Alt Title

Tren Kumpul Kebo Menyasar Generasi Kembali kepada Aturan Ilahi

Tren Kumpul Kebo Menyasar Generasi Kembali kepada Aturan Ilahi



Masyarakat harus peduli kepada urusan orang lain dan itu adalah bagian dari syariat yang wajib dilakukan

yakni dakwah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran

______________________________


Penulis Rahmatul Aini

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita pilu dari seorang wanita muda, Tiara Angelia Saraswati (25) tewas mengenaskan di tangan kekasihnya Alvi Mulana (24) sampai saat ini sudah ada 554 potongan tubuh korban. Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Fauzy Pratama mengatakan, kasus mutilasi Alvi sangat sadis karena tersangka mengalami anomi sehingga tega melakukan dehumanisasi terhadap korban. (detikjatim.com, 15-09-2025) 


Alvi tega membunuh sang kekasih yang sudah hidup selama 5 tahun dalam satu atap. Puncak kemarahannya ketika tidak dibukakan pintu kos dan kesal atas tuntutan gaya hidup sang pacar. Dari kisah ini tren yang menjadi fomo kaum muda adalah living together hidup bersama tanpa ikatan yang sah (kumpul kebo). 


Bahkan hal ini sudah menjadi sesuatu yang biasa terjadi di tengah generasi muda. Dengan alasan ajang memahami pasangan masing-masing sebelum ke tahap lebih serius, mampu untuk mengefisiensi biaya hidup dan masih banyak lagi.


Lebih miris lagi adalah jika terjadi seperti ini, kemana orang tua mereka? Apa selama 5 tahun anaknya tidak pernah dikunjungi atau sekadar memberikan perhatian yang lebih. 


Kehidupan Sekuler Biang Kerusakan 


Paham sekularisme terus mendarah daging di semua kalangan, termasuk pada diri kaula muda. Pemisahan agama dengan kehidupan membuat hidup rasanya makin terimpit dan sesak tanpa aturan. Lihat saja bagaimana cara mereka menyalurkan fitrah kasih sayang, tak ada sama sekali aturan Allah.


Kumpul kebo asal bisa memuaskan nafsu birahi semata, tidak lagi peduli rambu syariat. Bagaikan hewan yang tidak punya akal dan moral, bahkan mereka lebih hina. Memutilasi dengan ratusan potongan, dan membuang seperti sampah biasa, sungguh perbuatan yang biadab dan hina. 


Tren kumpul kebo seolah-olah sudah dinormalisasikan, bahkan fomo yang tidak boleh ketinggalan. Punya pacar bisa living together, making love, test drive apa pun istilahnya harus bisa mereka rasakan. Orang yang tidak pernah melakukan itu dibilang kuno, kulot, kudet. Sementara mereka berbangga ria berbuat zina.


Ditambah lagi dengan tidak ada rasa peduli masyarakat mencegah hal-hal yang bersifat mungkar. Apalagi dengan aktivitas pacaran bukanlah sesuatu hal yang tabu di tengah masyarakat. Seringnya masyarakat sendiri yang mengajak kaum muda bebas bergaul. Misal seperti istilah perawan tua, yang tidak menikah sampai tua biasanya dapat sebutan demikian, atau menuntut anak-anak mereka untuk segera mencari pacar agar bisa menikah dan masih banyak lagi. 


Culture sosial individualisme, merasa urusan orang lain bukanlah menjadi bagian dari urusan kehidupan mereka. Asal bukan mereka yang bermaksiat, maka tidak perlu risih memikirkan maksiat yang dilakukan orang lain.


Terkikisnya rasa kepedulian dan empati melakukan amar makruf juga dipengaruhi oleh sistem kapitalis sebab sistem ini menganut kebebasan yakni kebebasan berpendapat, berekspresi, berkepemilikan, beragama sehingga sangat wajar jika hidup dalam lingkaran individualisme. 


Negara Berlepas Tangan

 

Jika permasalahan maksiat sebegitu parah lalu kemana peran negara? Negara tidak hadir dalam meriayah rakyat seutuhnya. Ini baru kasus mutilasi terhadap pacar apalagi kasus hamil di luar nikah, aborsi, seks bebas, narkoba, dan lain-lain yang kebanyakan menyeret anak-anak muda. 


Negara tidak membentuk rakyat agar memiliki pemahaman yang benar tentang visi hidup padahal kehidupan yang manusia jalani itu ada maksud Allah menciptakan mereka, yakni beribadah. Bukan karena hidup hanya sekali dan melakukan sepuas hati, tetapi hidup hanya sekali maka pergunakanlah untuk beribadah tanpa tapi dan nanti. 


Bahkan mirisnya negara mendukung aktivitas maksiat. Buktinya banyak kafe atau tempat hiburan yang menjadi wadah para pemuda bisa bebas melakukan maksiat. Bahkan pacaran dan zina tidak termasuk dalam tindak pidana jika suka sama suka, akan dipidana jika ada korban. Sungguh sangat memprihatinkan. 


Islam Way Of Life 


Dalam sistem Islam, memperhatikan ketakwaan individu wajib dan perlu sebab benteng pertama seseorang bermula pada personal atau pribadinya, bertindak sesuai dengan pemahaman yang lahir dalam seseorang. Oleh karena itu, Daulah Islam akan membentuk pribadi yang bertakwa, menjauhi hal yang diharamkan oleh Sang Pencipta, seperti pacaran dan pembunuhan serta aktivitas maksiat yang lainnya. 


Tak hanya ketakwaan individu, kontrol masyarakat juga harus hadir untuk mengingatkan dan mencegah kemungkaran sebab ketakwaan individu ada batasnya. Istilah individualisme tidak ada dalam kacamata Islam. Masyarakat harus peduli kepada urusan orang lain dan itu adalah bagian dari syariat yang wajib dilakukan, yakni dakwah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. 


“Barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu ubahlah dengan lisan, jika tidak mampu maka tolaklah dengan hati. Maka hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)


Hal yang paling penting adalah peran negara, yakni sebagai pilar yang kokoh harus bisa menerapkan syariat Islam secara kafah.


Islam tidak hanya hadir sebagai ibadah ritual, tetapi juga sebagai perangkat aturan manusia. Negara akan berperan aktif membentuk individu rakyat agar bertakwa, melalui sistem pendidikan akidah Islam, serta menerapkan aturan pergaulan Islam dan melaksanakan berbagai sistem sanksi islam bagi para pelanggar syariat. 


Maka antara pilar individu, masyarakat, dan negara harus saling bahu-membahu dalam rangka menciptakan kehidupan Islam dalam naungan Daulah Islamiah yang diatur oleh syariat Islam secara kafah. Wallahualam bissawab.