Revolusi Putih Atasi Stunting?
Surat Pembaca
Ironis, menginginkan anak-anak lahir dan tumbuh sehat, sementara kebutuhan pokok pun amat sulit terpenuhi, karena akibat kebijakan ekonomi yang gagal mensejahterakan rakyat
Minimal, ada jaminan pekerjaan bagi para kepala keluarga. Sayangnya, saat ini hal itu pun sangat sulit
KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Gerakan revolusi putih dicanangkan Pemerintah Kabupaten Sumedang untuk mengatasi kasus stunting. Gerakan ini berupa meningkatkan konsumsi susu bagi Balita dan anak-anak usia sekolah, sehingga disebut revolusi putih (susu). Pemerintah rencananya akan mendistribusikan susu pada tiap-tiap sekolah oleh Dinas Pendidikan.
Gerakan ini didukung karena potensi susu murni yang dihasilkan di Kabupaten Sumedang sangat tinggi. Kondisi ini dianggap cukup untuk mendukung pelaksanaan Revolusi Putih, di mana produksi susu sapi murni yang dihasilkan di Kabupaten Sumedang yakni 9.400 liter per hari. Sedangkan untuk susu kambing murni dihasilkan 1.500 liter per minggu.(inisumedang.com, 7-02-2024)
Gerakan ini perlu diapresiasi positif. Pemenuhan nutrisi (protein hewani) memang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan gizi, terutama anak-anak demi anak tumbuh sehat tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhan seperti stunting. Hanya saja, tentu penyelesaian stunting memerlukan penyelesaian yang menyeluruh. Dimulai dari upaya pencegahan, yakni sebelum anak-anak lahir.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Endang L. Achadi menyatakan, stunting bukan harus diobati, tetapi dicari cara mengatasinya dan mencegahnya. Gizi ibu hamil harus tercukupi, tidak anemia, tidak berada di lingkungan perokok, tidak kurus atau gemuk, dan penambahan berat badan selama kehamilan adekuat (memenuhi syarat).
Disinilah pentingnya pemenuhan kebutuhan pokok keluarga-keluarga di Indonesia. Ironis, menginginkan anak-anak lahir dan tumbuh sehat, sementara kebutuhan pokok pun amat sulit terpenuhi, karena akibat kebijakan ekonomi yang gagal mensejahterakan rakyat. Minimal, ada jaminan pekerjaan bagi para kepala keluarga. Sayangnya, saat ini hal itu pun sangat sulit. Lapangan kerja malah banyak terbuka untuk para wanita atau para ibu. Sehingga banyak para ibu masih bekerja dalam kondisi hamil, setelah anak lahir pun harus ditinggal karena bekerja. Maka, sangat wajar kasus stunting akan sulit terselesaikan jika tidak ditangani dari pokoknya, yakni jaminan kesejahteraan, terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga.
Hanya saja, selama yang diterapkan di negara ini adalah sistem ekonomi kapitalisme, maka harapan keluarga sejahtera ibarat pungguk merindukan bulan. Karena di sistem ini, sumber daya alam yang penting malah diserahkan pengelolaannya kepada individu/swasta, bukan oleh negara. Sehingga, kemanfaatannya tidak dirasakan oleh seluruh rakyat, melainkan segelintir orang saja.
Berbeda dengan sistem Islam, negara wajib mengelola kekayaan termasuk SDA untuk kesejahteraan rakyat. Bukan hanya susu yang diberikan, tetapi semua kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) wajib diberikan kepada rakyatnya. Keluarga sejahtera, ibu sehat, anak sehat dan bebas stunting. Maka, untuk menyelesaikan stunting dari akarnya, yang dibutuhkan bukan hanya revolusi putih, melainkan Revolusi Sistem Putih, yakni revolusi kepada sistem islam yang putih (kafah dan bersih). Wallahualam bissawab. [GSM]
Idea Suciati, S.S
Pemerhati Sosial Politik
Warga Jatinangor Sumedang