Alt Title

Pendidikan Itu Kebutuhan Pokok Bukan Tersier

Pendidikan Itu Kebutuhan Pokok Bukan Tersier

 


Yang terjadi hari ini adalah bisnis pendidikan untuk meraih keuntungan materi

Pendidikan menjadi komoditas jualan dan rakyat wajib membayar dengan harga tinggi

______________________________


Penulis AB Latif 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tersebar berita heboh tentang statement Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud Ristek Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang menyatakan kuliah adalah kebutuhan tersier. Akibat dari pernyataan ini Kemendikbud Ristek mendapat kritikan dari berbagai kalangan.


Anggota Komisi X DPR RI Nuroji juga mengkritik pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tersebut. Beliau meminta Mendikbud Ristek Nadiem Makarim mengevaluasi kinerja anak buahnya tersebut agar tidak membuat pernyataan yang kontroversial. 


Pernyataan konyol Sekjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud itu sebenarnya muncul karena protes dari beberapa kalangan tentang tingginya biaya kuliah. Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa kampus negeri yang mencapai ratusan juta rupiah inilah yang menjadi sumber munculnya statement pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier. 


Ada alasan mengapa Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik begitu fantastis. Menurut Sekjen Pendidikan Tinggi, biaya kuliah harus dipenuhi mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.


Ia menyebutkan pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain sebab bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.


Pendidikan adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan bahkan menjadi salah satu tujuan bangsa Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 telah tertulis bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.


Artinya pendidikan adalah hak pokok setiap warga negara dan negara wajib menjamin warganya untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Kewajiban itu tertuang dalam 28c ayat 1 dan 28e ayat 1, juga secara khusus pada pasal 31 UUD 1945. 


Dari sini kita bisa menilai bahwa mengatakan pendidikan kebutuhan tersier adalah bertentangan dengan tujuan negara yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Artinya secara konstitusi negara, pendidikan adalah kebutuhan pokok masyarakat secara umum. Lalu mengapa muncul banyak problem dalam dunia pendidikan kita? 


Berbagai problema yang menimpa negeri ini semua bersumber dari ideologi kapitalisme yang dipraktikkan sekarang ini. Termasuk karut marut pendidikan dari kurikulum yang bergonta-ganti, gaji guru yang di bawah UMK, maraknya kenakalan remaja, pergaulan bebas di kalangan pelajar dan mahasiswa, dan lain sebagainya. 


Dalam paradigma kapitalis, nilai yang diperhitungkan adalah nilai ekonomi. Semua dihitung dari untung dan rugi, semua menjadi transaksi jual-beli. Pekerjaan dijualbelikan, jabatan dijualbelikan, bahkan dunia pendidikan pun dihitung dengan untung dan rugi.


Sehingga apa yang terjadi hari ini adalah bisnis pendidikan untuk meraih keuntungan materi. Akhirnya pendidikan menjadi komoditas jualan dan rakyat wajib membayar dengan harga tinggi.


Dalam pandangan Islam, kebutuhan pokok itu ada dua. Yang pertama kebutuhan pokok sebagai individu warga negara. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan makan, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan tempat tinggal. Kebutuhan ini wajib dijamin negara dengan mekanisme wajib bekerja bagi para lelaki dewasa.


Seorang laki-laki wajib menafkahi diri dan anak istrinya (keluarganya). Jika tidak mampu, maka keluarga dekat dan para tetangga berkewajiban membantunya. Jika belum mampu juga, maka negara wajib menjamin seluruh keluarganya.


Yang kedua adalah kebutuhan pokok masyarakat secara umum. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan pendidikan, kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan keamanan. Kebutuhan pokok ini pun wajib bagi negara untuk menjaminnya dengan memberikan pendidikan gratis bagi seluruh warga negara baik yang kafir maupun muslim, baik yang kaya maupun miskin, baik yang di tingkat dasar maupun di tingkat tinggi.


Begitulah dengan kebutuhan kesehatan, wajib bagi negara untuk memberikan jaminan kesehatan gratis kepada semua warga negara tanpa melihat status sosialnya. Juga keamanan pun wajib bagi negara untuk menjaminnya. 


Islam pada dasarnya menjunjung tinggi prinsip persamaan dan kesempatan yang sama dalam belajar. Sehingga terbukalah bagi semua orang mendapatkan hak pendidikan tanpa harus dibeda-bedakan apa statusnya. Oleh karenanya dalam sistem pendidikan Islam pada zaman dulu sifatnya gratis dan terbuka.


Untuk menunjang hal tersebut didirikanlah baitulmal. Baitulmal atau lembaga pengumpul dan penyalur harta dari kalangan umat Islam sudah berdiri sejak masa pemerintahan Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam.


Kebijakan tersebut kemudian dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin, seperti Abu Bakar Ash Shiddiq ra.. Pada masa Abu Bakar ra., Baitulmal difungsikan sebagai penyimpan kekayaan negara dan penyalur harta benda. Sumber keuangan baitulmal tersebut berasal dari zakat, upeti, rampasan perang, sumber daya alam, dan urusan kehakiman. 


Dengan pendidikan bermutu dan gratis, lahirlah para ilmuwan ternama. Tidak hanya ahli tafsir dan usul, akademi pendidikan di era Daulah Islam juga berhasil melahirkan para pakar di bidang kedokteran seperti Ali At Thabari, Ar Razi, Al Majusi dan Ibn Sina; di bidang kimia seperti Jabir bin Hayyan; astronomi dan matematika, Mathar, Hunain bin Ishaq, Tsabit bin Qurrah, Ali bin Isa Al Athurlabi dan lain-lain; geografi, seperti Yaqut Al Hamawi dan Al Khuwarizmi; historiografi, seperti Hisyam Al Kalbi, Al Baladzuri, dan lain-lain.


Fakta sejarah di era keemasan Islam di atas membuktikan, bahwa kualitas output pendidikan yang dihasilkan oleh Daulah Islam telah mendapatkan pengakuan dunia. Tentu semua ini karena paradigma Islam bukan paradigma kapitalis.


Islam menjadikan pendidikan adalah kebutuhan pokok bukan kebutuhan tersier. Jadi yang mengatakan pendidikan kebutuhan tersier, jelas mereka adalah agen kapitalisme penjajah. Wallahualam bissawab. [SJ]