Alt Title

Derasnya Impor Beras, Kedaulatan Pangan Kian Kandas

Derasnya Impor Beras, Kedaulatan Pangan Kian Kandas

 


Apabila jerat kepentingan korporasi di sektor agraria tetap menyandera, tentu kedaulatan pangan akan semakin jauh di angan-angan. Penguasa akan terus menjadi kepanjangan tangan bagi pemilik modal. Sehingga kepentingan rakyat dan ketahanan nasional akan mudah tergadai oleh keuntungan segelintir pihak

Ini berkorelasi menjadikan produk pertanian dalam negeri selalu rapuh, sedangkan Impor akan selalu menjadi senjata andalan


_____________________


Penulis Eka Muliasari, S. Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Praktisi homeschooling dan pembina komunitas Sahabat Taqwa)


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tampaknya, harapan menjadi negeri yang memiliki ketahanan dan kedaulatan pangan makin jauh. Bagaimana tidak, hingga hari ini kebijakan impor beras bukannya berkurang justru makin deras. Sebagaimana pernyataan presiden terkait sulitnya mewujudkan swasembada pangan ini.


"Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya nggak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan," ungkap Jokowi dalam acara pembinaan petani di Jawa Tengah, Banyumas selasa (2/1/2024) lalu. (cnbcindonesia[dot]com, 2/1/2024)


Dengan jumlah setidaknya 4 juta - 4,5 juta bayi baru lahir setiap tahun, menuntut bertambah tingginya kebutuhan pangan seperti beras tiap tahunnya. Inilah yang menjadi alasan presiden meningkatkan kran impor beras. Keputusan pemerintah ini dinilai pragmatis dan tidak menyentuh dasar persoalan pangan. Bahkan, cenderung menjadi cara praktis mendapat keuntungan. Hal ini disebabkan banyaknya masalah utama terkait pertanian tidak diselesaikan dengan tuntas. Misalnya, terkait lahan pertanian yang kian menyusut akibat maraknya alih fungsi lahan.


Dilansir dari CNN Indonesia, Alih fungsi lahan di Indonesia mencapai 150.000 hektare per tahun pada 2019. Berubah menjadi pemukiman, industri, dan jalan. Laju alih fungsi ini terus meningkat karena pada tahun 1990-an masih 30.000 hektare per tahun. Hal ini secara signifikan mempengaruhi produksi pertanian, terutama beras.


Berdasarkan hasil penghitungan kerangka sampel area, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional pada 2023 turun 650.000 ton. Hal itu berbeda dengan Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) yang memproyeksikan produksi beras anjlok 1,5 juta ton. (Kompas[dot]id, 23/12/2023)


Kondisi ini butuh ketegasan pemerintah dan upaya serius mewujudkan ketersediaan lahan pertanian ditengah maraknya alih fungsi lahan ini. Namun, apabila jerat kepentingan korporasi di sektor agraria tetap menyandra, tentu kedaulatan pangan akan semakin jauh di angan-angan. Penguasa akan terus menjadi kepanjangan tangan bagi pemilik modal. Sehingga kepentingan rakyat dan ketahanan nasional akan mudah tergadai oleh keuntungan segelintir pihak. Ini berkorelasi menjadikan produk pertanian dalam negeri selalu rapuh, sedangkan Impor akan selalu menjadi senjata andalan.


Berbeda dengan kepemimpinan Islam. Penguasa adalah periayah (pengurus) dan perisai bagi umat. Maka, kebijakannya tidak berpijak pada untung rugi materi, apalagi berpihak pada segelintir pemodal. Setiap keputusan penguasa diambil dalam koridor syariat yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunah, dikaji dan ditetapkan demi kesejahteraan umat manusia. 


Islam melarang ketergantungan pada kaum kafir yang bisa melemahkan, apalagi pada sektor penting seperti pangan. Sehingga, wajib bagi negara memiliki sumber produksi terutama pada kebutuhan pokok seperti beras. Hal ini meniscayakan bagi negara memenuhi kecukupan ketersediaan lahan pertanian dalam negeri dan produktivitasnya secara optimal. 


Untuk itu, peruntukan lahan akan dikaji dengan teliti. Sehingga Lahan subur hanya akan diperuntukkan untuk pertanian. Sedangkan lainya akan dikaji peruntukannya apakah untuk pemukiman, industri, dll. Di sisi lain, negara menempatkan orang-orang bertakwa yang amanah dalam pelaksanaanya. Sehingga, tidak ada ruang bagi segelintir pihak mengalih fungsikan lahan yang tidak pada tempatnya, apalagi yang berpotensi membahayakan ruang hidup masyarakat.

 

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah hari ini melepas jeratan-jeratan kapitalis. Mengembalikan segala pengaturan umat pada hukum dari sang Maha Pengatur, Allah Swt. mewujudkan kedaulatan pangan dengan berbagai langkah solutif dan antisipasif berdasarkan syariat-Nya. Dengan demikian, kesejahteraan akan terwujud ditengah masyarakat. Wallahualam bissawab. [Dara]