Rumah dan Urgensitasnya dalam Membangun Peradaban
OpiniIndividu itu lahir dari rumah
sudah pasti kebutuhan rumah dari negara juga akan dipenuhi
___________________
Penulis Tari Ummu Hamzah
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman Direktur Jenderal Azis Andriansyah menyatakan sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk katagori tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrem. Pernyataan ini dilontarkan saat Aziz melakukan peresmian rumah sederhana layak huni yang digagas PT Djarum di Pendopo Kudus, Jawa Tengah. (beritasatu.com, 25-04-2025)
Pemerintah menggandeng pihak swasta PT Djarum untuk merealisasikan proyek renovasi 300 rumah tidak layak huni menjadi layak huni di Kudus pada 2025 sehingga total rumah yang direnovasi sejak 2022 hingga akhir tahun nanti bisa mencapai 515 rumah.
Mengapa pemerintah harus menggandeng swasta dalam menjalankan proyek rumah layak huni? Bukankah itu sudah menjadi tugas negara.
Bukan sesuatu yang baru jika pemerintah tidak mau mengeluarkan banyak dana demi rakyat karena penguasa kapitalis memandang rakyat sebagai tujuan bisnis. Jika tidak ada untungnya untuk negara, buat apa susah payah garap proyek. Akan tetapi, lain cerita jika menggandeng pihak swasta.
Pasti ada kongkalikong atau barter kebijakan. Rakyat sebagai objek jajakan mereka. Bukan sebagai prioritas utama yang harus dipenuhi kebutuhan pokoknya. Ingat, di sistem ini tidak ada makan siang gratis. Semua harus ditimbang dengan takaran bisnis.
Sulitnya Mengakses Kebutuhan Rumah
Rumah adalah satu kebutuhan penting bagi manusia untuk bisa berlindung dari panas dan hujan, beristirahat, serta melakukan aktivitas pribadi lainnya. Namun, di masa kini kebutuhan akan rumah menjadi mustahil untuk dipenuhi. Mulai dari harganya yang melambung tinggi, tarikan pajak properti yang mahal, konflik persengketaan tanah, biokrasi yang membingungkan serta sistem administrasi yang berubah-ubah.
Kondisi ini diperparah dengan acuhnya pemerintah pusat akan kebutuhan rumah. Memang, properti itu tidak murah harganya karena dia adalah aset berharga yang nilai liabilitasnya terus naik seiring berjalannya waktu. Namun, sebagai rakyat di negara yang kaya akan sumber daya alam seharusnya bisa mendapatkan kekayaan juga dari hasil tambang dan lain-lain.
Akan tetapi, kita hanya bisa gigit jari serta meratap iba. Tidak bisa merasakan meratanya distribusi kekayaan negara hingga ke tangan rakyat. Semua hasil kekayaan itu diambil alih oleh asing.
Kebutuhan Rumah dan Filosofi Rumah dalam Islam
Dalam Islam, segala sesuatu itu tidak hanya dimaknai kebendaannya saja, tetapi dimaknai dari sisi ruhiyah termasuk perkara tempat tinggal atau dilihat dari sisi instrumen investasi jangka panjang yang bisa dipertahankan nilai liabilitasnya. Seharusnya dibangun berdasarkan nilai Islam yang sudah diatur dalam hukum syarak. Aktivitas di dalamnya ditujukan untuk menggapai surga. Kelayakan serta kenyamanan rumah yang dibangun ditujukan meningkatkan nilai-nilai ibadah dan amal saleh.
Lalu nilai-nilai Islam seperti apa yang hendak dibangun?
Pertama, rumah sebagai perlindungan aurat bagi wanita muslimah dari laki-laki asing bukan mahram karena muslimah diwajibkan untuk menutup aurat. Perlindungan auratnya tidak sebatas pada busana, tetapi hingga tataran tempat tinggalnya. Harus ada tempat kehidupan khusus bagi muslimah untuk bisa melepaskan busana keluar rumahnya dan memilih pakaian sesuai kehendaknya.
Kedua, rumah sebagai panggung untuk memainkan peran dalam realitas kehidupan. Bukan hanya sekadar tempat bernaung dari panas dan hujan, atau jadi tembok peredam teriakan penghuninya. Namun, juga menjadi tempat penguatan peran.
Disini peran ayah dan ibu, suami dan istri akan terlihat sangat natural di dalamnya. Islam sudah mengatur penguatan peran-peran tersebut. Bahwa ayah sebagai qawam dan pencari nafkah. Ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga. Dua-duanya juga punya peran sebagai hamba Allah yang wajib menjalankan perintah Allah serta larangan-Nya.
Ketiga, sekolah pertama. Para pemimpin dunia serta figur orang-orang yang sukses itu mereka adalah individu yang terbentuk karakter dan mentalitasnya dari rumah. Begitu juga Rasulullah dengan para sahabat. Rasulullah membina akidah dan mentalitas para sahabat untuk pertama kali itu di rumah Arqam bin Abi Arqam.
Alhasil, terjadilah penguatan akidah dan pembentukan karakter. Esensi pemanfaatan ruang-ruangannya harus ditujukan kepada pembelajaran bagi penghuninya. Bukan hanya sekadar perabotan dan printilannya.
Keempat, rumah dalam hal ini bisa jadi benteng pertahanan bagi penghuninya. Bertahan dan menguatkan diri dari pemikiran diluar Islam seperti sekuler, hedonisme, liberalime, dan lain-lain karena di dalam rumah sudah terjadi penguatan nilai Islam. Apabila terjadi kejahatan dan fitnah, manusia itu bisa kembali ke rumah untuk dikuatkan kembali akidah dan nilai Islam.
Dari ketiga nilai-nilai di atas patutlah kita sebut bahwa berawal dari rumah mampu membangun peradaban. Namun, pembahasan soal rumah itu baru di ranah individu. Jika kita bicara soal peradaban harus ada tiga pilar yang dibangun yaitu pilar individu, masyarakat, serta negara. Tidak akan mampu suatu peradaban hanya ditopang sektor individu, tanpa adanya kontrol masyarakat dan intitusi yang menaunginya.
Dalam Islam tiga pilar itu menjadi fondasi peradaban. Untuk itu dibutuhkan institusi Islam yang mampu menegakkan tiga pilar tadi yaitu individu yang bertakwa, kontrol masyarakat, serta aturan Islam yang mengikat semuanya. Dalam tataran individu, Daulah Islam akan menjamin akidah setiap individu.
Individu itu lahir dari rumah, sudah pasti kebutuhan rumah dari negara juga akan dipenuhi. Kelayakan tempat tinggal serta terjaminnya akses kebutuhan pokok menjadi fokus Daulah kepada rakyatnya.
Kepemimpinan dalam Islam memandang bahwa rakyat sebagai amanah. Bukan hanya sekadar individu yang dibiarkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan negara, tetapi berkewajiban untuk memfasilitasi semua aspek kebutuhan manusia.
Setelah individu tercukupi semua kebutuhannya, negara menetapkan aturan Islam yang menjadi dasar berdirinya negara. Dengan aturan inilah individu diikat dalam komunitas islami sehingga terciptalah masyarakat yang memiliki aturan, pemikiran, dan perasaan yang sama.
Ketiga unsur ini akan menumbuhkan sikap kontrol masyarakat karena mereka telah disatukan dengan aturan yang sama berarti ada kewajiban bagi masyarakat itu untuk saling mengontrol perilaku dengan cara beramar makruf nahi mungkar.
Peran negara sebagai pihak yang akan mempertahankan ideologi Islam. Dengan menetapkan aturan sanksi bagi para pelaku pelanggaran hukum syarak. Di mana sanksi ini akan berdampak jera bagi pelaku dan masyarakat yang menyaksikannya. Seperti itulah aturan Islam.
Pengaruh kekuasaannya kuat hingga masuk ke rumah-rumah sebab negara hadir dalam setiap permasalahan individu. Untuk itu, sudah saatnya kita sebagai seorang muslim memperjuangkan kembali kehidupan Islam karena menghidupkan kembali nilai-nilai Islam akan menciptakan suasana keimanan yang sejati. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]