Alt Title

Mulianya Posisi Dosen dan Ilmu dalam Islam

Mulianya Posisi Dosen dan Ilmu dalam Islam

 


Kehormatan adalah milik seorang pendidik

Bahkan Islam mensyariatkan adab khusus yang wajib dimiliki oleh pencari ilmu terhadap gurunya

____________________________________________


Penulis Yuliyati Sambas 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Do everything get one cent. Bukan hanya jokes, ungkapan yang semisal tersebut kerap dilontarkan sebagai bentuk kritisisme atas kondisi pendidik jenjang pendidikan tinggi yang tak mendapat perhatian cukup dari negara. Benar, makin ke sini posisi dosen kian terabaikan, sementara beban tugas makin bertambah. 


Tempo.co (2/5/2024) melansir terkait Hasil kondisi gaji para dosen berdasarkan penelitian Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang sangat mengkhawatirkan. Dilaporkan bahwa mayoritas gaji bersih para dosen di kuartal pertama 2023 adalah kurang dari Rp3 juta. Bahkan di antaranya mereka yang tercatat sudah mengabdi lebih dari enam tahun.


Dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019, bahwa dosen PNS yang lulus S2 dan baru mengawali kariernya diberi gaji pokok Rp2,6 juta. Lebih miris lagi bahkan yang statusnya masih CPNS hanya digaji sebesar 80% gaji pokok. (BBC News Indonesia, 25/2/2024)


Dosen sungguh profesi mulia. Di tangannya para cendekiawan masa depan dihasilkan. Bagaimana jadinya ketika mereka tak mendapat perhatian yang cukup dari negara? Apa akar penyebab negara demikian abai dengan kondisi ini? Bagaimana solusi atas persoalan ini? 


Tak Mendapat Perhatian

Penghargaan memang tak hanya diwujudkan dalam bentuk materi. Namun seorang dosen pun adalah sosok yang tentu memiliki beragam urusan dan kebutuhan. Sebagai pribadi, terlebih ketika berposisi menjadi kepala keluarga -bagi laki-laki, tentu sangat butuh materi untuk bisa mencukupi keluarganya. 


Apalagi ketika hari ini semua kebutuhan hidup harus di-cover individu per individu. Sandang, pangan, papan sudah jelas. Bahkan pendidikan, kesehatan, keamanan, pun ranah kebutuhan kolektif lainnya tak mendapat jaminan dari siapapun termasuk negara. Otomatis seorang dosen, sebagaimana pribadi masyarakat lainnya di negeri ini butuh untuk berkerja keras mengumpulkan materi demi terbelinya semua kebutuhan diri dan keluarganya. 


Di sisi lain, sebagai dosen makin ke sini menghadapi tantangan yang tak mudah. Beban profesi kian bertambah di pundaknya. Privatisasi bidang pendidikan telah meniscayakan setiap universitas dan perguruan tinggi untuk menghasilkan capaian-capaian yang sangat banyak ragamnya. Sementara negara makin melepaskan beban pembiayaan ke lembaga pendidikan tinggi. Dengan keterbatasan yang dimiliki, lembaga pendidikan pada akhirnya secara pragmatis melakukan strategi dengan menyerahkan capaian-capaian tersebut kepada para dosen untuk bisa mewujudkannya. Hal tersebut dijadikan prasyarat para dosen ketika mereka menginginkan mendapat haknya semisal untuk tunjangan-tunjangan kesejahteraannya.


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menegaskan bahwa privatisasi pendidikan saat ini menjadikan kampus-kampus baik swasta maupun negeri mendapat limpahan pembiayaan operasional yang sebelumnya masih di tangan negara. Hal ini berakibat kampus akan meminimalisasi pengeluaran, tak terkecuali untuk gaji dosen-dosennya. (BBC News Indonesia, 25 Februari 2024)


Sementara dosen pun selain mengajar, ada tugas lainnya yang wajib dipenuhi. Salah satunya berupa penelitian. Dalam hal ini dosen membutuhkan dana lagi untuk dapat terselesaikannya tugas tersebut. Meski ada dana bantuan, faktanya besarannya tak mencukupi untuk keseluruhan dari pembiayaan penelitian. Alih-alih dipenuhi, dosen justru mendapat tugas administratif pelaporan penggunaan dana bantuan penelitian tersebut yang diakui lebih rumit dan menyita perhatian dibanding proses dan penulisan hasil penelitiannya sendiri.


Itu semua tentu butuh pembiayaan yang mau tak mau seorang dosen wajib putar otak untuk memenuhinya. Maka banyak di antara para dosen yang mengambil pekerjaan lain di luar mengajar. Hal ini sangat berimbas pada perhatian mereka dalam mengajar atau membimbing mahasiswa. 


Sangat disayangkan, perhatian penuh untuk mendidik para mahasiswa agar menjadi pribadi-pribadi dengan karakter intelektual mumpuni di masa depan pun terhambat oleh persoalan ini. Padahal di tangan generasi intelektual-lah, masa depan peradaban dipertaruhkan. Dosen dan pendidikan tinggi tak mendapat perhatian cukup dari negara. 


Gagalnya Kapitalisme

Inilah bukti gagalnya kapitalisme dalam mengurus urusan pendidikan, di semua levelnya. Ideologi yang saat ini dipeluk oleh negeri ini dan mayoritas negeri-negeri muslim lainnya di dunia telah membawa umat pada kapitalisasi dunia pendidikan yang dipenuhi beragam problem yang tak berkesudahan. 


Penghargaan yang semestinya didapat oleh para dosen sebagai pendidik bagi agent of chance di masa mendatang tergerus oleh kapitalisme. Itu disebabkan negara dalam koridor kapitalisme wajib melepas satu demi satu perannya dalam urusan kerakyatan, pendidikan salah satunya. 


Ibarat akar, maka kapitalismelah akar dari karut marutnya dunia pendidikan tinggi, juga tak dihargainya posisi mulia dosen. Maka selama kapitalisme tetap dianut, jangan harap persoalan pendidikan tinggi bisa tuntas terselesaikan. 


Sistem Islam Memuliakan Ilmu dan Pemilik Ilmu

Sangat berbeda antara kapitalisasme dan Islam. Islam sebagai ideologi memiliki pandangan menyeluruh terkait kehidupan yang darinya terpancar aturan-aturan dalam menyolusikan semua problem yang terjadi. 


Islam demikian menghargai ilmu, memuliakan para pemilik ilmu terlebih yang concern mengajarkan ilmu. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadalah ayat 11, "... Dan apabila dikatakan, "Berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan."


Ayat tersebut dijelaskan oleh Ibnu Mas'ud betapa Allah memuji kedudukan pemilik ilmu. Adapun Imam Al-Qurtubi menyampaikan bahwa derajat orang berilmu akan diangkat oleh Allah Swt.. 


Dosen sebagai bagian dari pemilik ilmu dan bertugas mentransfer ilmu dan membentuk calon pemimpin dan pengisi peradaban di masa depan tentulah posisinya demikian strategis. Dan di sinilah letak kemuliaannya.


Islam sangat memuliakan dosen dan seluruh pendidik di setiap jenjang pendidikan yang ada. Kehormatan adalah milik seorang pendidik. Bahkan Islam mensyariatkan adab khusus yang wajib dimiliki oleh pencari ilmu terhadap gurunya.


Tinta sejarah pun mencatat betapa Islam sangat memuliakan posisi seorang pendidik. Di masa Umar bin Khattab saking dimuliakannya posisi pendidik, dirinya rela mengeluarkan dana dari kas Baitulmal untuk membayar gaji guru sebanyak 15 Dinar per bulannya. Jumlah angka yang fantastis jika dikonversikan ke dalam rupiah di masa sekarang bisa mencapai lebih dari 30 juta.


Di masa pemerintahan Abbasiyah tersyiar kabar bahwa siapapun yang dapat menuliskan terkait dengan ilmu yang dikuasainya dan diwakafkan untuk umat akan dihargai oleh Khalifah dengan besaran yang tak kalah fantastisnya. Lembaran buku yang dihasilkan akan dihargai seberat timbangan emas. 


Dengan gambaran gaji dan tunjangan yang didapat oleh para pendidik tak terkecuali dosen di masa pemerintahan Islam, mereka akan fokus dengan tugasnya untuk mendidik. Terlebih Islam pun mensyariatkan betapa kesejahteraan rakyat secara keseluruhan adalah tanggung jawab negara. Pembiayaan urusan pendidikan sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat akan dipenuhi secara utuh oleh negara. Tak ada istilah dosen kelimpungan nyari tambahan pendapatan dengan meninggalkan tugasnya untuk mengajar atau membimbing mahasiswa layaknya di alam kapitalis sekuler. Dalam sistem Islam dosen dan ilmu demikian dimuliakan. Masyaa Allah. [MKC]