Alt Title

Hari Santri: Momentum Mengembalikan Peran Santri yang Hakiki

Hari Santri: Momentum Mengembalikan Peran Santri yang Hakiki

 


Hanya saja untuk membuat potensi yang besar itu bangkit dan menjadi kekuatan yang besar bagi bangsa, maka cara pandang kehidupan yang digunakan harus sahih, yaitu Islam

Islam mendorong setiap muslim terlebih santri untuk berperan dalam kehidupan

______________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peringatan Hari Santri diselenggarakan setiap tanggal 22 Oktober. Kali ini apel Hari Santri digelar di Tugu Pahlawan, Surabaya. Acara ini dihadiri oleh ribuan santri dari berbagai pondok pesantren di Indonesia. Presiden Joko Widodo bertindak sebagai pembina apel. Beliau mengajak semua pihak untuk dapat terus menjaga semangat Hari Santri dalam menghadapi situasi dan kondisi saat ini, seperti adanya krisis ekonomi, pangan dan energi akibat perang. (kemenag[dot]go[dot]id, 22/10/2023)


Sejak tahun 2015, pemerintah telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Hal ini dilakukan untuk mengenang resolusi jihad yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy'ari selaku Rais Akbar Nahdatul Ulama pada masa kemerdekaan Indonesia.


KH. Hasyim Asy'ari juga pernah memberikan fatwa bahwa melawan penjajah itu adalah fardhu 'ain dan meninggal saat melawan musuh adalah mati syahid. Para santri sangat tergugah dengan fatwa tersebut. Mereka berjuang sekuat tenaga demi kepentingan umat, bangsa dan negara. 


Pernyataan dari KH. Hasyim Asy'ari menunjukkan betapa besarnya kontribusi kaum muslimin khususnya para santri dalam melawan penjajah. Misalnya saja seruan jihad melawan Belanda yang menyerang Surabaya. Teriakan takbir Bung Tomo mampu menggetarkan arek-arek Surabaya untuk berperang mengusir penjajah.


Seruan tersebut merupakan panggilan agama, bukan panggilan nasionalisme. Allah Swt. berfirman,


"Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu." (TQS. Al-Baqarah: 191).


Perintah jihad inilah yang memotivasi para santri dan ulama dalam mempertahankan tanah air. Namun saat ini, motivasi tersebut mengalami kemerosotan akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga kehidupan ini tidak diatur oleh hukum syariat, tetapi diatur oleh kepentingan-kepentingan manusia dan materi. Alhasil segala sesuatu bersifat materialistis. 


Akibatnya, potensi pesantren dibajak hanya sebatas mencetak para wirausahawan. Bukan mencetak santri faqih fiddin yang peka terhadap permasalahan umat dan mampu menyelesaikan permasalahan tersebut. 


Tidak hanya itu, para santri sekuler hanya mencukupkan diri belajar di pesantren. Ilmu yang mereka dapat seolah-olah hanya berlaku di pesantren. Namun begitu keluar dari pesantren, mereka seperti buku-buku yang berjalan. Sebab, mereka mengetahui hukum syariat, tetapi tidak menggunakan hukum tersebut untuk menyelesaikan permasalahan umat. 


Maka pesan pemerintah saat apel Hari Santri sangat relevan mengembalikan kembali spirit jihad dalam makna yang sebenarnya. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dan memiliki lebih dari 36 ribu pondok pesantren. Hal ini jelas merupakan potensi yang besar dalam menentukan masa depan bangsa. 


Hanya saja untuk membuat potensi yang besar itu bangkit dan menjadi kekuatan yang besar bagi bangsa, maka cara pandang kehidupan yang digunakan harus sahih, yaitu Islam. Islam mendorong setiap muslim terlebih santri untuk berperan dalam kehidupan. 


Sebagaimana firman Allah Swt., 


"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (TQS. Ar-Ra'du: 11).


Jika kaum muslimin memahami ayat tersebut dengan sudut pandang Islam, maka akan terbentuk dalam benak mereka adalah kesadaran tentang kebutuhan yang penting dan mendesak untuk kaum muslimin. Karena faktanya saat ini, kaum muslimin mengalami keterpurukan dan penderitaan yang amat sangat. Padahal kaum muslimin hidup di negeri yang kaya sumber daya alam, tetapi justru hidup dalam kelaparan, kemiskinan, dan kebodohan. 


Hal itu karena kekayaan yang dimiliki diserahkan pengelolaannya kepada pihak asing oleh penguasa sendiri. Sementara itu, saudara kita di Palestina mengalami kezaliman yang luar biasa akibat perbuatan Israel dan sekutunya yaitu Amerika dan Eropa. Permasalahan ini memang begitu pelik, tetapi seluruh permasalahan ini akan tuntas ketika Islam dijadikan sebagai asas kehidupan.


Dalam Daulah Islam, kaum muslimin memiliki negara yang meriayah seluruh kebutuhan mereka. Sehingga kebutuhan seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan yang lainnya akan terjamin. 


Selain itu, Daulah Islam juga berfungsi sebagai junnah (perisai) yang akan melenyapkan zionis Israel dan sekutunya yang jelas-jelas memerangi Islam. Namun sayangnya, saat ini keberadaan Daulah Islam belum ada. Inilah akar permasalahan yang bersifat penting dan mendesak itu. 


Dengan demikian, hendaknya kaum muslimin terlebih para santri seharusnya menyadari kemudian berjuang demi tegaknya sistem kehidupan Islam. Perjuangan yang dilakukan harus sesuai dengan metode perubahan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. untuk mengembalikan kehidupan Islam. 


Wallahualam bissawab.