Alt Title

BSD dan PIK Menjadi Proyek Strategis Nasional, Sudah Tepatkah?

BSD dan PIK Menjadi Proyek Strategis Nasional, Sudah Tepatkah?

 


Islam juga memahami pembangunan pasti memerlukan dana yang besar

Untuk itu Islam memiliki sistem keuangan yang kokoh berbasis baitulmal

______________________________


Penulis Riza Maries Rachmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bumi Serpong Damai (BSD) dan Pantai Indah Kapuk (PIK) ditetapkan oleh pemerintah menjadi proyek strategis nasional (PSN). BSD dan PIK merupakan dua dari 14 Proyek Strategis Nasional (PSN) baru yang ditetapkan pemerintah pada 2024 ini. 


Beberapa daerah di Indonesia dijadikan sebagai kawasan Proyek Strategis Nasional, di antaranya adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta.


Pengembangan 14 PSN baru tersebut terdiri dari 8 kawasan industri, 2 kawasan pariwisata, 2 jalan tol, 1 kawasan pendidikan, riset dan teknologi, kesehatan, serta 1 proyek migas lepas pantai. (www.kompas.com, 23/03/2024)


Pery Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia selaku Gubernur Bank Indonesia optimis dengan masifnya perkembangan PSN pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan berada di kisaran 4,7 persen sampai 5,5 persen. Biasanya dampak pembangunan membawa perputaran ekonomi yang lebih cepat sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. (www.liputan6.com, 20/03/2024)


Pembangunan Ala Kapitalisme


Penetapan PIK dan BSD sebagai Proyek Strategis Nasional syarat dengan kepentingan elite politik atau oligarki di daerah tersebut. Pasalnya investor di balik termasuk 10 investor kelas kakap yang membantu Presiden Jokowi membangun IKN.


Kawasan BSD merupakan bagian dari Sinar Mas Group, sedangkan kawasan PIK merupakan kawasan swasta perusahaan Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusumo alias Aguan. Dua kawasan ini merupakan kawasan elite yang sudah berkembang. Pembangunan tersebut tidak disesuaikan  dengan kebutuhan masyarakat, tetapi proyeksi keuntungan bagi para investor swasta.


Dengan ditetapkan PSN, dua kawasan itu mendapat jaminan dari pemeritah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional. Jaminan pemerintah yang dimaksud adalah diberikan terhadap kredit atau pembiayaan syariat, kelayakan usaha, KPBU, dan atau risiko politik.


Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, dengan PSN birokrasi itu lebih mudah dan yang paling penting semakin memberi keyakinan bagi investor untuk masuk. Dengan demikian pembangunan dan pengembangan PSN saat ini semakin jelas hanya untuk kepentingan oligarki.


Pembangunan PSN yang diklaim untuk pemerataan pembangunan, peningkatan lapangan pekerjaan, serta kesejahteraan rakyat tampak seperti omong kosong belaka. Sebab di balik pembangunan PSN terjadi konflik agraria, kerusakan lingkungan, maupun sosial budaya. Semua dampak tersebut merugikan rakyat.


Demikianlah gambaran negara dalam sistem kapitalisme yang tidak berperan sebagai pengurus urusan umat. Pembangunan yang berlangsung bukan diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat, akan tetapi demi kepentingan dan keuntungan segelintir orang yakni pihak korporasi. Bisa dipastikan dalam sistem kapitalisme proyek-proyek pembangunan tidak akan membawa pada pemerataan pembangunan yang bisa diakses dengan mudah oleh rakyat.  


Pembangunan dalam Sistem Islam


Paradigma pembangunan dalam Islam sangat berbeda dengan paradigma pembangunan dalam sistem kapitalisme yang hanya berorientasi pada keuntungan segelintir orang saja. Islam memandang pembangunan ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Sehingga negara wajib melakukan pemerataan pembangunan di setiap daerah.


Negara sebagai periayah atau pengurus urusan rakyat wajib menyusun perencanaan yang tepat dan membawa manfaat untuk rakyat, termasuk dalam merancang PSN. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw.:

Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, orang-orang di belakang dia dan berlindung kepada dia." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).


Kemegahan infrastruktur dan kelengkapan fasilitas publik bukanlah tolok ukur pembangunan dalam Islam. Tetapi Islam juga memperhatikan pembangunan SDM berkepribadian mulia dan bermental pemimpin.


Ini karena SDM unggul adalah modal dasar membangun peradaban gemilang. Negara akan membangun fasilitas umum seperti jalan raya, pelabuhan, bandar udara, bendungan, jembatan, dan sejenisnya. Negara juga akan membangun sekolah dan rumah sakit yang merata di seluruh wilayah.


Demikian pula infrastruktur yang bisa menunjang kebutuhan listrik, air, migas setiap warga negara Islam. Semua pembangunan tersebut merupakan bagian dari infrastruktur yang dibutuhkan seluruh manusia dan wajib disediakan oleh negara. Karena ini termasuk fasilitas umum maka penggunaannya pun gratis, tanpa dipungut biaya.


Negara bertanggung jawab dalam seluruh pembiayaan pembangunan tersebut. Bahkan negara dalam Islam harus memastikan dananya tercukupi karena ketiadaannya menyebabkan bahaya bagi kehidupan masyarakat. 


Islam juga memahami pembangunan pasti memerlukan dana yang besar. Untuk itu Islam memiliki sistem keuangan yang kokoh berbasis baitulmal. Dalam kitab Nidzhamul Iqthisadiy karya Syaikh Taqiyyudin an Nabhani dijelaskan bahwa ada tiga pos pemasukan baitulmal yakni pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan pengeluaran masing-masing.


Pemasukan pos kepemilikan negara bersumber dari harta fa'i, usyur, kharaj, jizyah, ghanimah, dan sejenisnya. Sementara pos kepemilikan umum bersumber dari hasil pengelolaan sumber daya alam. Sebagian kedua pemasukan kedua pos ini boleh digunakan negara untuk biaya pembangunan nasional. 


Dengan sumber dana dari baitulmal ini, negara mampu menyediakan sumber dana. Karena memiliki sumber pemasukan modal yang beragam dan memberikan hasil yang besar bagi kemaslahatan rakyat. 


Sebagai salah satu contoh penerapan konsep pembangunan ini adalah proyek pengerukan sungai yang pernah mengalir di antara sungai Nil dan benteng Babilonia serta mengalir ke Laut Merah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Diketahui pada masa lalu sungai tersebut merupakan jalur perdagangan antara Mesir dan HIjaz. Namun sungai itu ditutup oleh Romawi.


Khalifah memandang pengerukan sungai tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Kemudian beliau mengutus Gubernur Mesir, Amru bin Ash untuk melakukan penggalian kembali.


Jalur perdagangan antara Hijaz dan Mesir menjadi lebih mudah pasca digalinya sungai tersebut. Sehingga perekonomian kembali menggeliat, bahkan di sekitar sungai dibangun Khalij Amirul Mukminin sebagai tempat persinggahan. 


Demikianlah sistem Islam ketika mengatur perencanaan pembangunan proyek nasional. Pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat hingga bisa diakses dengan mudah dan gratis hanya akan terwujud dalam sistem Islam kafah di bawah naungan institusi Islam warisan Rasulullah saw.. Wallahualam bissawab. [SJ]