Alt Title

Paradoksal Eksistensi Pinjaman Online di Bulan Ramadan

Paradoksal Eksistensi Pinjaman Online di Bulan Ramadan

 


Negara akan menjauhkan muamalah ribawi di tengah masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya

______________________________


Penulis Nai Haryati, M.Tr.Bns 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Politik Ekonomi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ramadan merupakan bulan untuk meningkatkan valensi diri. Kaum muslim di dunia melakukan berbagai cara untuk menyambut bulan Ramadan dengan penuh antusias dan kegembiraan.


Saum di bulan Ramadhan tidak hanya bernilai ruhiyah, tapi membawa pesan politik dan sosial. Dampak yang diharapkan dari pelaksanaannya yaitu melahirkan insan yang bertakwa dan semakin taat kepada Allah Swt. dalam seluruh aspek kehidupan.


Kondisi paradoksal eksistensi pinjaman online yang makin meningkat di bulan Ramadan tentu sangat membuat miris. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memproyeksi penyaluran pinjol pada saat momen Ramadan di tahun ini akan melonjak seiring dengan permintaan yang juga meningkat. (finansial.bisnis.com, 04/03/2024)


Bulan yang seharusnya mampu membangun kesadaran umat untuk taat dalam aspek muamalah maaliyah, ternyata kontradiktif dengan meningkatnya jumlah pinjaman online berbasis ribawi.


Pinjol menjadi pilihan karena prosedur lebih mudah dibandingkan perbankan dan perusahaan pembiayaan. Hal tersebut menjadi alternatif pilihan perorangan maupun UMKM untuk membantu permodalan usaha dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi atau penjualan di bulan Ramadan.


Sistem kehidupan sekuler kapitalisme menjauhkan masyarakat untuk berpikir dan bertindak dengan pijakan yang sahih. Standar halal dan haram sudah tidak menjadi standar perbuatan, bahkan menormalisasi praktik ribawi yang dilarang dalam Islam. Legalisasi dari negara yang menerapkan kapitalisme menjadi angin segar yang semakin mengokohkan praktik utang ribawi secara sistemik di negeri ini.


Menurut ulama fikih kontemporer K.H. M. Shiddiq Al Jawi, aktivitas pinjaman online sarat dengan aktivitas yang diharamkan dalam Islam yaitu riba dan dharar. Pertama, ditinjau dari praktik riba berupa tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman dalam 3 bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi.


Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan ini tidak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas dalam syariat Islam. Kedua, dari aspek bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam berupa penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror, penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan bunga yang tinggi terutama pinjaman online ilegal.


Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan memelihara urusan umat. Negara akan menjauhkan muamalah ribawi di tengah masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya.


Seperti menjamin keamanan finansial melalui penyediaan lapangan kerja, mengondisikan harga kebutuhan pokok yang terjangkau, membangun mindset yang benar agar tidak mengarah kepada prilaku konsumtif yang berlebihan.


Selain itu, membuat regulasi yang tegas untuk melarang adanya individu ataupun lembaga keuangan yang melakukan praktik ribawi, menyuasanakan keimanan dan ketakwaan masyarakat agar menjadikan Ramadan sebagai bulan untuk berlomba-lomba dalam ketaatan. 


Negara akan menjamin sektor usaha tumbuh berkelanjutan dengan memperhatikan persaingan usaha yang sehat. Hal tersebut sebagai peran negara dalam mengembangkan usaha rakyat, sebagai salah satu sumber mata pencaharian rakyat.


Kemudahan penyediaan dana akan dijamin dalam Islam melalui sistem ekonominya. Regulasi negara akan mengatur bantuan dana tersebut, tentu tanpa riba yang berasal dari kas negara atau baitulmal.


Permasalahan muamalah ribawi hari ini merupakan persoalan sistemik yang menjerat banyak pihak di negeri ini. Solusinya tidak hanya sebatas individu. Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara untuk melindungi rakyat dari praktik muamalah ribawi, termasuk pinjol yang banyak menjerat masyarakat saat ini.


Eksistensi praktik semacam ini akan hilang jika aturan syariat diterapkan dalam kehidupan. Bukan hanya pada tataran individu dan masyarakat, tetapi juga pada level negara. Wallahualam bissawab. [SJ]