Investasi pada Perempuan, Benarkah Memuliakan Perempuan?
Opini
Islam mempunyai ketentuan rincian atas peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat
Bukan untuk menghasilkan materi atau demi menaikkan pertumbuhan ekonomi. Melainkan, keberhasilan dalam membangun peradaban mulia
______________________________
Penulis Rosmili
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Investasi saat ini masih tetap menjadi tumpuan dalam pertumbuhan ekonomi. Para kandidat capres dan cawapres tentu tidak melewatkan isu tersebut dalam berbagai kampanye.
Sebagaimana pernyataan dari anggota Capres Ganjar Pranowo dalam debat perdana pilpres menyatakan bahwa permasalahan perekonomian dan pengangguran, bisa teratasi dengan membuka lebar ruang investasi.
Pertumbuhan investasi, perkiraannya yang dilakukan dengan membangun sebuah kawasan industri, seperti di Kendal dan Batang. Pembangunan KIBT (Kawasan Industri Batang Terpadu) seluas 3.100 hektare dan KIK (Kawasan Industri Kendal) seluas 1.000 hektare, tengah disulap menjadi kawasan industri terluas di Jawa Tengah. Kawasan tersebut termasuk PSN unggulan yang dapat mengundang banyak investor, karena harga tanah dan upah masih relatif rendah.
Menjelang peringatan Women Day atau hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 maret 2024, UN Women Indonesia kembali menyorot pentingnya berinvestasi atau memberi perhatian lebih terhadap kelompok perempuan dan kesenjangan gender.
Dalam situs resmi UN Women, hari Perempuan Internasional 2024 mengusung tema invest and women accelerate progress, yang artinya berinvestasi pada perempuan mempercepat kemajuan mencapai kesetaraan gender. Kesejahteraan perempuan di semua aspek kehidupan dipandang semakin penting jika dunia ingin menciptakan perekonomian yang sejahtera serta kehidupan yang sehat untuk generasi mendatang. (Detik News, 2/2/2024)
Berinvestasi pada perempuan dimaknai bukan hanya soal hak asasi manusia, tetapi juga merupakan langkah penting menuju pemberantasan kemiskinan. Dengan menerapkan pembiayaan responsive gender dapat memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan peluang keuangan.
Lingkungan dan masyarakat yang peduli tidak hanya akan memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga memberdayakan perempuan di berbagai sektor. Terakhir para permbuat perubahan feminis dipandang sangat penting untuk mendorong perubahan sosial yang positif dan mencapai kesetaraan gender.
Memang benar bahwa hari ini masih banyak persoalan yang menimpa kaum perempuan salah satunya problematika kemiskinan hingga diskriminasi. Namun mirisnya, persoalan ini direspon oleh dunia, termasuk negeri ini. Dengan upaya meningkatkan kesetaraan gender dan melibatkan perempuan dalam mengentaskan kemiskinan.
Alhasil, negara didorong untuk berinvestasi dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk belajar dan berkarya, termasuk menyediakan cukup dana. Semua dilakukan hanya untuk mewujudkan kesetaraan gender.
Harapannya bukan hanya memperbaiki kondisi perekonomian kaum perempuan tetapi kekal. Negara juga akan mendapatkan banyak keuntungan. Perempuan pun terus didorong untuk bekerja dan berkarya untuk menghasilkan cuan.
Mirisnya, persoalan ekonomi kerap menimbulkan konflik sosial dan keluarga. Akhirnya, banyak anak-anak yang berkembang dan tumbuh tanpa kasih sayang dan pengasuhan yang layak. Bahkan kenyamanan dalam rumah bisa berubah menjadi petaka bagi anak.
Banyak kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak di rumah kian meningkat. Ditambah lagi kasus anak meninggal disiksa orang tuanya, kasus anak hamil karena ayahnya, dan sebagainya. Sungguh, keadaan hari ini dengan penerapan sistem kapitalis liberal telah merenggut ruang hidup anak yang aman dan nyaman.
Keluarga yang sejahtera dipandang dapat memberikan pendidikan dan kesehatan yang baik bagi anak-anaknya serta mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Akan tetapi, faktanya berbagai program pemberdayaan perempuan dalam ekonomi telah gagal mewujudkan janji kesejahteraan perempuan.
Solusi yang dilakukan makin kencang disuarakan di tengah kondisi perekonomian dunia yang karut marut. Sebagai hasil penerapan sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia sendiri pejabat negara sudah blak-blakan menyatakan bahwa peran perempuan tidak lagi bisa dipandang sebelah mata untuk mengangkat perekonomian nasional.
Kondisi ini menjadi cerminan fakta peradaban sekuler kapitalistik yang telah menghilangkan peran negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Termasuk kaum perempuan negara hanya diposisikan sebagai regulator yang memberi jalan mulus bagi para pemilik modal untuk menguasai hajat hidup masyarakat. Tak hanya itu, kemuliaan dan jaminan kesejahteraan perempuan dalam peradaban kapitalisme juga terbentuk menjadi perempuan yang tidak memahami hak-haknya.
Kendati demikian, tuntutannya sering kali salah kaprah. Feminisme dan kesejahteraan gender menipu banyak perempuan sehingga kehilangan peran keibuan. Sementara itu, perempuan dianggap mulia ketika berpendidikan dan bekerja. Sehingga wajar jika dalam peradaban kapitalisme, perempuan dituntut untuk bekerja.
Beda halnya dengan penerapan sistem Islam. Islam menetapkan negara bertanggung jawab memenuhi hak setiap individu. Termasuk perempuan baik dalam kesejahteraan, pendidikan dan kesempatan untuk berkarya. Islam mempunyai ketentuan rincian atas peran serta perempuan dan kiprahnya dalam masyarakat.
Sebagaimana tugas utama perempuan dalam Islam adalah sebagai al-umm wa rabbatul bayt atau ibu dan pengatur rumah tangga. Ibu berperan mengurus rumah tangga dan mendidik keluarganya.
Apabila sistem neoliberal memosisikan para penguasa sebagai regulator. Islam sangat jelas dan tegas memosisikan dan mewajibkan pemimpin mengurusi dan melindungi umat, bahkan seluruh manusia di muka bumi. Tak hanya itu, pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja juga menjadi tugas negara dalam Islam.
Begitu juga dengan sistem politik dalam Islam yang sederhana, sangat berbeda dengan sistem politik oligarki demokrasi yang mahal. Di dalam Islam, tidak berlaku para pemimpin curang dan bermain politik. Tak hanya menjadikan kebijakan penguasa dalam sistem Islam independen, tetapi juga bisa fokus pada hal-hal yang menjadi kemaslahatan umat.
Sementara itu, segala pembiayaan berasal dari kas negara, bukan bergantung pada investasi, apalagi investasi asing. Apabila ada sebuah proyek dan membutuhkan modal yang sangat besar. Jika kas negara tidak mencukupi, maka para penguasa akan memberikan ulang proyek tersebut.
Akan tetapi, proyek itu tidak membahayakan dan pengerjaannya akan dilakukan jika kas dari negara telah terpenuhi. Negara akan berusaha untuk membangunnya. Misalnya dalam pembangunan industri militer, jika tidak ada maka akan mengancam kedaulatan negara.
Dalam kehidupan negara Islam, bekerja bagi perempuan hanya pilihan, bukan tuntutan ekonomi maupun sosial. Jika dia menghendaki dia boleh melakukanya jika dia tidak menghendaki, dia boleh untuk tidak melakukannya. Sehingga, tidak memengaruhi kesejahteraannya karena negara wajib menjamin kebutuhan pokoknya.
Perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami atau ayah, kerabat laki-laki, jika tidak ada suami atau ayah atau tidak mampu maka negara yang akan memenuhi kebutuhannya.
Sehingga dalam Islam tidak ada perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan menjadi kewajibanya sebagai istri dan ibu. Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja. Perempuan bekerja semata mengamalkan ilmu untuk memaslahatkan umat.
Sejatinya makna perempuan sebagai investasi adalah keberhasilan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Bukan untuk menghasilkan materi atau demi menaikkan pertumbuhan ekonomi. Melainkan, keberhasilan dalam membangun peradaban mulia. Wallahualam bissawab. [SJ]