Alt Title

Penyelundupan Manusia Menjamur, Bukti Kapitalisme Kabur Solusi

Penyelundupan Manusia Menjamur, Bukti Kapitalisme Kabur Solusi


Satu Keluarga yang Terdiri dari 3 Dewasa dan 2 Anak-Anak di Nunukan, Kalimantan Utara Diduga akan Diselundupkan sebagai Calon Pekerja Migran Indonesia ke Malaysia 


Kasus Penyelundupan Manusia Kerap Muncul dalam Suasana Sekuler Kapitalistik 


Penulis : Siti Nurtinda Tasrif

(Aktivis Dakwah Kampus)


kuntumcahaya.blogspot.com -- Manusia adalah makhluk yang sempurna. Diciptakan dengan tujuan yang tinggi. Dan memiliki peran yang penting dalam kehidupan makhluk yang lainnya. Apalagi ketika mengetahui bahwa antara manusia dan makhluk yang lainnya memiliki keterikatan yang baku dan membutuhkan yang lain. Hal ini cukup menegaskan bahwa makhluk yang ada terbatas sifatnya dan cenderung membutuhkan yang lebih kuat yakni Allah Swt. sebagai Pencipta seluruh makhluk yang ada.


Manusia membutuhkan berbagai hal untuk bertahan hidup. Seperti manusia yang lain, tempat bernaung, pekerjaan, termasuk sandang, pangan dan papan. Ini semua membutuhkan biaya, sedangkan saat ini sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga mau tidak mau, harus terjebak menempuh jalan yang berkelok untuk mendapatkan materi bahkan dengan menjadi migran yang berkerja ke luar negeri.


Hal ini kadang kala dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mecari materi yang lebih banyak. Namun korban yang dibantu tidak mengetahui kejadian yang terjadi. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Kompas (28/11/2022) bahwasanya dua warga Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masing masing, HE (46) warga Gang kakap RT 17 Nunukan Timur, dan AK (43) warga Jalan Ahmad Yani RT 07 RW 06 Desa Sungai Pancang, Pulau Sebatik, diamankan polisi saat hendak menyelundupkan satu keluarga yang diduga sebagai calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang terdiri dari tiga orang dewasa dan dua anak anak. Keluarga ini hendak diberangkatkan ke Malaysia melalui Sebatik.


Para WNI yang diamankan berbekal surat dokumen rekomendasi cuti kerja yang dikeluarkan perusahaan Malaysia tempat mereka bekerja. Sayangnya, jalur kembali ke Malaysia harus dilakukan dengan menempuh jalur tikus, atau jalur illegal, di wilayah Sei Nyamuk atau Pelabuhan Aji Kuning, Pulau Sebatik. Pelaku dengan sengaja memberangkatkan orang ke Malaysia untuk bekerja, tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dan tanpa dilengkapi dokumen yang sah untuk menjadi PMI, guna mendapatkan keuntungan.


Sungguh ironis, nasib manusia begitu dipertaruhkan hanya untuk keuntungan semata. Apalagi tidak terlihatnya bukti perlindungan negara terhadap warganya. Meski kasus ini diusut oleh aparat, tapi nasib ke depannya sudah pasti dipertanyakan. Apalagi para migran ini harus mengambil keputusan yang berat hanya untuk menghidupi keluarga.


Namun yang ditemui malah kejadian yang buruk. Entah apa yang akan menimpa keluarga lainnya jika tidak segera diusut tuntas. Hingga kasus seperti ini bisa segera hilang bahkan jikalah mampu akan dihilangkan secara mengakar agar tidak terjadi kepada masyarakat yang lain. Begitu pula bagi pelaku penyelundupan manusia, harus segera dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya. Terlebih keberadaan orang-orang seperti ini dapat mengancam hajat hidup seseorang. Maka wajar jika negara memberikan hukuman dan sanksi yang berat bagi pelaku.


Namun sebagai manusia harus tetap sadar, mengingat masyarakat saat ini berpijak pada kehidupan yang semu dikarenakan penerapan sistem Kapitalisme yang memberikan solusi yang parsial atau sementara sifatnya. Contohnya saja dalam memberikan sanksi kepada pelaku yakni hanya penjara. Sementara dari penjara ini saja tidak mampu memberikan efek jera. Dengan berapa lama pun vonisnya, tetapi tetap tidak menunjukkan kepastian yang jelas. 


Bahkan dengan mudahnya bebas jika ada dana yang disuntikkan. Di samping sanksi yang ada sangat nihil ketegasan dan abstraknya keadilan yang ditunjukkan oleh aparat penegak hukum. Di satu sisi, sistem Kapitalisme memancarkan seluruh peraturannya berdasarkan kemaslahatan individu tertentu dan bukan masyarakat. Maksudnya peraturan dan hukum bisa berubah, tergantung kemanfaatan individu yang memiliki cukup dana untuk menyuplai peraturan pesanannya.


Sehingga tidak heran jika kerap kali terjadi revisi undang-undang dan sebagainya. Karena melihat kebutuhan pasar dan perkembangan zaman yang ada untuk kemaslahatan individu. Hal ini memberikan efek yang buruk bagi umat. Umat akan mudah menganggap bahwa semua aturan dan hukum yang ada bisa dilanggar asal ada suntikan dananya. Termasuk melakukan perbuatan ilegal, seperti penyelundupan manusia, perdagangan manusia, perdagangan narkoba dan berbagai tindakan ilegal lainnya.


Semua adalah efek penerapan Kapitalisme yang bertujuan menggapai materi sebanyak-banyaknya sehingga tidak pernah merasa puas bahkan cenderung tamak. Berbeda dari Kapitalisme, sistem Islam justru mengedepankan kemaslahatan umat. Segala peraturan dan hukum yang ada adalah untuk kemaslahatan umat baik mengenai tempat bernaung, ketakwaannya, sandang, pangan dan papan. Maka tidak heran kejayaan Islam sangat tersohor. Bahkan Barat sekalipun tidak dapat memungkiri hal ini.


Sistem Islam ini telah diterapkan pada negara yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dengan Islam sebagai asas berdiri sekaligus peraturannya. Sehingga umat tidak merasa bahaya tinggal di dalam negara tersebut. Bahkan jauh dari kata bahaya. Yang terjadi hanya aman, damai dan sentosa. Saking luar biasanya hidup dalam naungan Islam. Di samping itu, negara akan menjamin ketakwaan individunya sehingga tidak akan ada yang berpikir untuk melakukan tindakan yang ilegal. Kenapa demikian? Karena mereka takut kepada Tuhannya dan ketakutan ini akan berefek kepada tindakannya yang akan senantiasa berasaskan hukum-hukum Allah Swt. semata. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.