Ilusi Ketahanan Pangan dalam Kapitalisme
OpiniProyek ini adalah agenda penguatan kapitalisasi pertanian
Negara memandang bahwa masalah pangan utama adalah peningkatan produksi
________________
Penulis Irmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa bulan terakhir ini masyarakat kembali dikejutkan dengan harga pangan yang naik padahal besar harapan untuk mendapatkan harga pangan murah di negeri ini. Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai upaya dan kebijakan gencar dilakukan pemerintah.
Seperti dilansir dalam Publik Satu (02-05-2025), dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo ribuan ton jagung petani akan dibeli oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) cabang Kabupaten Muna dan Muna Barat.
Perum Bulog diberi tugas menyerap 1 juta ton jagung selama periode 2025. Untuk menyerap jagung petani, Bulog bangun kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Muna. Hendra mengatakan perum Bulog membeli jagung petani di Muna tidak menetapkan standar kadar air, petani cukup membawa jagungnya di Pabrik Bea sebab biaya standarisasi kadar air ditanggung pemerintah.
Paradoks Ketahanan Pangan
Isu ketahanan pangan yang krisis hingga saat ini belum ada solusi padahal Indonesia dikenal sebagai negara agraris di dunia. Lahan pertaniannya yang luas dan subur serta letaknya yang strategis daerah ini cocok untuk berbagai jenis tanaman. Semestinya memiliki kedaulatan pangan yang kuat dan kokoh.
Akan tetapi, faktanya adalah kemiskinan makin meningkat karena harga naik masyarakat harus menanggung beban berat. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, pemerintah harus mengimpor pangan sehingga menjadi pertanyaan besar terkait ketahanan pangan yang kuat. Faktanya, ketahanan pangan sangat rapuh. Bahkan bergantung pada negeri-negeri lainnya.
Kapitalisme Sumber Masalah
Bukan tanpa alasan ketimpangan pangan ini tidak menunjukkan masalah produksi yang kurang. Namun, ada kegagalan dalam distribusi, akses, dan pengelolaan pangan. Hal ini tidak terlepas dari penerapan kapitalisme yang berfokus pada ekonomi dengan orientasi mencari keuntungan semata. Dalam sistem ini, negara bukan lagi untuk menyejahterakan rakyat, melainkan sekadar menggerakkan roda perekonomian dan mengejar angka pertumbuhan semata.
Terlebih dalam sistem ini, produksi dan distribusi pangan dikendalikan oleh mekanisme pasar dan dikendalikan oleh beberapa perusahaan multinasional. Tidak hanya menguasai berbagai elemen rantai pasokan makanan. Dari benih, teknologi pertanian, hingga distribusi makanan. Di antaranya adalah Bayer Monsanto, Cargel, dan Nestlé.
Akibatnya, petani kecil makin terpinggirkan dan bergantung pada koorporasi besar. Apalagi produksi pertanian cenderung diarahkan untuk komoditas ekspor. Sementara kebutuhan pangan domestik kurang diperhatikan.
Terlebih lahan pertanian makin sempit karena banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi kawasan bisnis dan perumahan elite dengan perumahan elite serta industri-industri. Akibatnya, hasil produksi menurun. Meski pemerintah melalui proyek food state untuk meningkatkan ketahanan pangan, tetapi faktanya kebutuhan pangan individu masih belum tercapai.
Pasalnya, proyek ini adalah agenda penguatan kapitalisasi pertanian. Negara memandang bahwa masalah pangan utama adalah peningkatan produksi, bukan distribusi yang tidak merata. Sementara fungsi negara sebatas regulator dan fasilitator.
Pengelolaan kebutuhan dasar dan layanan publik diserahkan kepada mekanisme pasar yang dijalankan oleh swasta atau korporasi. Bahkan, di sektor pertanian tidak jarang muncul perusahaan integrator yang menguasai seluruh rantai usaha pengadaan pangan (mulai dari hulu ke hilir) yang berjalan dalam mekanisme persaingan bebas. Akibatnya, arah tata kelola pangan bukan membangun ketahanan pangan bagi rakyat secara berdaulat dan mandiri, tetapi mengikuti kehendak oligarki.
Ketahanan Pangan dalam Islam
Islam sebagai agama dan seperangkat aturan kehidupan mampu memecahkan problematika kehidupan manusia, termasuk solusi menetapkan ketahanan pangan. Dalam Islam, ketahanan pangan merupakan hak dasar yang harus dijamin oleh negara karena negara adalah pelindung dan berperan dalam penyelenggaraan urusan rakyatnya.
Agar ketahanan pangan negara tetap terjaga. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemimpin Islam. Di antaranya dalam sektor pertanian Islam akan mengatur secara detail dengan hukum syarak. Alih fungsi dan konversi lahan tidak dibiarkan. Apabila terdapat lahan pertanian mati negara akan mengambilnya dan diberikan kepada siapa saja yang ingin menggarapnya.
Islam memberikan perhatian terhadap sektor pertanian. Untuk mendorong para petani negara akan menyediakan menyediakan berbagai kebutuhan mereka. Dari infrastruktur pendukung, seperti saluran irigasi, bendungan dan lainnya hingga obat-obatan, benih unggul, dan berbagai pupuk.
Tidak hanya itu, di sektor pertanian negara akan menciptakan berbagai alat dan metode pendukung di sektor pertanian. Untuk menghasilkan produksi pertanian yang berlimpah dan berkualitas sehingga bermanfaat bagi rakyat.
Selain itu, agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi secara merata oleh seluruh individu. Negara dalam Islam mengatur pendistribusian pangan. Dengan cara melakukan pengawasan di pasar. Memastikan harga di pasar tetap stabil. Jika ada ketidakseimbangan harga akibat kelangkaan bahan pangan, negara akan menyuplai pangan dari daerah lain dengan cepat.
Dengan demikian, hanya dengan Islam ketahanan pangan terjamin. Peradaban gemilang dalam genggaman generasi cemerlang, tidak hanya sekadar impian. Dengan penerapan Islam secara keseluruhan, semua harapan menjadi nyata. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]