mengetahui apa yang diperintahkan dan dilarang agamanya (mengetahui tentang halal dan haram). Sehingga terpatri di jiwanya untuk berusaha tidak membunuh. Karena dalam Islam, satu nyawa saja sangat berharga. Ketahanan di dalam keluarga di sini sangat dibutuhkan. Oleh karenanya perlu juga peran dari negara untuk merealisasikannya. 


Penguasa harus intens melakukan pembinaan kepada masyarakat agar tercipta kondisi masyarakat yang beriman dan bertakwa. Sehingga masyarakat menjaga untuk selalu taat terhadap syariat Islam dan hukum syara.


Sistem pendidikan yang Islami disini sangat diperlukan yang tidak berorientasi pada materi semata. Agar masyarakat mudah mengenyam pendidikan, diperoleh secara gratis. Tanpa harus memikirkan biaya pendidikan yang mahal. 


Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan kaum ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Islam juga memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.


Dengan demikian peran ibu dan ayah berjalan sebagaimana mestinya, sesuai dengan fitrahnya. Sehingga seorang ibu jauh dari kata stres saat mendidik dan membesarkan anak anaknya. Nurani ibu pun tetap terjaga. 


Langkah pencegahan lainnya terhadap kasus pembunuhan ibu terhadap anak ini, yaitu adanya hukuman yang berat. Yang membuat ibu yang lain memiliki efek jera. Dan semua itu bisa terwujud jika Islam tegak di muka bumi ini dan diterapkan secara kafah (menyeluruh). Wallahualam bissawab. [SJ]