Alt Title

Bermuhasabah Diri saat Terjadi Bencana

Bermuhasabah Diri saat Terjadi Bencana



Sudah waktunya rakyat terlebih para pemangku kebijakan yang memberikan izin kepada pengusaha yang melakukan alih fungsi lahan bermuhasabah diri, jangan saling menyalahkan. Karena pada faktanya tidak bisa dimungkiri, hutan rusak dan yang paling merasakan akibatnya adalah rakyat kecil. Mereka kehilangan tempat tinggal, terpisah dari anggota keluarga, anak-anak menjadi yatim piatu, kehilangan harta benda dan juga pekerjaan

_________________________


Penulis Iis Nur

Therapis Pijat dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com - Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, bulan Ramadan tahun ini dari awal sampai beberapa hari lagi menjelang hari raya, masyarakat harus dihadapkan dengan cuaca ekstrem. Dimana pagi dengan cuaca cerah, lanjut ke siang hari dengan cuaca panas menyengat dan akhirnya sore sampai malam cuaca berubah menjadi hujan deras. 


Akibat cuaca yang ekstrem tersebut mengakibatkan banjir besar di beberapa tempat. Salah satunya di Jalan Raya Laswi, Cidawolong, perbatasan Ciparay-Majalaya, Kabupaten Bandung, kembali terendam banjir pada Jumat 24 Maret 2023. (TribunJabar[dot]id[dot]Bandung, 24/03/2023)


Menurut warga setempat Nadhira Nazhia, setiap hujan lebat, pasti menyebabkan banjir akibat dari meluapnya sungai Cidawolong, sehingga ada beberapa kendaraan bermotor yang memaksakan menerobos dan berakhir dengan mesin mati atau mogok.


Masalah banjir bukan perkara yang baru. Di Indonesia memang termasuk wilayah potensial bencana terutama banjir. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober 2022 ini saja, sudah terjadi 2.718 kali bencana alam di Indonesia. Di antaranya, bencana banjir terjadi 1.083 kali, tanah longsor 483 kali, dan cuaca ekstrem 867 kali. Sisanya, bencana berupa kebakaran hutan, gempa bumi, gelombang pasang, dan abrasi.


Banjir yang sudah langganan menimbulkan risiko kerugian ekonomi dan sosial yang memaksa masyarakat harus menerima keadaan dengan alasan faktor alam. Yang membuat miris, belum ditemukan solusi yang nyata dari pemerintah baik daerah maupun pusat. Mereka seolah abai akan dampak banjir pada masyarakat. Para penguasa justru terkesan saling menyalahkan ketimbang memberi solusi nyata. 


Tidak bisa menutup mata bahwa penyebab terjadinya banjir selain faktor alam adalah alih fungsi lahan, penggundulan dan penebangan hutan yang tidak terkendali. Dari sisi inilah seharusnya ada upaya maksimal, jangan sampai faktor alam dijadikan kambing hitam. 


Sudah waktunya rakyat terlebih para pemangku kebijakan yang memberikan izin kepada pengusaha yang melakukan alih fungsi lahan bermuhasabah diri, jangan saling menyalahkan. Karena pada faktanya tidak bisa dimungkiri hutan rusak dan yang paling merasakan akibatnya adalah rakyat kecil. Mereka kehilangan tempat tinggal, terpisah dari anggota keluarga, anak-anak menjadi yatim piatu, kehilangan harta benda dan juga pekerjaan. 


Alih-alih memberi bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah atau memperbaiki keadaan, sistem Kapitalis liberal justru mendorong para penguasa untuk lebih berpihak pada para pengusaha yang bermodal besar. Sistem ini mengabaikan bahkan menjauhkan aturan-aturan Allah Swt. dari kehidupan mereka sehingga lupa akan firman Allah Swt. yaitu:


"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Rum [30]: 41)


Indonesia butuh untuk kembali pada aturan Allah Swt. yang jelas sudah memberi semua solusi dalam segala aspek kehidupan, termasuk bagaimana menghadapi bencana seperti banjir.


Islam selalu dapat menjadi solusi bagi setiap masalah termasuk saat terjadi musibah, serta mempunyai cara untuk selalu berpikiran jernih dan ber-husnuzan pada Sang Maha Pencipta. Islam adalah agama yang sempurna, agama yang terus menjaga seluruh alam dari kerusakan dan mampu menjawab segala persoalan mulai dari sosial, ekonomi, politik, hingga masalah hukum.  


Pada masa Umar bin Khattab pernah terjadi peristiwa yang sama. Dikisahkan dalam kitab Istidzkar pada masa Sayyidina Umar, Madinah dihantam gempa bumi sampai pagar bergerak. Umar kemudian berdiri seraya memuji Allah Swt.. Setelah itu, Umar berkata, “Betapa cepatnya apa yang kalian perbuat. Demi Allah, jika gempa terjadi lagi, saya akan keluar dari sisi kalian.”


Umar berkata demikian karena menyimpulkan adanya kemaksiatan yang telah dilakukan oleh orang-orang Madinah. Pernyataan beliau berdasarkan hadis yang termuat dalam Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain. Dalam hadis yang sangat panjang tersebut, Aisyah ra. menyatakan bahwa Allah Swt. akan memerintahkan bumi untuk bergerak jika penghuninya telah menghalalkan zina dan minuman keras. Lalu Allah Swt. memerintahkan bumi untuk berhenti bergerak jika penghuninya telah bertaubat. Namun apabila mereka tidak bertaubat, maka gempa akan menghancurkan dan meluluh lantakkan mereka.


Maka dari itu sudah waktunya aturan Islam kembali ditegakkan secara kaffah  (menyeluruh). Serta menjadi kewajiban bagi umat Muslim untuk mendakwahkannya kepada masyarakat agar kembali pada aturan Allah Swt.. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. sehingga terciptalah kehidupan yang sejahtera dan terhindar dari bencana. Wallaahu a'lam bi ash-shawwab. []