Kemiskinan Alami atau Buatan Sistem Ini?
Opini
Perbedaan standar kemiskinan yang ada
karena kapitalisme telah mengakar kuat di seluruh dunia
____________________
Penulis Mulyaningsih
Kontributor Media Kuntum Cahaya, Pemerhati Anak dan Keluarga
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari liputan6.com (06-05-2025), berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook April 2025 Bank Dunia menetapkan bahwa penduduk Indonesia dikatakan miskin jika pengeluaran per hari kurang dari USD 6,85 atau Rp113.777,-.
Jika melihat pada besaran angka tersebut setidaknya 60% atau 171,9 juta jiwa masih tergolong miskin. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan per September 2024 hanya 24,06 juta orang atau 8,57%. Nilai tersebut sangat jauh dari proyeksi Bank Dunia.
Standar kemiskinan yang berbeda antara dalam serta luar negeri, membuat munculnya angka kesenjangan ketika memahami kesejahteraan masyarakat. Di negeri ini, jika melewati standar yang ada berarti tidak masuk kategori miskin. Hal tersebut dikarenakan pendapatannya melewati ambang batas nasional. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan standar internasional atau Bank Dunia masuk dalam kategori miskin. Hal tersebut muncul karena standar yang dipakai berbeda satu dengan lainnya.
Perbedaan standar kemiskinan yang ada karena kapitalisme telah mengakar kuat di seluruh dunia. Permainan nilai menjadi kunci atas keberhasilan sebuah kepemimpinan sehingga standar yang ada dibuat seolah-olah hasilnya merupakan nilai yang dapat membuktikan dan menjelaskan kondisi sebuah masyarakat di sebuah negeri.
Dengan menetapkan standar rendah akan sangat mudah untuk klaim penurunan nilai kemiskinan tadi. Nilai tersebut juga menjelaskan bahwa pemerintah berhasil dalam mengatasi satu problem yang ada di masyarakat. Namun, pada faktanya justru sangat bertolak belakang. Masih banyak masyarakat berada dalam lingkaran kemiskinan, tak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
Akan sangat berbeda ketika sistem Islam diterapkan dalam kehidupan manusia selama di dunia ini. Dengan akidah yang kuat pada ciri-ciri para penguasa serta masyarakat, akan membuat mereka untuk selalu taat dan patuh terhadap segala perintahnya Allah. Dan menjalankan seluruh aktivitas termasuk mengeluarkan kebijakan yang bersumber dari hukum syarak.
Termasuk pula pada pandangan terhadap kemiskinan. Dalam Islam, standar untuk seseorang dikatakan miskin jika tidak terpenuhi kebutuhan pokoknya (baca: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan). Berarti jika sudah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tidak lagi dikatakan miskin.
Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa di antara kalian berada dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, dan memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia telah dikumpulkan untuknya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari hadis tersebut menggambarkan kepada kita bahwa Islam begitu jelas membedakan antara miskin dan mampu. Tak hanya memunculkan nilai atau angka saja, namun secara riil dipastikan. Bahkan bukan per kepala keluarga tetapi dilihat individu per individunya.
Hal tersebut menjadi tanggung jawab negara, dalam hal ini adalah penguasa yang sedang menjabat. Berarti, pemimpin negara (khalifah) wajib untuk melakukan kontrol pada setiap wilayah yang ia pimpin. Semua itu bertujuan agar amanahnya dapat terlaksana dengan baik.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. yang melakukan patroli setiap malam guna memastikan kehidupan masyarakat. Bahkan, beliau memanggul gandum serta memasakkan makanan kepada satu keluarga yang sedang kelaparan. Seharusnya jiwa seperti inilah yang harus dimiliki oleh pemimpin saat ini.
Takut terhadap ancaman Allah Swt. artinya menjalankan seluruh perintahNya tanpa kecuali karena menyadari bahwa segala sesuatu yang dikerjakan di dunia tentunya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di Yaumil Akhir. Tidak seperti sistem sekarang yang hanya memunculkan nilai rata-rata sebagai gambaran kondisi masyarakat. Tanpa tahu gambaran asli masyarakat.
Yang kaya akhirnya makin kaya dan miskin makin miskin. Itulah gambaran riil masyarakat yang berada di bawah sistem kapitalis karena perwujudan tanggung jawab pemimpin hanya sekadar formalitas saja atau bisa disebut sebagai perantara saja.
Kondisi kemiskinan seperti sekarang akan dapat teratasi dengan sempurna ketika Islam hadir dalam kehidupan manusia. Dalam wujud sebuah institusi yang akan menerapkan hukum syarak secara sempurna dan menyeluruh. Ialah Daulah Islam yang akan dengan tanggung jawab penuh akan melindungi serta mengayomi masyarakatnya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]