Alt Title

Tradisi Brandu, Negara Abai terhadap Rakyat

Tradisi Brandu, Negara Abai terhadap Rakyat

Ini menunjukkan sangat rendahnya tingkat literasi pada masyarakat, sekaligus menunjukkan betapa masih tingginya kemiskinan di negara yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga mereka mengonsumsi hewan yang jelas sakit bahkan mati

Mengapa negara bisa begitu lalai terhadap perannya pada rakyatnya

________________________________


Penulis Zaesa Salsabila

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Serdang Bedagai



KUNTUMCAHAYA.com,OPINI - Miris, di tengah kehidupan yang semakin modern akan tetapi masih banyak warga yang berpikiran terbelakang. Beberapa hari yang lalu masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kabar warga yang terpapar penyakit antraks. Sebanyak 87 warga yang berada di Padukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul positif terpapar penyakit tersebut. Dan tiga orang yang dinyatakan meninggal. Dari keterangan Kepala Dusun Jati, Sugeng, masyarakat di sana sudah bertahun sejak nenek moyang menjalankan sebuah tradisi mbrandu yakni memakan daging dari hewan yang sudah mati atau sakit. Dan tradisi inilah penyebab dari penyakit yang kini menyerang warga didaerah tersebut. (REPUBLIKA[dot]CO[dot]ID, 7/7/2023)


Hal ini sungguh sangat disayangkan, apalagi melihat bahwa tradisi yang berbahaya tersebut terus berjalan bertahun-tahun tanpa ada pelarangan dari pemerintah. Pasalnya tradisi yang dianggap baik karena mengedepankan rasa empati pada pemilik hewan ternak yang mati dengan bergotong-royong membeli dan mengonsumsi hewan tersebut. Faktanya yang demikian jelas sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat itu sendiri. Meskipun selama ini tidak ada dampak negatif dari tradisi tersebut, hal itu tidaklah bisa dijadikan patokan untuk terus melakukan tradisi tersebut. 


Ini menunjukkan sangat rendahnya tingkat literasi pada masyarakat, sekaligus menunjukkan betapa masih tingginya kemiskinan di negara yang kaya akan sumber daya alamnya, sehingga mereka mengonsumsi hewan yang jelas sakit bahkan mati. Mengapa negara bisa begitu lalai terhadap perannya pada rakyatnya?


Pemerintah seharusnya sudah bisa mengantisipasi agar tragedi seperti ini tidak terjadi, apalagi mengingat bahwa penyakit antraks yang sebenarnya sudah diketahui menyerang hewan ternak sejak tahun 2021. Terkesan lamban sehingga sampai hari ini tidak ada pencegahan yang nyata oleh pemerintah.


Pemerintah seharusnya bisa memberi edukasi yang massif terkait bahaya mengkonsumsi hewan yang sakit apalagi yang sudah mati. Namun edukasi tersebut bukanlah sekadar omongan belaka, akan tetapi harus ada peninjauan secara langsung dan intensif agar memastikan masyarakat benar-benar sudah memahami bahaya yang akan mereka hadapi ketika terus melakukan tradisi yang membahayakan tersebut.


Selain itu pemerintah juga harus memahami permasalahan yang mendasari dari tradisi tersebut, sekaligus memberikan solusi yang dibutuhkan. Misalnya dengan memberikan santunan kepada pemilik ternak yang hewannya mati jika dirasa perlu. Yang demikian tentu akan memutus tradisi brandu pada masyarakat yang ada di kabupaten Gunungkidul tersebut. 


Jadi bukan hanya melarang untuk menghentikan sebuah tradisi tanpa memberikan solusinya. Apalagi bila menyangkut urusan ekonomi rakyat yang masih dalam lingkaran kemiskinan. Orang yang lapar bisa melakukan apa saja demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak akan perduli pada efek samping dari mengonsumsi makanan yang tidak sehat, karna membiarkan anak dan istri kelaparan lebih menyakitkan bahkan bisa menghantar pada kematian.


Itu sebabnya Islam tidak membenarkan adanya monopoli atau membiarkan kekayaan alam dikuasai oleh swasta dan asing. Sebab negara bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Sehingga harusnya negara yang mengelola seluruh SDA yang ada, dan keuntungannya seluruhnya dimasukkan dalam Baitul mal dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.


Berbeda sekali dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan oleh negara ini, alhasil terjadi jurang perbedaan diantara rakyat. Bahkan munculnya kata-kata "yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin". Benar saja, karna hanya mereka yang punya uang yang bisa mendapat pendidikan layak, pekerjaan yang berpenghasilan cukup bahkan bisa ambil bagian dalam pengelolaan SDA yang ada di Indonesia. Inilah potret buram yang masih menghantui rakyat dan harus segera dituntaskan dengan mengganti sistem yang ada.


Bukankah sudah cukup banyak bukti kebobrokan dari sistem saat ini? Tidak ada satu hari pun tanpa adanya kasus kejahatan atau penyimpangan yang terjadi akibat dari penerapan sistem kapitalisme serta akidah sekulerisme yang terus menjauhkan umat dari Tuhannya. Indonesia memang memiliki rakyat dengan ragam agama yang ada, namun yang pasti Tuhan yang menciptakan kita adalah satu Allah.


Allah telah menjadikan Islam sebagai agama yang sempurna sekaligus sebagai agama yang terakhir. Kitab suci Al-Qur'an yang dibawa oleh Rasulullah kepada kita sesungguhnya telah memberikan umat manusia pencerahan dari masa kebodohan (jahiliyah) pada masa yang terang dengan menjalankan dan menerapkan isi Al-Qur'an.


Termasuk dalam memenuhi kebutuhan jasmani yakni rasa lapar, Islam mengajarkan untuk memakan hanya makanan yang baik lagi halal. Firman Allah: "Wahai manusia makanlah makanan yang halal lagi baik yang terdapat di bumi ...." (TQS. Al-Baqarah 168)


Dan sebaliknya Allah melarang umatnya mengkonsumsi makanan yang akan membahayakan manusia. Allah berfirman: "Diharamkan bagimu memakan bangkai ...." (TQS. Al-Maidah 3)


Dan semua ini hanya akan bisa terlaksana dengan penerapan sistem Islam yang Kaffah dalam naungan negara Islam. Karna hanya sistem Islam yang terbaik untuk kesejahteraan seluruh umat manusia.


Allah berfirman dalam surah Al-Maidah Ayat 50 yang artinya: "Apakah hukum jahiliyah yang meraka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang  meyakini (Agamanya)?" 


Wallahualam bissawab. [SJ]