Negara Tidak Mampu Membuat Jera Pelaku Kejahatan
Opini
Negara menjalankan peradilan dan penghukuman tanpa mendapatkan hasil dari penerapannya
Yaitu dengan tidak adanya efek jera dan justru kejahatan makin meningkat
____________________
Penulis Mia Agustiani, A. Md
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Warga binaan sebanyak 5.931 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idul Fitri. Sebanyak 14 orang diantaranya langsung bebas. Pemberian remisi merupakan reward dari pemerintah kepada warga binaan dan anak binaan yang senantiasa berbuat baik, memperbaiki diri dan kembali menjadi anggota masyarakat yang beragama (cnnindonesia.com,11/4/2024)
Namun, persoalannya adalah jika adanya remisi dianggap sebagai reward dari pemerintah terhadap warga binaan Lapas. Lalu, untuk apa ada penerapan hukum peradilan? Hal ini hanya menunjukkan adanya inkonsistensi terhadap penerapan hukum tersebut.
Lebih lagi pada faktanya justru tidak ada efek jera bagi pelaku kejahatan. Karena, dimanja dengan remisi dari pemerintah. Akibatnya, kejahatan justru makin beragam. Bahkan, pelaku sudah tidak ada rasa takut ketika berbuat kejahatan yang lebih besar dan keluar masuk penjara dianggap hal wajar.
Jika dikaji lebih dalam, sistem pidana yang dijadikan rujukan menunjukkan keadaan yang tidak baku dan cenderung sering berubah. Hal ini dikarenakan sistem yang dipakai adalah buatan manusia yang kadang sarat dengan kepentingan dan dapat dipesan sesuai keinginan hingga disalahgunakan. Bahkan, tertangkapnya pelaku kadang hanya dijadikan bisnis lahan basah.
Praktik kotor yang kerap terjadi di Lembaga Pemasyarakatan kian menembah deret panjang dari potret buram ketidakseriusan pemerintah dalam mengurangi angka kejahatan. Sehingga keamanan bagi warga menjadi barang mahal yang langka.
Misalnya, pada terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, yang ternyata kembali mendapatkan remisi Idul Fitri 1445 Hijriyah alias remisi Lebaran (tempo.com, 11/4/2024)
Lantas, sebenarnya apa tujuan remisi yang sebenarnya? Apakah yakin dengan adanya pengurangan masa tahanan menjadi jaminan efek jera sehingga tidak melakukan kejahatan serupa? Atau malah dijadikan pola kejahatan yang lebih besar. Karena, sudah mengetahui kelemahan dari penegakan hukum di negeri ini. Sungguh, hal ini bukanlah solusi yang dapat menyelamatkan negeri ini dari kejahatan. Remisi tidak memiliki tujuan substansi yang jelas dalam penerapan hukum saat ini.
Hal yang lebih miris lagi adalah ketika dikatakan bahwa membebaskan warga binaan dianggap akan menghemat biaya makan narapidana dan warga binaan sekitar Rp 81.204.495.000 (tirto.id, 10/4/2024)
Artinya, adanya penjara justru hanya membebani negara dengan biaya operasional yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa upaya yang selama ini dilakukan seakan hanya menghasilkan dua kerugian. Negara menjalankan peradilan dan penghukuman tanpa mendapatkan hasil dari penerapannya yaitu dengan tidak adanya efek jera dan justru kejahatan makin meningkat. Di sisi lain, anggaran yang harus dikeluarkan tidak sedikit. Itulah akibatnya kalau aturan manusia yang diterapkan. Memisahkan kehidupan dengan agama yang membuat masyarakat tambah sengsara. Seharusnya hukuman itu tidak hanya bersifat pembalasan suatu perbuatan. Namun, memiliki fungsi pencegahan serta perbaikan.
Padahal Allah dengan jelas berfirman: "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?” maksudnya, apakah dengan berpaling dan menjauhnya mereka darimu karena mereka mencari hukum jahiliyah? Hukum Jahiliyah itu adalah semua hukum yang bertentangan dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya (QS. Al-Maidah: 50)
Hal ini berkebalikan dengan penerapan sistem yang berasal dari pencipta, yaitu Islam. Islam mengedepankan kesejahteraan masyarakat yang dijamin oleh negara baik secara langsung atau tidak langsung. Hal ini akan menjadi faktor pertama yang mencegah resiko terjadinya kejahatan.
Apabila kesejahteraan masyarakat diperhatikan, maka tindak kejahatan dapat ditekan. Ketika kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik kemudian akan tercipta kenyaman hidup. Dan tidak akan muncul ide kotor kejahatan dari masyarakat untuk berbuat nekat.
Selain itu, tugas negara untuk menjaga keimanan serta ketakwaan juga akan berjalan dengan baik. Negara akan menjaga agar akidah masyarakat tetap beriman kepada Allah Swt. semata. Hal ini dimulai dari negara yang harus tunduk pada hukum penerapan yang tidak akan berubah yaitu sistem hukum Islam.
Kemudian, masyarakat akan dibina agar memiliki akidah yang kuat, yaitu hanya takut kepada Allah Swt. Sistem pendidikan Islam adalah pondasi yang akan mampu mencetak individu yang beriman serta menjauhkan diri dari maksiat.
Sistem sanksi yang dimiliki Islam memang sangat khas, tegas serta membuat pelaku jera. Ketika ada pelaku kejahatan maka akan sangat diperhatikan agar mampu menjadi jawabir dan zawajir ketika diterapkan dalam kehidupan.
Jawabir merupakan hukuman atau sanksi agar dapat membebaskan pelaku dari azab akhirat. Sementara, zawajir ditujukan untuk upaya mengantisipasi agar suatu tindak kejahatan tidak terjadi kembali, menyadarkan pelaku agar memiliki efek jera dan tidak mengulangi kejahatannya, serta menjadi pembelajaran bagi orang lain agar tidak berani melakukan tindak kejahatan serupa.
Islam sangat serius dalam penerapan aturan Allah Swt., karena dengannya kehidupan masyarakat akan tertata dengan baik. Kejahatan mampu diminimalisir bahkan nyaris tidak ada. Menangani kejahatan hingga tuntas ke akar karena sistem Islam bersifat tetap atau tidak berubah.
"Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan (tidak dikenakan hukuman). Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688). Wallahuallam Bissawab. [Dara]