Alt Title

Non ASN Tidak Mendapat THR, Kenapa?

Non ASN Tidak Mendapat THR, Kenapa?

 


Ketiadaan dana untuk menjamin pemerataan tunjangan sangat berhubungan erat dengan pendapatan negara

Sementara, pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari pajak


________________


Penulis Ummu Saibah

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Baru saja masyarakat dibuat gelisah dengan adanya berita kenaikan tarif tol. Kembali terdengar berita yang tidak mengenakkan, bahwa pemerintah memastikan perangkat desa dan honorer tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 tahun 2024.


Hal ini diungkapkan oleh menteri dalam negeri, Tito Karnavian, alasannya karena perangkat desa menurut undang-undang bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) sehingga tidak termasuk sebagai penerima THR dari pemerintah. 


Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Abdullah Azwar Anas juga menyampaikan bahwa tenaga honorer juga tidak mendapatkan THR dan gaji ke 13 kecuali yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (antaranews.com 15/3/2024)


Hal ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah menganaktirikan para pekerja khususnya perangkat desa dan tenaga honorer, padahal status mereka dengan ASN sama-sama pekerja dalam pemerintahan.


Sistem Kapitalisme Meminimalisasi Pendapatan Negara


Alasan negara tidak memberikan THR dan gaji ke-13 kepada perangkat desa dan tenaga honorer adalah karena menurut undang-undang mereka tidak terkategori sebagai ASN. Tentu hal ini sangat disayangkan, mengingat ASN, perangkat desa maupun tenaga honorer, ketiganya memiliki status yang sama yaitu pekerja dalam pemerintahan. Yang seharusnya memiliki persamaan hak, termasuk hak mendapatkan THR atau gaji ke-13.


Alasan lainnya adalah tidak ada alokasi dana THR untuk perangkat desa dan tenaga honorer. Hal itu menimbulkan pertanyaan besar. Apakah dana APBN tidak mencukupi? Ketiadaan dana untuk menjamin pemerataan tunjangan sangat berhubungan erat dengan pendapatan negara. Sementara, pendapatan negara sebagian besar diperoleh dari pajak yaitu sebesar 78,57 % dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) sebesar 6,71%.


Kenapa pendapatan PNBP SDA lebih kecil dari pajak? Padahal negeri ini memiliki SDA yang melimpah baik dari sektor migas maupun non migas. Hal itu terjadi akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Yang prinsipnya memperbolehkan individu, swasta atau korporasi secara legal menguasai dan mengelola SDA. Sehingga, pendapatan PNBP SDA hanya berupa pungutan yang dibayar oleh individu, swasta atau korporasi yang memperoleh manfaat SDA dan hak yang diperoleh negara.


Itulah, kerusakan penerapan sistem kapitalisme. Manfaat dari pengelolaan SDA hanya bisa dirasakan oleh individu, swasta atau korporasi yang memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Sedangkan negara hanya mendapatkan sebagian kecila, yang kemudian dibagikan kepada seluruh rakyat. Pantas, tidak terasa manfaatnya oleh masyarakat.


Sistem Islam Mewujudkan Kesejahteraan Bagi Masyarakat


Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur hubungan makhluk kepada Allah Swt. saja. Tapi lebih dari itu, Islam adalah sebuah sistem kehidupan, sebuah idieologi seperti kapitalisme dan sosialisme. Darinya, terpancar peraturan-peraturan yang tegas dan mekanisme yang jelas. Apabila diterapkan dalam kehidupan akan menjadi rahmatan lil 'alamin. Kesejahteraan yang merata tidak hanya bagi manusia tetapi bagi seluruh alam.


Islam menetapkan negara sebagai pengurus urusan rakyat. Hal itu disampaikan oleh Rasulullah Saw dalam hadisnya: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)


Sehingga negara memiliki wewenang untuk mengolah harta milik umum juga harta milik negara. Kemudian, dikembalikan manfaatnya kepada rakyat. Negara tidak boleh memberikan akses kepada individu, swasta atau korporasi untuk memanfaatkan harta milik umum demi kepentingan individu tertentu.


Islam telah mengatur kepemilikan harta, yaitu ada harta yang boleh dimiliki oleh individu, ada harta yang menjadi milik umum, dan ada harta milik negara. seperti sabda Rasulullah saw., "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


Syariat mencegah individu, swasta atau korporasi untuk menguasai dan memiliki harta yang terdapat kebutuhan masyarakat secara umum, misalnya sumber air, padang gembalaan, hutan, laut, pantai, jalan, dan Sumber Daya Alam (SDA) atau fasilitas umum lainnya.


Islam juga melarang harta hanya berputar dikalangan masyarakat tertentu saja,  dalilnya firman Allah Swt. dalam QS. Al Hasyr ayat 7 : "Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."


Dari ayat diatas sudah jelas ahwa harta (milik umum) harus didistribusikan secara merata. Sehingga, semua lapisan masyarakat bisa menikmati manfaatnya. Islam memiliki baitul mal sebagai tempat penyimpanan pendapatan negara, pengeluaran negara, juga pendistribusian harta kepada seluruh masyarakat. Tentu, sumber pendapatan utama baitulmal bukan dari pajak atau utang. 


Pendapatan negara di dalam Islam diperoleh dari banyak sumber, sehingga memungkinkan tercukupinya kebutuhan masyarakat. Sumber pendapatan baitulmal antara lain fa'i, ghanimah, anfal, khazraj, jizyah, pemasukan dari pengelolaan harta milik umum seperti SDA dan harta milik negara seperti lahan milik negara, ushur, khumus, rikaz, pengelolaan barang tambang dan zakat mall.


Tidak hanya itu, uniknya pengelolaan baitulmal dibagi kedalam pos-pos khusus baik pendapatan maupun pengeluarannya, misalnya pos zakat harus dikeluarkan kepada delapan asnaf seperti yang sudah tercantum di dalam Al-Qur'an dan tidak boleh selain itu. Pos pembelanjaan untuk kantor pemerintah dan berbagai santunan untuk masyarakat diambil dari pos pendapatan fa'i dan kharaz, dan masih banyak lagi.


Begitu detail dan lengkap peraturan dalam Islam. Tentu, tidak terlepas dari asal peraturan itu sendiri yaitu dari Allah Swt. sang pencipta dan pengatur kehidupan. Dengan penerapan sistem Islam kesejahteraan masyarakat terjamin karena Islam memiliki mekanisme yang tepat untuk mendistribusikan harta maupun hasil pembangunan. Sehingga, terwujud kesejahteraan masyarakat. Lain halnya dengan sistem kapitalisme. Waallahualam bissawab. [Dara]