Kecurangan UTBK, Pendidikan Belum Merdeka
OpiniDalam kasus UTBK tampak buruknya akhlak calon mahasiswa.
Mereka berlomba-lomba masuk ke perguruan tinggi ternama dengan melakukan berbagai cara.
_________________________
Penulis Ledy Ummu Zaid
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI-Kita mungkin sering mendapat nasihat, “Jangan menyontek ya!” ketika berpamitan untuk melaksanakan suatu ujian. Orang tua dan guru mana yang tidak mengharapkan kejujuran dari anak dan siswanya. Apapun hasilnya tentu jauh lebih membanggakan asal didapat dari jerih payah sendiri. Sayang, nilai-nilai kebaikan itu kini mulai bergeser dan ditinggalkan. Banyak dari kalangan pendidikan, mulai dari siswa hingga guru berani menyontek bahkan menipu.
Kecurangan di Dunia Pendidikan Lazim Terjadi
Dilansir dari laman kompas.com (25-04-2025), calon mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) baru saja melaksanakan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025. Tak disangka-sangka, baru dua hari pelaksanaan, sudah ditemukan peserta yang melakukan kecurangan.
Faktanya, ditemukan sembilan kasus kecurangan pada hari pertama UTBK SNBT, Rabu (23-04-2025). Adapun para pelaku mengambil soal dengan bermacam-macam teknik dan media, baik hardware maupun software. Ringkasnya, ada pelaku yang menggunakan handphone untuk merekam layar dan diteruskan ke pihak lain untuk dikerjakan.
Ketua umum penanggung jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Prof. Eduart Wolok mengatakan kecurangan pasti ditemukan setiap tahun, tetapi temuan kali ini lebih variatif. Misalnya, peserta dengan sengaja menggunakan kamera yang dipasang di behel, kuku, ikat pinggang, dan kancing baju agar tidak terdeteksi metal detector.
Di sisi lain, dilansir dari laman nasional.kompas.com (24-04-2025), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan tahun 2024 sebesar 69,50. Dengan kata lain, ini masuk kategori koreksi. Adapun skor tersebut turun dibandingkan skor SPI tahun 2023, yakni 71.
Wawan Wardiana selaku Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK memaparkan beberapa temuan dari hasil SPI Pendidikan 2024 yang faktanya cukup mencengangkan.
Pertama, kejujuran akademik. Berdasarkan survei KPK, adanya temuan kasus menyontek sebesar 78 persen di sekolah dan 98 persen di perguruan tinggi (PT). Khususnya kasus plagiarisme yang dilakukan guru sebesar 6 persen dan dosen sebesar 43 persen.
Kedua, ketidakdisiplinan akademik. Sebesar 69 persen siswa mengatakan ketidakdisiplinan yang dilakukan guru dengan terlambat hadir ke sekolah. Sedangkan, di PT, ada 96 persen mahasiswa yang mengatakan bahwa masih ada dosen yang terlambat datang ke kampus.
Ketiga, gratifikasi. Sebesar 30 persen guru/dosen dan 18 persen kepala sekolah/rektor mungkin menerima pemberian hadiah dari siswa atau wali murid. Adapun mereka menganggap hal tersebut wajar untuk dilakukan.
Keempat, pengadaan barang dan jasa. Adanya temuan lembaga yang menentukan vendor pelaksana/penyedia barang dan jasa berdasarkan relasi pribadi, yakni 43 persen sekolah dan 68 persen PT.
Kelima, penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Cukup mengejutkan, sebanyak 12 persen sekolah terbukti menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukkannya.
Keenam, pungutan liar (pungli). Tak dapat dimungkiri, dalam penerimaan siswa baru sebesar 28 persen sekolah masih melakukan pungli di luar biaya resmi dari sekolah.
Salah Arah Pendidikan ala Kapitalisme-Sekuler
Sebenarnya urusan sontek-menyontek bukanlah hal yang mengejutkan dalam dunia pendidikan. Dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler, pasti kita akan menemui siswa yang jujur dan tidak jujur. Ditambah lagi dengan keberadaan teknologi yang semakin canggih dapat dimanfaatkan untuk mengakali UTBK.
Di sisi lain, kecurangan ternyata tidak dilakukan di kalangan siswa saja, tetapi juga di kalangan guru, bahkan dosen/rektor. Miris, di negeri mayoritas muslim ini, banyak individu yang tidak amanah dalam menjalankan tugas dan perannya. Mereka yang memiliki profesi yang mulia nyatanya tidak dapat memberikan contoh yang baik. Dalam kasus UTBK ini saja, tampak buruknya akhlak calon mahasiswa. Mereka berlomba-lomba masuk ke PT ternama dengan melakukan berbagai cara. Sistem kapitalisme memang menjadi ideologi kehidupan yang berlandaskan pada materi belaka. Masuk PT favorit mungkin menjadi jalan bagi mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Selain itu, pendidikan ala kapitalisme sekuler mencetak siswa yang liberal (bebas). Mereka abai terhadap halal dan haram hingga akhirnya melakukan kemaksiatan. Inilah bukti gagalnya sistem pendidikan kita dalam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan memiliki keterampilan yang unggul.
Pendidikan Islam Mendidik dari Akar
Dalam Islam, yang dijadikan ukuran kebahagiaan adalah keridaan Allah Subhanahu wa Taala. Negara Islam atau Daulah Islamiah akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan penciptanya. Seorang khalifah atau pemimpin negara akan bertanggung jawab atas segala urusan dan kebutuhan rakyatnya.
Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam. “Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Di satu sisi, setiap individu rakyat pasti diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Adapun hal ini bertujuan untuk mendidik umat agar dapat membedakan perkara yang hak dan batil dalam hidup. Ada sebuah hadis yang lazim kita dengar. Baginda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Sistem pendidikan Islam di sini sudah pasti berasaskan pada akidah Islam. Dengan demikian, Islam akan mencetak generasi unggul berkepribadian Islam yang senantiasa terikat pada syariat Allah Subhanahu wa Taala. Kemudian, ia juga memiliki keterampilan yang handal dan menjadi agen perubahan di masyarakat.
Harus diingat pula, dengan kuatnya kepribadian Islam pada individu, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu wa Taala. Kemudian, adanya kesadaran umat akan kewajiban dakwah amar makruf nahi mungkar semakin menciptakan masyarakat yang penuh dengan ketakwaan. Seolah tak ada yang menyia-nyiakan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau fastabikul khairat.
Khatimah
Tak pelak lagi, peradaban Islam yang mulia ini sangat dirindukan kembali kehadirannya di tengah-tengah umat. Oleh karena itu, umat harus sadar dan menginginkan persatuan kaum muslimin seluruhnya untuk menegakkan kepemimpinan Islam, yakni Khilafah Islamiah ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah Islamiah seperti zaman kenabian).
Tak seperti hari ini, umat dibelenggu dengan didikan sistem kapitalisme sekular yang mencetak individu-individu liberal (bebas). Maka tak heran, kasus kecurangan UTBK atau ujian lainnya menjadi bukti bahwasanya pendidikan kita belum merdeka. Wallahualam bissawab.[SM/MKC]