Alt Title

Hukum Keluarga dalam Islam Dianggap Diskriminatif, Benarkah?

Hukum Keluarga dalam Islam Dianggap Diskriminatif, Benarkah?

Dalam paradigma Islam, Allah telah memberikan peran hak dan kewajiban kepada laki-laki dan perempuan, benar-benar tidak melihat, apakah itu sama atau berbeda

Tapi melihat atau mempertimbangkan bahwa semua itu semata adalah hukum-hukum, aturan yang menyelesaikan problem manusia

_________________________________


Oleh Ustazah Wiwing Noraeni



KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - Sobat Media Kuntum Cahaya, Ustazah Wiwing Noraeni mengungkapkan, bahwa hari ini, hukum keluarga Islam yang berkaitan dengan bagaimana hubungan suami istri, pernikahan dan seterusnya, ini menjadi hukum-hukum yang banyak digugat oleh kaum feminisme. Mengapa? Karena dianggap diskriminatif terhadap perempuan. Misalnya ketentuan dalam Islam bahwa wali harus laki-laki, kepala keluarga itu laki-laki, seorang saksi dalam pernikahan harus laki-laki. Inilah yang kemudian digugat oleh kaum feminisme karena dianggap diskriminatif terhadap perempuan. Sehingga tidak memberikan keadilan bagi perempuan. Selanjutnya bisa menimbulkan masalah-masalah terhadap perempuan.


"Bagaimana sebenarnya pandangan Islam berkaitan dengan hal ini? Benarkah hukum Islam, terutama yang berkaitan dengan hukum-hukum keluarga adalah hukum yang diskriminatif?" tanya Ustazah. 


"Yang pertama kali kita dudukkan adalah paradigma berpikir antara feminisme dengan Islam. Feminisme dengan kesetaraan gendernya menganggap bahwa segala sesuatu entah itu peran dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, itu harus sama persis, tidak boleh berbeda. Ini yang kemudian menurut mereka adil. Adil bagi perempuan," cakapnya. 


Ustazah menambahkan, bahwa dalam paradigma Islam, maka Allah telah memberikan peran hak dan kewajiban kepada laki-laki dan perempuan, benar-benar tidak melihat, apakah itu sama atau berbeda. Tapi melihat atau mempertimbangkan bahwa semua itu semata adalah hukum-hukum, aturan yang menyelesaikan problem manusia.


"Sehingga disini paradigmanya berbeda. Kalau feminisme yang penting harus sama, laki-laki dan perempuan sedangkan kalau dalam Islam itu, menyelesaikan problem manusia yang terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan," tuturnya dalam kajian Kuntum Khaira Ummah di Youtube Muslimah Media Center (MMC), Jumat (11/08/2022).


Ayo kita perhatikan bagaimana Allah menetapkan kedudukan laki-laki dan perempuan. Allah Swt. berfirman:


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti." (QS. Al-Hujurat: 13)


Ustazah mengungkapkan, sebenarnya kalau kita perhatikan Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 13 ini, sangat jelas bahwa Allah (Islam) menetapkan kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah Swt.. Sehingga di hadapan Allah, yang paling baik itu adalah yang paling bertakwa. Dari sini saja, sudah menjelaskan bahwa Islam itu tidak diskriminatif terhadap perempuan. Karena Islam menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan kedudukannya di hadapan Allah adalah sama.


Selanjutnya Ustazah Wiwing menjelaskan, akan tetapi ketika membahas aturan-aturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga, tentu hal ini adalah sesuatu yang harus kita lihat dalam perspektif menyelesaikan masalah. Menyelesaikan segala problem manusia. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan insani dari sisi bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama-sama manusia. Maka Allah telah menetapkan hak dan kewajiban yang sama di antara laki-laki dan perempuan. Contohnya seruan untuk menegakkan salat dan zakat. 


Allah berfirman :


وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ


Artinya, “Laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan ruku'ah bersama orang-orang yang ruku’,” (QS. Al-Baqarah: 43)


"Allah memberi aturan yang sama. Laki-laki diseru untuk salat dan zakat, perempuan pun sama. Tidak ada perbedaan, termasuk aturan yang berkaitan dengan muamalah. Tentang jual beli, utang piutang, hukum berkaitan dengan ujrah, ijarah, semua ini sama. Ketika laki-laki diperbolehkan untuk melakukan jual beli maka perempuan juga boleh melakukan jual beli. Tapi tentu saja jual beli yang sesuai dengan syariat Islam," jelasnya. 


"Sementara untuk hal-hal yang berkaitan dengan kodrat, laki-laki secara kodratnya berbeda dengan perempuan. Allah menetapkan hak-hak dan kewajiban berbeda. Laki-laki dengan fisiknya yang kuat dan kekar, memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat, keinginan melindungi," ungkapnya.


"Allah tetapkan berbeda dengan perempuan yang secara kodratnya perempuan ini lemah lembut, perempuan diberikan Allah berupa rahim yang dengan itulah perempuan bisa hamil dan melahirkan. Ia menyusui anaknya, diberikan tugas untuk mengasuh anaknya, hadhanah, dan seterusnya," tambahnya. 


Sehingga karena hal inilah maka dibedakan aturan-aturannya. Dibedakan hak dan kewajibannya.  Ketika Islam menetapkan kewajiban jihad, Allah tetapkan bagi laki-laki tidak bagi perempuan. Sedangkan kewajiban di dalam rumah tangga, Allah tetapkan laki-laki sebagai kepala keluarga, yang kemudian menjadi bapak. Ingin melindungi istrinya, melindungi anaknya, wajib juga untuk menafkahi. Sebagaimana firman Allah :


ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ


Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita." (QS. An-Nisa': 34)


Laki-laki itu adalah pemimpin bagi wanita. Itu memang Allah tetapkan untuk laki-laki karena secara kodrati, Allah menciptakan laki-laki untuk melakukan tugas itu.


"Sementara perempuan juga dengan tugas utamanya ummu warabbatul bait sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya. Memang Allah tetapkan sesuai dengan kodratnya. Sehingga hukum-hukum yang berkaitan dengan kehamilan, ditetapkan untuk perempuan. Hukum-hukum berkaitan dengan menyusui ditetapkan bagi perempuan. Sehingga tidak bisa kita klaim bahwa hukum Islam itu diskriminatif terhadap perempuan," bebernya.


Berikutnya bagaimana berkaitan dengan hukum wali, hukum perwalian yang dianggap diskriminatif. Mengapa wali itu harus laki-laki?


Beliau menjawab, Islam telah menetapkan tentang masalah perwalian. Wali adalah salah satu dari rukun pernikahan. Tanpa ada wali, maka pernikahannya tidak sah. Dalam kitab Al-Hidayah al-Mustahil wal Nihaya al-Muqtasid, Ibnu Rusdi menegaskan bahwa jumhur ulama sepakat bahwa wanita atau perempuan tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Tetapi ia harus punya wali. Wali adalah orang yang bertanggung jawab atas si perempuan ini. Syaratnya wali adalah dia harus laki-laki, Islam, balig, berakal dan merdeka.


Kemudian Husein Abdul Hamid dalam karyanya Muhasus kitab Alum menyatakan bahwa semua pernikahan, baik pernikahan perempuan itu janda atau gadis, sedangkan suaminya atau calon suaminya ini sekufu atau tidak, maka nikahnya tidak sah atau batil jika tidak ada wali. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw. dari Aisyah ra. Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya batil." (HR. Abu Daud)


Itu dari sisi hadis, kemudian dari ayat Al-Qur'an sendiri juga menegaskan bahwa wali itu harus laki-laki ini berdasarkan pendapat dari Syekh Ali as-Sabumi dalam tafsir ayat Afkam juz 2 berkaitan dengan Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 221 dan An-Nur ayat 32. 


"Dalam surah Al-Baqarah ayat 221, lafaz "tankihu" menunjukkan objek yang diseru adalah laki-laki yaitu wali perempuan. Sehingga ayat ini menyatakan, jangan janganlah kamu wahai para wali yang berarti laki-laki menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita yang beriman hingga laki-laki musyrik ini beriman. Artinya bahwa yang diseru untuk menikahkan itu adalah laki-laki. Sehingga wali bagi perempuan itu adalah laki-laki. Artinya objeknya adalah laki-laki," imbuhnya. 


Begitu juga dalam surah An-Nur ayat 32, "Dan menikahkan orang-orang yang masih membujang di antara kamu.". Yang diperintahkan untuk menikahkan adalah para walinya. Maka objeknya adalah laki-laki.


"Inilah salah satu hukum yang digugat oleh kaum feminis karena dianggap diskriminatif. Ternyata kalau kita pahami, seruan Allah memang perintah untuk laki-laki bukan perempuan sehingga Allah memang telah menetapkan bahwa laki-lakilah yang kemudian menjadi wali bagi perempuan. Sehingga perempuan tidak bisa menikahkan dirinya sendiri dan seorang perempuan juga tidak boleh menjadikan wali bagi orang lain karena yang menjadi wali itu harus laki-laki," tegasnya. 


"Demikianlah hukum Islam. Hukum Islam adalah hukum yang adil karena berasal dari Allah Swt.. Allah yang telah menetapkan siapa yang kemudian diberi kewajiban dan hak. Apakah itu laki-laki atau perempuan. Maka kita harus mengikuti semua apa yang Allah telah tetapkan itu. Hanya dengan demikian, maka kita akan bisa mendapatkan rida Allah dan tentu saja kebahagiaan bagi kita semua di dunia maupun akhirat. Hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi khairu ummah, umat yang terbaik," pungkasnya. Wallahualam bissawab. [Elfia]