Alt Title

Cara Islam Mengatur Jual Beli yang Menyejahterakan

Cara Islam Mengatur Jual Beli yang Menyejahterakan

Dalam Sistem Islam, negara tidak akan menjadikan UMKM sebagai sumber perekonomian. Di sisi lain, negara juga tidak akan melarang aktivitas UMKM

Sebagai pemasukan negara, negara akan menjadikan industri strategis sebagai fondasi, seperti industri alat berat, bahan baku, dan bahan bakar. Industri ini akan lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan UMKM

___________________________________


Penulis Aning Juningsih

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Islam


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Platform perdagangan luar negeri semakin berambisi untuk menguasai pasar Indonesia. Untuk lima tahun mendatang, TikTok, sebuah platform komunikasi sosial yang sekarang merambah aktivitas jual beli, berencana menanamkan modal sebesar Rp148 triliun.


Dikabarkan oleh cnbcindonesia[dot]com, TikTok juga sedang mengembangkan Project S di Tiongkok, sebagai sebuah langkah untuk mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, lalu diproduksi di sana. Heru Sutadi sebagai pengamat sekaligus, Direktur Eksekutif ICT institute mengatakan, Project S TikTok ini akan mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.


Produk-produk luar negeri yang dengan mudah dijual dan masuk ke Indonesia, tentu menjadi sebuah ketakutan kita karena akan berdampak buruk bagi UMKM di Indonesia. Sehingga mau tak mau, memang harus ada perhatian dari negara.


Banyaknya produk asing yang membanjiri socio-commerce jelas membuat pelaku UMKM merasa takut. Hal tersebut karena yang mereka hadapi saat ini adalah pelaku bisnis yang bermodal besar. Dengan datangnya e-commerce yang membanjiri platform bisnis saja sudah membuat banyak pelaku usaha lokal terancam bangkrut. Jika Project S TikTok berlaku di Indonesia, lantas bagaimana dengan nasib UMKM di Indonesia?


Jika dilihat dari segi modal saja, pelaku usaha lokal sudah kalah bersaing. Apalagi jika dari segi produksi barang, periklanan, hingga harga jelas sudah menjadi hambatan buat pelaku UMKM. Di sini persaingan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan korporasi besar memang sangat kentara.


Persaingan UMKM dan Socio-Commerce Butuh Peran Negara


Pemerintah dalam hal ini Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sudah berupaya mendesak Kementerian Perdagangan agar segera menerbitkan revisi Permendag 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Hal ini dilakukan semata-mata menyelamatkan UMKM dari ancaman barang impor. Bahkan saat ini Permendag No. 50/2020 sedang dalam proses harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM.


Akan tetapi, menjadi sebuah ironi ketika di satu sisi pemerintah telah memberikan banyak insentif untuk membangkitkan tumbuhnya ekonomi UMKM, seperti subsidi listrik sampai bantuan langsung tunai. Namun, pada saat yang sama, pemerintah membiarkan rakyat bertarung dan berjuang sendiri menghadapi ganasnya korporasi produk asing.


Semua pihak berharap agar pemerintah melakukan langkah kongkret dengan membuat kebijakan yang membatasi produk asing dan menetapkan besaran batasan harga untuk produk asing. Dengan cara melakukan pengawasan yang tegas, serta melakukan pelatihan, pembinaan dan pendampingan SDM dari pelaku UMKM untuk meningkatkan kemampuan teknis, manajerial dan kualitas produk yang dijual agar bisa bersaing dengan produk asing.


Revisi permendag dan rekomendasi yang diuraikan di atas, sepertinya belum cukup untuk mengatasi permasalahan banjir produk asing. Pemerintah ingin menyelamatkan UMKM dari serangan asing, namun membiarkan liberalisasi pasar terbuka lebar. UMKM ingin selamat, tapi kebijakan pasar bebas yang selama ini mengancam UMKM terus berlanjut sampai kini. Sudah jelas akan bersimpangan antara harapan dan realita.


Andai saja pemerintah berpihak pada kepentingan rakyat, maka seharusnya politik ekonomi kapitalis liberal ditinggalkan. Bukan hanya sekadar omongan saja mendukung UMKM, tetapi di sisi lain malah mengharuskan pegiat UMKM bersaing dengan korporasi asing.


Islam: Solusi Aktivitas Jual Beli yang Menyejahterakan


Melindungi dan menjamin kebutuhan rakyat adalah kewajiban negara, bukan untuk mendukung kepentingan korporasi. Jika negara tidak berusaha secara optimal, tentu UMKM akan terus menjadi sasaran penyelamatan ekonomi kapitalis. 


Dengan diterapkannya sistem ekonomi kapitalis liberal, justru negara berperan melancarkan kepentingan korporasi. Seharusnya fungsi negara adalah melayani rakyat. Ujung-ujungnya negara hanya sebatas pelayan bagi kepentingan korporasi dan menyejahterakan negara kapitalis global.


Fungsi negara di dalam sistem Islam adalah sebagai raa'in (pengurus urusan rakyat) dengan penerapan Islam secara kafah, tentu semua akan berjalan secara optimal. Sistem Ekonomi Islam yang akan diterapkan oleh negara, termasuk pengaturan dalam industri perdagangan. Begitu mekanisme Islam mengatur perdagangan dalam dan luar negeri.


Dalam Sistem Islam, negara tidak akan menjadikan UMKM sebagai sumber perekonomian. Di sisi lain, negara juga tidak akan melarang aktivitas UMKM. Sebagai pemasukan negara, negara akan menjadikan industri strategis sebagai fondasi, seperti industri alat berat, bahan baku, dan bahan bakar. Industri ini akan lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan UMKM.


Pada kekayaan milik umum, negara akan mengelola dan mengaturnya, seperti tambang, minyak bumi, gas alam dan sebagainya. Negara akan membagikan hasilnya kepada rakyat. Negara akan memiliki sumber pemasukan yang besar dari pengelolaan SDA itu.


Abdurrahman al-Maliki menjelaskan dalam buku Politik Ekonomi Islam bahwa aktivitas perdagangan adalah jual beli. Hukum-hukum terkait jual beli yaitu hukum-hukum tentang kepemilikan harta, bukan hukum tentang harta. Status hukum komoditas perdagangan bergantung pada perdagangannya, baik dia masyarakat, negara muslim atau negara non muslim.


Dalam sistem pemerintahan Islam yang pernah tegak berdiri hampir 1300 tahun, bagi orang yang memiliki kewarganegaraan negara Islam adalah warga negara, walaupun dia bukan muslim (biasa disebut sebagai ahlul zimah). Akan tetapi, setiap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan negara Islam dia adalah orang asing, baik dia muslim atau nonmuslim. Karena, negara dalam sistem pemerintahan Islam akan memberikan pelayanan dan pengurusan rakyat dengan syarat seseorang tersebut statusnya sebagai warga negara.


Setiap warga negara boleh melakukan perdagangan di dalam negeri. Tetapi mereka harus tetap terikat dengan aturan Islam dalam aktivitas perdagangan mereka, seperti larangan menjual barang haram, melakukan penimbunan, kecurangan, pematokan harga dan lain sebagainya.


Para pedagang yang merupakan warga negara boleh melakukan perdagangan luar negeri atau melakukan ekspor impor. Namun, jika ada komoditas ekspor impor yang berdampak buruk atau yang membawa mudarat untuk rakyat, maka komoditas itu akan dilarang masuk ke wilayah negara.


Negara dalam Sistem Pemerintahan Islam akan memberlakukan cukai pada negara kafir yang juga menarik cukai pada perdagangan negara Islam. Pengambilan cukai tidak berlaku pada pedagang berwarga negara Islam pada komoditas ekspor impor yang mereka lakukan.


Maka dari itu, negara islam tidak akan membiarkan warganya menghidupi kebutuhannya dengan berjuang sendiri. Negara akan memberikan pelayanan dan berbagai kemudahan agar mereka dapat memenuhi dan mewujudkan kesejahteraan hidup. Maka marilah kita segera menerapkan sistem Islam secara kafah agar hidup kita sejahtera dunia dan akhirat. Walahualam bissawab. [Dara]