Alt Title

Ilusi di Balik Gaya Hidup Mewah

Ilusi di Balik Gaya Hidup Mewah



Kapitalisme telah merusak mental umat manusia dengan berbagai ilusi

Tujuan hanya satu, menguasai dunia dengan perekonomian


___________________


Penulis Tari Ummu Hamzah

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bicara soal gaya hidup, tahukah anda bahwa rata-orang-orang kelas menengah yang lebih sibuk dengan gaya hidupnya. Karena, mereka adalah kelompok orang-orang yang paling kuat daya belinya dan memiliki penghasilan tetap padahal sebenarnya antara pengasilan dan pengeluaran itu besar pasak daripada tiang. Mereka juga tidak paham akan literasi keuangan untuk mengelola penghasilanya. (Investasiku.com, 15-8-2024)


Karena penasaran akan dunia barang mewah, akhirnya saya kulik konten belanja barang mewah dari kanal YouTube milik orang-orang Eropa. Kontenya berisi seputar informasi barang mewah dan bagaimana cara membelinya. 


Singkat cerita konten-konten tersebut membanjiri isi beranda sosial media saya. Mau tidak mau saya telusuri saja informasinya. Tentang modelnya, harganya, pajaknya, bahkan sampai tujuan orang-orang kaya membelinya. Kalau pun karena investasi, saya juga penasaran bagaimana cara berinvestasi di tas-tas mahal? 


Tidak sampai di situ, bahkan konten soal mobil-mobil mewah pun sering saya kunjungi. Apa yang membuat sebuah mobil BMW itu sangat mahal? Mengapa orang yang membeli mobil Bentley itu dikatakan punya selera yang berkelas? Lalu, mengapa produsen Ferarri sangat pemilih terhadap konsumen mereka?


Jujur konten-konten itu membuat jiwa kemiskinan ini menjerit histeris. Akan tetapi, karena tujuan awal saya menggali konten tersebut untuk mengarahkan pada sisi politisnya, berarti harus memunculkan beberapa pertanyaan. Apa yang melatarbelakangi berdirinya rumah-rumah mode? Sekuat apa merek itu memengaruhi perilaku wanita? Mengapa perempuan-perempuan bisa memuja barang-barang mewah? 


Ilusi di Balik Kemewahan


Brand kelas internasional itu punya konsumen yang spesifik, yaitu para perempuan kelas menengah yang butuh validasi akan penampilan mereka. Agar dianggap orang kaya baru atau pura-pura seperti orang kaya lama. Kondisi ini dimanfaatkan oleh kapitalis untuk menciptakan pasar baru dalam dunia mode. 


Produsen barang mewah sengaja tidak memproduksi banyak. Seolah-olah terbatas pada kalangan tertentu. Inilah yang menjadikan kaum hawa merasa harus mengejar yang sedikit itu agar terlihat berbeda, serta diakui sebagai wanita berkelas.


Namun, itulah tujuan yang sesungguhnya dari brand-brand besar. Menciptakan opini tentang penampilan yang layak mendapat validasi harus dilekatkan pada kemewahan. Ini akan menimbulkan kesan istimewa dan memancarkan aura kecantikan karena ilusi itulah banyak perempuan-perempuan mendambakan penampilan yang elegan dan berkelas. 


Sebenarnya sikap seperti itu merupakan bukti bahwa mereka tidak percaya diri atau insecure. Menutupinya dengan pamer barang mewah sebagai simbol kewibawaan dan percaya diri. Pantaslah barang mewah itu sangat dipuja karena sebagai solusi untuk menutupi kekurangan. 


Di sisi lain, sosial media juga berperan sangat penting dalam mempropagandakan kemewahan. Menggandeng artis kelas dunia dan para selebgram sebagai simbol kecantikan. Seolah kebahagiaan sempurna jika barang mewah itu sudah melekat di badan. Jadi, lahirlah perilaku hedonisme di tengah masyarakat. Bahkan hal ini di normalisasi oleh generasi milenial dan gen Z yang menganggap bahwa hedon itu untuk self reward


Pada akhirnya, generasi yang terpapar gaya hidup mewah memiliki pemahaman keliru dalam menilai dirinya sendiri dan orang lain. Penilaiannya tidak pada perilaku yang baik, tetapi dari merek baju dan tas yang mereka kenakan karena menurut mereka merek itu lebih jujur untuk mempresentasikan nilai dari seseorang. Sungguh, inilah ilusi nyata dari kapitalisme.


Kepribadian Islam Adalah Nilai Sesungguhnya


Kapitalisme telah merusak mental umat manusia dengan berbagai ilusi. Tujuan hanya satu, menguasai dunia dengan perekonomian karena standar ideologi ini adalah untung dan rugi. Mereka tidak peduli dengan rusaknya moral dan mental generasi muda sebab tujuan mereka adalah mendapatkan keuntungan meskipun dengan cara-cara yang kotor.


Berbeda dengan Islam yang mengajarkan bahwa nilai yang seharusnya ditanamkan dalam diri setiap muslim adalah ketakwaan kepada Allah sehingga jelas tujuan hidupnya adalah hanya untuk mengejar rida Allah. Jadi, seorang muslim harus taat kepada batasan syariat. 


Islam mengajarkan kita untuk memegang teguh akidah Islam dan memahami bagaimana implementasi dari akidah itu. Salah satunya adalah taat akan aturan Allah dan larangan-Nya. Ketika ketaatan ini dijalankan akan terlihat pada diri seseorang muslim kepribadian yang khas, yaitu kepribadian Islam.


Inilah nilai yang harus diisi pada diri setiap muslim sebab ini adalah nilai moral yang harus dimiliki setiap manusia. Agar mereka menimbang suatu perbuatan dengan standar halal dan haram juga jelas ada batasanya. Mengetahui batasan itulah yang akan membuat kita percaya diri menjalani hidup sebab kita telah tahu suatu perbuatan harus dilekatkan kepada Islam. Bukan hal-hal yang bersifat fisik. 


Namun, solusi di atas juga harus dibarengi dengan peran negara yang memberikan jaminan akidah terhadap rakyatnya. Kita tidak bisa berharap pada sistem yang rusak saat ini untuk mengamankan aqidah Islam sebab syariat Islam hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara yang mampu menciptakan suasana penuh keimanan dan jaminan keamanan. Wallahuallam bissawab.[Dara/MKC]