Alt Title

Membangun Karakter Pemimpin

Membangun Karakter Pemimpin

 


Pemimpin yang mampu memberikan perintah, senantiasa mengarahkan, membangkitkan ketakwaan bagi orang-orang yang dipimpinnya

Seorang pemimpin organisasi harus bisa mengatur anggota-anggotanya untuk taat kepada pemimpinnya


Bersama Ustazah Dedeh Wahidah Achmad

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - Kajian Tsaqafah Keluarga bersama Ustazah Dedeh Wahidah Achmad yang diunggah melalui channel youtube Muslimah Media Center (MMC), membahas secara jelas dan lengkap terkait apa saja yang harus dilakukan agar anak-anak kita menjadi generasi yang mempunyai jiwa atau karakter seorang pemimpin. Dan, berikut ini penjelasan lengkapnya.


Yang namanya pemimpin, dia adalah seorang amir. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memberikan perintah kepada orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin organisasi harus bisa mengatur anggota-anggotanya untuk taat kepada pemimpinnya.


Dengan ketaatan itu, dengan perintah tersebut, apa yang dicanang oleh organisasi, oleh lembaga, ataupun oleh keluarga bisa terwujud. Sebaliknya gagal menjadi amir, gagal memberikan perintah kepada anggota yang dipimpinnya.


Contohnya dalam keluarga, seorang ayah gagal memberikan perintah kepada istrinya, kepada anak-anaknya, dan anggota keluarga yang berada di bawah kepemimpinannya. Maka, inilah awal dari kegagalan tujuan yang ingin dia wujudkan. 


Tentu saja, kita tidak menginginkan adanya kegagalan kepemimpinan dalam bentuk apa pun. Kita tidak berharap pemimpin negara gagal memimpin rakyatnya, pemimpin organisasi tidak sukses dalam memimpin organisasinya.


Atau, dalam lingkup yang paling kecil, seorang kepala keluarga gagal mengarahkan keluarganya, gagal membangun keluarga yang sakinah, bahagia hidup di dunia dan berharap keselamatan di akhirat kelak. 


Maka dari itu, penting bagi kita sebagai seorang ibu, bagi siapa pun, yang menginginkan akan lahirnya pemimpin-pemimpin yang mampu memberikan perintah serta memahami apa yang diperintahkan, yang menginginkan anak-anak kita, generasi kita, lahir menjadi pemimpin sejati. Pemimpin yang mempunyai karakter sebagai amir. Untuk itu kita harus memahami apa saja yang harus kita lakukan supaya putra dan putri kita memiliki karakter sebagai amir. 


Ada beberapa hal yang harus kita pahami, bahwa seorang amir itu:


Pertama, harus menguasai perkara yang akan diperintahkan. Tidak mungkin seseorang bisa menyampaikan perintah kepada orang lain, sementara dia sendiri tidak memahami apa yang dia perintahkan.


Seorang ayah tidak mungkin sukses memberikan perintah kepada anak-anaknya, kepada istrinya, ketika ia tidak paham dengan apa yang diperintahkan. Maka, dia pun tidak mungkin bisa menyuruh anak dan istrinya, bahkan orang lain untuk melakukan sesuatu.


Kedua, paham filosofi dari perintahnya. Kalau kita lihat, kita renungkan, seseorang melakukan suatu perbuatan atau meninggalkan perbuatan itu karena ada dorongan, paling tidak ada dua dorongan yaitu:


Dorongan hukum. Seseorang yang tahu bahwa suatu perkara itu hukumnya wajib di sisi Allah, maka dengan pengetahuannya tersebut dia akan terdorong sekalipun itu sulit, meskipun dia malas, atau mungkin banyak kendala lain. Dia akan tetap berusaha melakukan perbuatan tersebut. Dan, yang bisa memotivasi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan itu karena dia tahu urgensitasnya perbuatan tersebut.


Untuk itu, seorang pemimpin harus mampu menyampaikan filosofi, paling tidak dua hal tersebut kepada orang-orang yang dipimpinnya. Kenapa harus melakukan? Apa status hukumnya di sisi Allah?


Bagi seorang muslim bahwa segala amal perbuatan itu terikat dengan hukum syara. Seorang pemimpin tidak boleh lupa untuk menyampaikan kepada anggota tentang status hukum perbuatan tersebut, apakah wajib, sunah, mubah, makruh ataukah haram.


Seorang ayah, kenapa menyuruh anaknya untuk salat berjamaah? Maka dia sampaikan bagaimana status hukum salat berjamaah, keutamaan salat berjamaah tersebut. Seorang ayah kenapa menyuruh putrinya yang sudah baligh untuk menutup aurat dengan sempurna, bagaimana status hukumnya, kenapa dia melarang pacaran, kenapa dia melarang berkhalwat dan lain sebagainya. 


Seorang pemimpin juga harus mampu menggambarkan tentang risiko atau dampak buruk ketika perintah itu tidak dilaksanakan. Seorang ayah menyampaikan kepada anaknya kenapa tidak boleh tidur terlalu malam, kenapa tidak boleh begadang.


Maka harus juga dijelaskan dampak buruknya, baik dari segi medis, sosial, atau dampak dari pekerjaan anak itu sendiri. Misal, takut kesiangan masuk sekolah, gampang terserang penyakit, pekerjaan terbengkalai dan lain-lain.


Ketiga, menyampaikan perintah dengan jelas dan tegas. Seorang pemimpin ketika menyampaikan perintah harus jelas agar perintah tersebut bisa dipahami. Seorang ayah ketika menyuruh istrinya, maka harus dipastikan apakah rangkaian kata-kata yang ia sampaikan bisa dimengerti oleh sang istri atau tidak. Ini erat kaitannya dengan skill berbicara.


Orang yang tidak jelas menyampaikan pembicaraan, tidak akan membuat orang yang mendengarnya paham, mampu mendorong untuk melakukan suatu perbuatan. Tapi justru sebaliknya, akan membuat orang yang mendengarnya bingung. 


Di sinilah pentingnya bagi kita sebagai orang tua mengevaluasi diri ketika anak tidak segera melakukan apa yang kita inginkan. Tapi sebaliknya yang dilarang justru dilakukan, seolah-olah menantang. Kita jangan cepat menyimpulkan kalau anak membangkang, tidak nurut orang tua, karena ada kemungkinan si anak tersebut tidak memahami perintah yang kita sampaikan.


Begitupun seorang pemimpin, dia harus memastikan apakah yang disampaikan itu dapat dipahami oleh lawan bicaranya atau tidak. Pemimpin organisasi harus dipahami oleh anggota organisasinya. Seorang ayah juga harus memastikan apakah istrinya memahami apa yang ia katakan. Jangan sampai apa yang diharapkan tidak terjadi karena yang disampaikan tidak dipahami.


Keempat, harus memahami kondisi orang-orang yang dipimpin. Kadang seorang pemimpin tidak memahami apa yang terjadi di lapangan, pada kondisi anggotanya, ketika itu terjadi ia akan memberikan perintah yang tidak sesuai dengan kondisi dan kemampuan anggotanya. Sehingga orang yang diperintah tidak melakukan perintahnya, bukan karena tidak mau taat.


Seorang anak bukan karena ia membangkang ketika tidak membantu ibunya membersihkan rumah, boleh jadi ia sedang sakit, atau ada pekerjaan lain yang menuntut untuk segera diselesaikan.


Seorang ibu mungkin akan menilai anaknya sebagai anak yang tidak nurut ketika dia tidak memahami kondisi anaknya. Hal berbeda jika ibu memahami kondisi anaknya, mungkin dia sedang sibuk, sedang sakit, bukan marah atau kesal, sehingga ibu akan tumbuh rasa sayang. Dan boleh jadi ibu akan mendoakan anaknya.


Ketika kita mendidik anak-anak kita untuk menjadi pemimpin, maka beritahukan kepada mereka untuk selalu memahami kondisi orang-orang di sekitarnya, orang-orang yang dipimpinnya, sehingga tidak sembarangan, tidak asal-asalan, ketika memberikan perintah. Sebaliknya, ia akan memberikan perintah sesuai dengan keadaan orang yang diperintahnya.


Kelima, mampu memberikan motivasi ruhiyah.


Membangun idrak silla biillaah. Saat kita tahu bahwa kehidupan di dunia ini bukan hanya sebatas dunia, apa pun yang kita lakukan ingin bernilai ibadah di sisi Allah. Termasuk anggota yang dipimpin bukan hanya semata taat kepada pimpinannya, bukan hanya karena takut kepada pimpinannya, tapi ada yang lebih luar biasa karena dia mengharapkan rida Allah Swt..


Dalam pandangan Islam, taat kepada pemimpin hukumnya wajib. Dan, hukum kewajiban ini bukan semata kepada individu pemimpin, tapi karena kita tahu status hukumnya, yaitu hakikatnya ia sedang menaati perintah Allah Swt..


Dan, kalau dia melakukan pelanggaran konsekuensi bukan karena takut kepada pemimpin, bukan karena takut dipecat, tapi karena ada azab di sisi Allah yang menunggunya di akhirat kelak.


Jika pemimpin mampu membangun motivasi ketakwaan kepada anggota yang dipimpinnya, maka akan terbangun ketaatan hakiki. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw. bersabda:


"Demi Allah, Allah menunjukkan satu orang lebih baik bagi engkau daripada memiliki unta merah." (HR. Imam Bukhari)


Hadis ini menjelaskan balasan dari Allah Swt. kepada seorang pemimpin yang bisa mengarahkan kepada kebaikan, mampu membangun ketaatan orang-orang yang dipimpinnya sehingga melakukan amal saleh karena Allah Swt.. Maka lebih baik baginya daripada mendapatkan unta merah (harta yang melimpah).


Semoga hadis tersebut menjadi pendorong bagi kita sebagai orang tua, mampu menjadi orang tua pendidik. Mampu mengarahkan putra dan putri kita menjadi generasi pemimpin, berkarakter amir. Pemimpin yang mampu memberikan perintah, senantiasa mengarahkan, membangkitkan ketakwaan bagi orang-orang yang dipimpinnya.


Semoga kita mampu untuk mendidik anak-anak kita dengan cara yang benar sehingga melahirkan generasi pemimpin berjiwa amir. Aamiin. (MKC/Tinah Ma'e Miftah)