Alt Title

Kisah Si Buaya

Kisah Si Buaya

 


Allah Swt. memang pencipta yang maha sempurna. Tubuh kami dirancang sedemikian rupa sehingga kami menjadi predator yang handal

Bentuk tubuhku memanjang dengan moncong dan ekor runcing, memudahkan meluncur ke air

_________________________


Penulis Fathimah Az Zahra Jais

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, RESENSI - Ssst... Assalamu’alaikum teman-teman. Namaku Timsaah, aku adalah seekor buaya (crocodylidae). Apa kamu bisa melihatku? Ssst, tapi jangan ramai kalau kamu sudah menemukanku. Aku sedang mengintai mangsaku.... tidak apa ya, aku bercerita sambil bisik bisik....


Aku adalah reptil besar yang hidup di perairan tropis Afrika, Asia, Amerika, dan Australia. 


Spesies buaya tinggal di air tawar seperti sungai, rawa, dan danau. Lalu, ada pula spesies buaya yang tinggal di perairan asin seperti muara sungai, hutan bakau, dan pantai. Spesies buaya di perairan asin banyak terdapat di Australia, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik.


Ukuran tubuh kami saat dewasa bervariasi, bergantung spesiesnya. Ukuran terbesar adalah spesies buaya air asin, panjangnya bisa mencapai 5-6 meter. Beratnya bisa mencapai 1200 kg! Besar kaaaan?


Kami berkembang biak dengan bertelur. Induk kami menggali lubang di tepi sungai atau di pantai dan menaruh telur telurnya di dalam lubang. Setelah selesai, ia menimbun lubang itu agar tidak di ketahui hewan pencuri telur. Lalu ia meninggalkan lubang tersebut sampai waktunya menetas.


Telur kami menetas sekitar 80 hari, bergantung suhu udara. Tidak seperti manusia, jenis kelamin kami bergantung dari suhu saat pengeraman telur di dalam lubang. Aneh yaa, hehe.


Saat mulai menetas, induk kami datang membantu kami keluar dari lubang dengan cara memecahkan telur itu secara hati-hati memakai gigi gigi tajam mereka. Baik sekali deh!


Setelah itu, ia membawa kami dengan cara memasukkannya ke dalam mulut. Sesampainya di sungai, kami berenang dan mencari makan di sekitar induk kami. Hal itu dilakukan sampai kami cukup kuat untuk menjaga diri. 


Saat kecil kami memakan ikan kecil, katak, ular dan sisa sisa makanan induk kami. Nah, sedangkan saat dewasa kami akan memakan ikan, kera, rusa dan hewan hewan lain yang berada di dekat air.


Allah Swt. memang pencipta yang maha sempurna. Tubuh kami dirancang sedemikian rupa sehingga kami menjadi predator yang handal. Bentuk tubuhku memanjang dengan moncong dan ekor runcing, memudahkan meluncur ke air. Saat meluncur di air, aku melipat rapat kaki kakiku ke sisi tubuhku untuk mengurangi tekanan air. Hal ini membuatku dapat meluncur semakin cepat.


Kakiku berselaput. Hal itu memudahkan dalam banyak hal. Membantuku berbelok dengan cepat, berjalan di lumpur ataupun di air dangkal.


Pssst... aku mengintai mangsaku diam diam. Aku mendekati mereka dengan perlahan tanpa menimbulkan riak di air sehingga mangsaku tidak menyadari kehadiranku.


Kadang aku berdiam diri di air dalam waktu yang lama atau menyamar menjadi kayu, dan penyamaranku sering berhasil. Yeey! Alhamdulillah...


Aku juga suka berdiam diri di tepi air untuk berjemur menghangatkan badan. Itu sangat mengasyikkan!


Saat sudah berada dalam jarak yang sangat dekat, aku langsung menerkam buruanku dengan cepat. Hewan yang sudah kujepit dengan rahangku pasti sulit untuk bisa melepaskan diri.


Jangan salah, kekuatan gigitan ku ini nomor satu di antara hewan hewan yang lain. Kekuatannya kira kira 6,25 kali lebih kuat dari gigitan hyena. 7,25 kali lebih kuat dari gigitan hiu putih dan 15 kali lebih kuat dari gigitan anjing rotweiler. Allah menciptakan aku dengan sangat hebat kan! 


Sebagai predator yang handal, kami sangat ditakuti di perairan. Hanya manusia yang sanggup mengalahkan kami. Manusia dikaruniai kecerdasan oleh Allah Swt. yang mampu mengatasi kekuatan dan kecepatan kami.


Selain menangkap kami di alam bebas, manusia juga bisa mendapatkan kami dari peternakan buaya. Manusia memburu kami untuk di ambil kulitnya yang indah dan kuat. Kulit kami dapat dibuat dompet, sepatu, ikat pinggang, tas, jaket, dan topi.


Eits, tapi jangan makan daging kami yaa, karena kami adalah hewan buas yang bertaring. Rasulullah saw. melarang manusia untuk memakan hewan yang bertaring sebagaimana sabdanya “Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram” (HR Muslim


Allah Swt. juga melarang manusia memakan makanan yang haram. Allah sudah mengabarkannya di Al-Qur'an surat Al Maaidah ayat 3. “Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah (yang keluar dari dalam tubuh), daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan dengan nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang di terkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan pula yang di sembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah karena itu termasuk perbuatan fasik.” Ceritanya aku lanjut lagi yaa hehe..


Peternak dan petugas taman suaka buaya mengikat moncong kami dengan tali karet saat memindahkan kami. Hal itu dilakukan untuk menghindari gigitan mematikan kami.  Kalau sudah diikat begitu, kami jadi susah membuka mulut. 


Hal yang sulit kami lakukan adalah menolehkan kepala kami ke kanan dan ke kiri karena leher kami yang besar dan keras. Karena itu para petugas akan berdiri di samping leher kami untuk menghindari gigitan. 


Eh, aku punya teman baik, yaitu burung plover. Burung plover suka mematuk makanan dan parasit yang menyangkut di gigiku, sehingga aku terhindar dari sakit gigi dan sariawan. Saat plover datang, aku akan membuka mulutku lebar lebar dan membiarkannya makan sampai puas.

Plover percaya padaku bahwa aku tidak akan menyakitinya saat ia berada di dalam mulutku. Harmonis kan teman! Nah... hubungan kami yang harmonis dan saling menguntungkan ini biasa disebut simbiosis mutualisme.


Walaupun aku kuat dan buas, tapi aku menyayangi keluargaku. Aku juga tak pernah mengkhianati sahabatku. Mudah mudahan kamu juga bisa meneladani kasih sayang dan kesetiakawananku yaa.          Wassalamu'alaikum. [GSM]


Sumber: penulis Orin, penerbit Gema Insani, judul Cerita Si Buaya