Alt Title

Ramadan, Hiburan Malam, dan Potret Sekularisasi

Ramadan, Hiburan Malam, dan Potret Sekularisasi

 



Kebijakan pembatasan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan

menunjukkan adanya paradigma sekuler dalam mengambil keputusan

_________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl - Ramadan, bulan suci yang seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan, ternyata masih diwarnai dengan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.


Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, khususnya terkait pengaturan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan, justru menunjukkan bahwa kemaksiatan masih tetap berjalan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kebijakan yang ada saat ini benar-benar efektif dalam memberantas kemaksiatan, atau justru menjadi bumerang bagi upaya penegakan nilai-nilai agama?


Realitas Pengaturan Hiburan Malam selama Ramadan


Beberapa sumber berita terbaru menyebutkan bahwa sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, masih mengizinkan tempat hiburan seperti karaoke, billiard, bahkan diskotek untuk beroperasi selama Ramadan, meskipun dengan pembatasan jam operasional. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, membatasi jam operasional tempat hiburan malam hingga pukul 01.00 WIB selama bulan Ramadan. (metroTVnews.com, 28-2-2025)


Di wilayah Banda Aceh yang dikenal dengan penerapan syariat Islam  kini justru tidak lagi melarang tempat hiburan beroperasi selama Ramadan. (viva.co.id, 27-2-2025)


Kebijakan ini tentu menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat menganggap pembatasan jam operasional sudah cukup sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci. Namun, kebijakan ini dianggap terlalu longgar dan tidak sejalan dengan semangat Ramadan yang seharusnya menjadi momentum untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktik-praktik maksiat.


Sekularisasi Menjadi Biang Keladi


Kebijakan pembatasan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan menunjukkan adanya paradigma sekuler dalam pengambilan keputusan. Pemerintah seolah-olah mencoba menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai agama. Namun, pada praktiknya kebijakan ini justru terkesan setengah hati.


Pemerintah terkesan ingin menjaga citra sebagai pengayom nilai-nilai agama dengan membatasi jam operasional. Selain itu, pemerintah juga tidak ingin merugikan para pelaku bisnis hiburan yang tentu memiliki kepentingan ekonomi.


Paradigma ini jelas bertentangan dengan prinsip syariat Islam yang menghendaki agar segala aspek kehidupan, termasuk hiburan, diatur berdasarkan akidah Islam. Dalam Islam, kemaksiatan bukan hanya dianggap sebagai pelanggaran moral, tetapi pelanggaran hukum syara yang harus diberi sanksi tegas. Namun demikian, kebijakan yang ada saat ini justru mengabaikan aspek ini, sehingga kemaksiatan tetap berjalan meskipun dengan pembatasan jam operasional.


Fenomena ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam membentuk individu yang bertakwa. Pendidikan yang seharusnya menjadi pilar utama dalam membentuk karakter dan moralitas justru lebih menekankan aspek akademik dan keterampilan, sementara aspek pembentukan nilai-nilai Islam menjadi terabaikan.


Dalam sistem pendidikan sekuler, pemahaman agama lebih bersifat individual hanya mengatur ritual ibadah. Hal ini berdampak pada pola pikir masyarakat yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, banyak individu yang masih terjebak dalam gaya hidup hedonisme dan konsumtif yang diperkuat oleh kebijakan yang longgar terhadap hiburan malam.


Memberantas Kemaksiatan Secara Tuntas


Memberantas kemaksiatan hingga akarnya memerlukan solusi yang komprehensif yaitu dengan menerapkan sistem Islam secara kafah. Dalam Islam, segala sesuatu yang menjurus pada kemaksiatan tidak hanya diatur, tetapi dicegah secara sistematis melalui beberapa mekanisme. 


Mekanisme pertama adalah melalui pengaturan sosial berbasis akidah Islam. Semua kebijakan di dalam sistem Islam dibuat berdasarkan hukum syara, bukan asas manfaat dan materi. Oleh karena itu, tempat-tempat hiburan yang berpotensi menjadi sarana kemaksiatan akan dilarang, terutama selama bulan suci Ramadan. Keputusan ini bukan semata-mata bersifat represif, tetapi merupakan langkah preventif dalam menjaga moralitas masyarakat.


Selain itu, dalam menangani pelanggaran syariat, Islam memiliki mekanisme hukum yang jelas. Dengan adanya sanksi yang tegas, individu dan pengusaha tempat hiburan akan berpikir dua kali sebelum melanggar aturan. Penerapan sanksi bukan hanya bertujuan menghukum, tetapi  memberikan efek jera agar masyarakat tidak tergoda untuk kembali kepada perilaku yang menyimpang.


Dari segi pendidikan, Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi menanamkan pemahaman akidah yang kuat, sehingga individu akan secara sadar memilih jalan yang sesuai dengan aturan syariat. Hal tersebut diperkuat dengan hadirnya negara dalam memastikan seluruh kebijakan yang diambil selaras dengan nilai-nilai Islam. Alhasil, negara bukan hanya sebagai regulator yang bertugas membatasi jam operasional hiburan malam, tetapi sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjaga kesucian bulan Ramadan dengan memastikan tidak adanya praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam.


Khatimah


Realitas yang terjadi saat ini, di mana tempat hiburan malam tetap beroperasi selama Ramadan dengan berbagai regulasi fleksibel merupakan cerminan dari sistem kapitalisme sekuler yang tidak menjadikan syariat Islam sebagai dasar kebijakan. Hal ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan hanya hadir sebagai momen peningkatan spiritual, sistem yang ada belum sepenuhnya mendukung nilai-nilai ketakwaan.


Solusi atas permasalahan ini adalah penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan sistem Islam yang sejati. Dengan kebijakkan yang berbasis akidah Islam, penerapan sanksi yang tegas, serta sistem pendidikan yang berbasis Islam, kemaksiatan dapat diberantas secara menyeluruh. Hanya dengan sistem Islam yang benar-benar dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal hiburan, kesucian Ramadan dapat benar-benar terjaga. Wallahualam bissawab. [Luth/Dara/MKC]