Alt Title

Menjauhkan Agama dari Politik: Bahaya

Menjauhkan Agama dari Politik: Bahaya

Sesungguhnya, Islam, politik dan kekuasaan adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan

Para ulama sudah membahas tentang pentingnya agama dan kekuasaan itu perlu bersatu, karena Islam, politik dan kekuasaan adalah bagian yang sudah terintegrasi

_________________________________


Penulis Seni Rosdiana 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menjelang Pilpres (Pemilihan Presiden) tahun depan, bursa Capres (Calon Presiden) dan Cawapres (Calon Wakil Presiden) semakin memanas. Sampai saat ini terdapat tiga kandidat yang sudah mendeklarasikan diri sebagai capres 2024. Masing-masing partai pengusung calon sibuk saling mengunggulkan, sehingga sering terjadi kampanye terselubung dimana-mana terutama di sosial media. 


Di sisi lain, Menteri Agama Yaqut Cholil mengatakan, "Agama harusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat dan masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," ujarnya. (kompas[dot]com, 23/9/2023). Yaqut juga memperingatkan masyarakat agar jangan memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk meraih kekuasaan.


Islam menjadi Tertuduh


Pernyataan Menteri Agama tersebut sangat keliru dan berbahaya. Seakan-akan menyudutkan ajaran Islam serta bertentangan dengan hukum-hukum Islam, realita sejarah dan fakta kekinian. Komentar tersebut seolah menyiratkan bahwa pandangan terhadap Islam adalah sesuatu yang negatif, bahkan menjadi musuh jika Islam menyatu dengan politik dan pemerintahan. Dengan dalih "tolak politisasi agama" sering disampaikan kepada umat saat ini terutama menjelang pilpres atau pemilu. 


Terkait tafsir Islam Rahmatan lil alamin, ulama besar seperti Syaikh An-Nawawi al-Bantani (w. 1316H) dalam tafsir nya, Marah Labid, menguraikan : "Tidaklah Kami mengutus engkau, wahai sebaik-baiknya makhluk, dengan membawa ajaran-ajaran syariah-Nya, kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam, yakni untuk menjadi rahmat Kami bagi alam semesta seluruhnya, bagi agama ini dan kehidupan dunia." (An-Nawawi, Marah Labid)


Ajaran Islam memberikan perlindungan kepada seluruh manusia baik muslim maupun nonmuslim. Dalam Islam, harta, kehormatan dan jiwa kaum-kaum nonmuslim akan dilindungi sesuai syariat Islam. 


Penggambaran negatif syariat Islam terutama dalam politik dan pemerintahan itu berasal dari Barat tujuan utamanya adalah untuk menciptakan Islamofobia. Tapi ironisnya, tuduhan itu kadang datang dari kaum muslim sendiri terhadap muslim lainnya.


Politik Sekularisme: Rusak! 


Menteri Agama seharusnya memperingatkan bahayanya memisahkan agama dari politik dan pemerintahan. Seperti prinsip-prinsip sekularisme dan demokrasi yang dijadikan sandaran untuk memperoleh jabatan serta kekuasaan. Rusaknya sistem politik sekularisme demokrasi yaitu tingginya politik uang, kamuflase personal, janji palsu serta pencitraan merakyat. 


Nabi Muhammad saw. mengingatkan betapa bahaya perebutan dan haus jabatan serta kekuasaan. Sabda beliau, "Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan (kekuasaan), sementara kepemimpinan (kekuasaan) itu akan menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak." (HR. Al-Bukhari, An-Nasa'i dan Ahmad) 


Amanah Menegakkan Syariat 


Sesungguhnya, Islam, politik dan kekuasaan adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan. Para ulama sudah membahas tentang pentingnya agama dan kekuasaan itu perlu bersatu, karena Islam, politik dan kekuasaan adalah bagian yang sudah terintegrasi. Dalam kitab Majmu al-Fatawa (28/394), Ibnu Taimiyah mengatakan "Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya perkataan manusia akan rusak." 


Sudah saatnya umat Islam meluruskan pandangan soal politik dan kepemimpinan. Dalam Islam menjadi penguasa akan mendapatkan amal salih karena mengurus umat dengan penerapan Islam dan menyebarkan Islam keseluruh dunia. Allah Swt juga memerintahkan untuk berhukum dengan syariat-Nya. 


Maka dari itu, memilih pemimpin bukan hanya sekedar memilih yang beragama Islam saja tetapi kita harus memilih pemimpin muslim yang akan menerapkan sistem kehidupan islam. Sehingga, tercipta Islam yang rahmatan lil alamin. Sesalih apapun personal seorang pemimpin tapi tidak menerapkan syariah Islam pada kepemimpinannya sampai kapanpun tidak akan mengundang Rahmat Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Dara]