Alt Title

Hukum Serba Tak Pasti, Buah dari Demokrasi

Hukum Serba Tak Pasti, Buah dari Demokrasi

 


Umat seharusnya menyadari bahwa berbagai ketimpangan hukum dan kezaliman yang terjadi adalah bukti bahwa manusia tidak bisa membuat hukum

Karena manusia itu lemah dan akalnya terbatas

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Pernyataan mengejutkan diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan yang juga calon wakil presiden no. urut 3, Mahfud MD mengatakan bahwa salah satu alasan kemunduran di Indonesia adalah ketidakpastian hukum.


Beliau juga menyebutkan contoh kemundurannya seperti investasi dan pembangunan ekonomi tidak maksimal. Bahkan terdapat praktik suap menyuap di kalangan pengusaha agar mendapat izin usaha atau berinvestasi. Akhirnya ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena berpeluang memberi izin pada orang lain di suatu tempat yang sudah diberikan izin pada yang lain. (nasional[dot]kompas[dot]com, 06/01/2024) 


Fakta saat ini menunjukkan bahwa lembaga peradilan dan penegak hukum mudah untuk menerima sogokan. Mereka mengaku wakil rakyat, tetapi membuat undang-undang sesuai pesanan oligarki. Hal ini jelas merupakan sebuah kezaliman hasil dari konsep bernegara buatan manusia yaitu sistem demokrasi. 


Sistem demokrasi meniscayakan bahwa kedaulatan berada di tangan manusia. Manusia yang berhak membuat, merevisi, dan menghapus hukum. Alhasil, timbul ketidakpastian hukum yang menuntut adanya aturan baru. Hukum disesuaikan dengan zaman dan kepentingan oligarki. 


Umat seharusnya menyadari bahwa berbagai ketimpangan hukum dan kezaliman yang terjadi adalah bukti bahwa manusia tidak bisa membuat hukum. Karena manusia itu lemah dan akalnya terbatas. 


Keterbatasan itu membuat manusia harus selalu bergantung pada Al-Khaliq, yaitu Allah Swt.. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-An'am ayat 57, 


"Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah." 


Selain itu di beberapa surah dan ayat yang lain, Allah juga memberi ancaman kepada siapa saja yang menetapkan hukum tidak sesuai dengan hukum Allah. Misalnya mereka dikatakan sebagai orang-orang kafir, orang-orang zalim, dan orang-orang fasik. 


Dengan begitu, umat harus memahami bahwa ada ancaman yang nyata jika tidak berhukum pada hukum Allah. Umat juga harus menyadari bahwa hukum Allah tidak hanya mengatur tentang ibadah saja, namun mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk urusan tata negara. 


Dalam sistem Islam, negara akan menerapkan hukum syariat. Jika terdapat perkara yang baru, di mana dalilnya bersifat zhanni atau mengandung dua atau lebih kemungkinan, maka metode penyelesaiannya dengan ijtihad. 


Ijtihad adalah proses penggalian hukum berdasarkan dalil-dalil syariat yakni Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma sahabat, dan qiyas. Ijtihad dapat dilakukan oleh khalifah atau para mujtahid. Hasil ijtihad yang ditabani adalah yang terkuat. Maka, hukum ini wajib ditaati oleh masyarakat. 


Dengan demikian, hukum Islam bersifat tetap yaitu bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga ketidakpastian hukum dapat dihindari. Penerapan hukum syariat juga meniscayakan keadilan bagi masyarakat.


Akankah kita mempertahankan sistem kufur yang menyengsarakan? Atau ikut berjuang untuk mengembalikan aturan yang jelas-jelas diridai Allah? Wallahualam bissawab. 


Siska Juliana