Alt Title

Politik dan Agama Dipisahkan, Bukti Nyata Sekularisme

Politik dan Agama Dipisahkan, Bukti Nyata Sekularisme

Politik bukanlah hal yang terpisah apalagi asing dalam Islam atau bahkan digunakan untuk merebut kekuasaan

Politik Islam digunakan untuk mengurus urusan umat dan menyatukan wilayah-wilayah kekuasaan Islam di bawah naungan sistem Islam

____________________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Baru-baru ini Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan pernyataan agar masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat. Ia juga menambahkan agar masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. (republika[dot]co[dot]id, 04/09/2023) 


Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menyatakan bahwa seharusnya pejabat atau menteri tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang justru akan memicu perpecahan di tengah masyarakat. Karena masyarakat pun sudah paham jika politik identitas dan politik SARA memang harus dihilangkan. 


Pernyataan seperti itu jelas akan menyesatkan dan membahayakan kehidupan umat. Karena secara tidak langsung menuduh agama sebagai alat politik. Pernyataan ini menggiring pemikiran umat bahwa Islam tidak mengajarkan tentang politik. Islam dan politik terpisah. Padahal Islam dan politik bukan sesuatu yang terpisah dan asing, justru politik adalah bagian dari syariat Islam. 


Allah Swt. menurunkan Islam sebagai ideologi yang menjelaskan seluruh aspek dalam kehidupan kita. Sebagaimana firman Allah, "Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)." (TQS. An-Nahl: 89) 


Maka sudah jelas jika urusan politik tidak akan lepas dari penjelasan Islam. Politik dalam Islam dikenal dengan istilah as-siyasah yang artinya mengatur, memimpin, memelihara, dan mengurus suatu urusan.


Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Daulah Islam menjelaskan bahwa politik adalah mengurus urusan umat dengan menerapkan hukum Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Islam memiliki sistem politik yang baku. Pemimpinnya disebut dengan Khalifah. Pengangkatannya menggunakan metode baiat. 


Khalifah yang akan mengurus urusan umat menggunakan syariat Islam baik di dalam maupun di luar negeri. Agama dan politik saling berkaitan dapat dipahami dari pendapat-pendapat ulama terdahulu yang hidup di masa sistem Islam diterapkan secara kafah. 


Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa, "Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar, agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya."


Ibnu Qutaibah pun menuliskan, "Perumpamaan antara Islam, kekuasaan, dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang, dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam. Tiangnya adalah kekuasaan. Tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat." 


Oleh karena itu, telah jelas politik bukanlah hal yang terpisah apalagi asing dalam Islam atau bahkan digunakan untuk merebut kekuasaan. Politik Islam digunakan untuk mengurus urusan umat dan menyatukan wilayah-wilayah kekuasaan Islam di bawah naungan sistem Islam yang berdiri kokoh selama 1300 tahun.


Bukti keberhasilan politik Islam ketika mengatur urusan warga negaranya bukan hanya dirasakan oleh umat Muslim saja. Hal ini pun diakui oleh orang Barat. Will Durant dalam bukunya yang berjudul  The Story of Civilization menyatakan bahwa, "Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukan dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatat bagi fenomena seperti itu setelah masa mereka."


Pernyataan dan bukti sejarah ini tidak akan mungkin ada jika kaum muslimin tidak melakukan aktivitas politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri sesuai syariat Islam. Sehingga ketika ada yang mengatakan berpolitik jangan membawa Islam maka jelas pandangan tersebut bukan berasal dari Islam.


Pernyataan tersebut adalah cerminan dari negara sekularisme. Sekularisme adalah negara yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dicukupkan pada aktivitas ritual seperti salat, puasa, zakat, haji dan zikir. Sedangkan urusan kehidupan seperti politik diatur oleh cara main yang dibuat manusia sendiri. 


Akhirnya umat terbawa pada aktivitas politik yang berorientasi haus akan kekuasaan dan kotor seperti saat ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslimin kembali kepada makna politik hakiki seperti yang diajarkan Islam, bukan malah terjebak dalam permainan politik sekularisme. Wallahualam bissawab. [By]